Sebagai seorang guru atau orang tua kita pasti pernah menyaksikan seorang anak mendorong temannya sampai terjatuh, mengolok-ngolok temannya, atau bahkan merebut mainan teman lainnya. Aksi ini mungkin terkesan biasa, namun tanpa kita sadari telah terjadi praktik bulliying.
Bulliying adalah terjadinya penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan oleh si pihak kuat secara fisik maupun mental dan si korban tidak mampu membela diri karena lemah secara fisik maupun mental. Bulliying bisa berupa bulliying fisik, bulliying non-fisik, dan bulliying mental/psikologis. Dan tanpa di sadari terjadinya bulliying bisa saja akibat kurangnya perhatian kita kepada seorang anak. Bulliying bisa saja terjadi akibat orang tua terlalu melindungi anaknya, pola hidup orang tua yang berantakan seperti orang tua yang cerai, orang tua yang saling mencaci maki, bertengkar, menghina di depan anaknya dll. Faktor lainnya bisa juga dari media sosial yang menampilkan kegiatan yang tidak sesuai dengan kebenaran atau kegaiatan negative seperti perkelahian, mencaci maki, geng motor yang kebut-kebutan di jalan dll. Teman sebaya juga bisa menjadi faktor seseorang melakukan tindak bulliying, karena seorang anak/remaja sangat mudah terpengaruh oleh teman lainnya. Jadi seorang guru atau orang tua harus tetap mengawasi anak/siswanya karena masih banyak kasus bulliying yang tidak diketahui.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H