Liburan ke rumah kakek selama 2 minggu adalah perkenalan pertamaku dengan dunia catur. Tak butuh waktu yang lama untuk jatuh hati dengan bidak-bidak yang berwarna hitam dan putih. Saat berusia 4,5 tahun kata ayah belumlah mengenal baca dan tulis, tapi semangatku untuk mengenal catur begitu bergelora. Beruntunglah dengan kesabaran kakek kepada cucunya membuat aku tahu langkah-langkah sederhana permainan catur. Kakek berprofesi sebagai petani, bermain catur adalah pengisi waktu ronda di kampung. Karena aku merengek mengajaknya bermain catur maka diajarkanlah dasar bermain catur olehnya.
Selepas liburan di kampung, ayah dan mama menjemput dan beberapa hari kemudian aku meminta papan catur untuk bermain, kebetulan di rumah tidak ada papan catur dan ayah terpaksa meminjam ke tetangga terdekat. Pikir ayah aku tidak bisa memainkannya dan dia kaget saat aku mengetahui dasar-dasar bermain catur. ibuku yang menyaksikan pertandingan itu, langsung browsing mencari info kursus catur dan keesokan harinya diajaklah menuju lokasinya di daerah bekasi. Ternyata banyak sekali anak-anak yang juga belajar dengan canda tawa, tanpa tahu apakah mereka menang atau kalah. Saat ayah bertanya apakah mau kursus catur di Sekolah Catur Utut Adianto (SCUA) akupun langsung mengiyakan
Setelah 3 bulan aku belajar disana, kakek datang dari kampung untuk berkunjung. Tak lama kemudian aku berhasil menantangnya bermain catur, dan raihan kemenangan 10 - 0 tercapai. Sejak itu aku juga sering diikutsertakan turnamen catur di jabodetabek dengan ditemani ayah, mama dan adik tercinta. Mungkin itu yang membuat tambah semangat. Semoga dengan izin Allah SWT cita-citaku tercapai dan mampu mengharumkan nama Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H