Mohon tunggu...
Lisdiana Sari
Lisdiana Sari Mohon Tunggu... Administrasi - Kompasianer

Terus Belajar.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Debat, Seni Berbicara Jokowi Ungguli Prabowo

20 Januari 2019   12:16 Diperbarui: 20 Januari 2019   12:56 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pijatan bahu Sandiaga Uno kepada Prabowo Subianto saat debat pertama Pilpres 2019. (Foto: detik.com)

John McCain kalah karena tak mau kontak mata dengan Barack Obama. (Foto: Chip Somodevilla/Getty Images North America)
John McCain kalah karena tak mau kontak mata dengan Barack Obama. (Foto: Chip Somodevilla/Getty Images North America)
Kontak mata saat debat penting. Jonathan Herring dalam bukunya "Cara Tepat Berdebat Secara Cerdas, Meyakinkan, dan Positif" menyarankan, gunakan kontak mata secukupnya, tapi jangan terlalu sering. Hal senada disampaikan maestro talkshow Larry King. Melalui bukunya "Seni Berbicara"-yang ditulis bersama Bill Gilbert-, ia menyarankan, lakukan kontak mata kepada lawan bicara, tapi atur agar kontak mata tersebut tidak berubah menjadi tatapan. Kontak mata (bukan tatapan) bisa menunjukkan kesan antusias, tulis Dewi Eskawati dalam bukunya "2 Menit Membaca Bahasa Tubuh Orang Lain".

Ketika debat pertama Capres-Cawapres antara "Jokowi-Ma'ruf" dengan "Prabowo-Sandi", kita menyaksikan kedua pihak saling melakukan kontak mata. Jokowi saat mengajukan pertanyaan melakukan kontak mata, begitu pula Prabowo melakukan hal yang sama saat mengajukan jawaban. Keduanya beberapa kali saling kontak mata.

Hanya saja, ada yang lebih baik diperagakan Jokowi ketimbang Prabowo. Apa itu? Jokowi, seperti biasanya yang ia lakukan juga di luar debat, selalu terbiasa bicara perlahan-lahan. Bicaranya singkat dan jelas. Larry dan Gilbert memberi petunjuk seni berbicara yang baik, yaitu pelajarilah pemenggalan kata dan perubahan suara (atas pilihan kata) yang ingin disampaikan. Hal ini sudah dilakukan Jokowi. Selain, Jokowi juga menerapkan hukum fundamental berbicara yang baik, yaitu KISS alias Keep It Simple, Stupid! (Bicaralah Singkat, Bodoh!). Dalam KISS, Jokowi tidak mengucapkan kata-kata 'murahan', tidak menyebut kalimat rumit, dan tidak menebar istilah teknis, termasuk kata-kata trendy.

Ilustrasi debat, Joko Widodo vs Prabowo Subianto. (Ilustrasi: Tribunstyle.com/Sumber: Facebook Capres Cawapres 2019)
Ilustrasi debat, Joko Widodo vs Prabowo Subianto. (Ilustrasi: Tribunstyle.com/Sumber: Facebook Capres Cawapres 2019)
Prabowo, sebaiknya mulai juga menerapkan KISS yang sama. Tak ada lagi istilah berbahasa Inggris yang seharusnya bisa diterjemahkan. Misalnya, pernyataan Prabowo berikut ini, "Ini tugas Pemerintah, Pemerintah adalah Presiden, adalah chief law and enforcement officer, adalah adalah penanggung jawab pelaksanaan dan penegakan hukum. Itu tanggung jawab Presiden."

Alih-alih menggunakan bahasa asing, nyatanya pernyataan Prabowo justru dianggap ngawur. Karena bagaimana mungkin, Presiden yang merupakan eksekutif mencampuri urusan yudikatif, penegakan hukum. Bisa malah amburadul, enggak keruan. Apalagi kekuasaan kehakiman diatur dalam Pasal 24 ayat 1 UUD'45, dan dijamin sebagai kekuasaan yang merdeka dan harus bebas dari campur tangan kekuasaan manapun termasuk dari Presiden sekalipun. Duh, udah rumit bahasanya, salah pula menempatkannya. Sebaiknya, dalam debat berikutnya, Prabowo memperbaiki kesalahan teknis elementer seperti ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun