Mohon tunggu...
Ayu Safitri
Ayu Safitri Mohon Tunggu... Konsultan - Trainer dan Konsultan Homeschooling

Penulis dan Trainer untuk http://pelatihanhomeschooling.com/ Ikuti saya di Instagram https://www.instagram.com/missayusafitri/ Ikuti saya di Facebook https://www.facebook.com/missayusafitri Tonton dan subscribe VLOG saya http://bit.ly/apaituhomeschooling

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Dalami Hobi Dapat Mengalihkan Anak dari Kecanduan Media Sosial

5 Agustus 2017   07:46 Diperbarui: 6 Agustus 2017   13:40 2349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Anak dan Media Sosial| Sumber: Grid.id

Beberapa restoran, rumah makan atau cafe sekarang merasa wajib menyediakan spot untuk berfoto. Jika tak menyediakan spot berfoto, setidaknya mereka harus mendesain interiornya dengan apik dan menarik supaya orang-orang tertarik datang untuk foto.

Kenapa tujuannya foto? Bukankah tempat-tempat makan itu gunanya untuk menikmati santapan, berleha-leha melepas penat dari kantor, meningkatkan nafsu makan karena bosan dengan menu buatan mbak atau ibu di rumah? Memang benar, itu beberapa tujuannya. Tapi, di era digital makan di luar rumah lebih bersifat meningkatkan eksistensi. Apalagi jika tempatnya lagi ngehits, tata lampunya remang-remang nan artistik dan terdapat spot-spot cantik untuk mengambil foto unik.

Dengan andek-nya, para konsumen resto atau cafe yang didominasi anak-anak SMA, mahasiswa dan fresh graduate yang baru mengecap dunia kerja ini memotret dirinya sendiri alias selfie atau groovy bersama gengnya dengan latar belakang resto tersebut. Setelah terlihat kece di kamera ponsel, mereka mengunggahnya ke media sosial dan berharap mampu meraup banyak like atau comment positif yang bisa membangun image. Jika jumlah like-nya banyak, tercapailah tujuan awalnya yakni supaya kelihatan gaul, keren dan kekinian.

Jiwa Narsistik, Jiwa yang Sakit

Seorang pakar asmara berpesan pada pembaca kolomnya, 'jika ingin percaya diri, lakukanlah selfie sebanyak mungkin setiap hari'. Dari beberapa foto yang kamu hasilkan, pilih yang paling bagus dimana kamu terlihat cantik atau ganteng dan jangan lupa buang foto yang jelek. Tiap kamu merasa down, minder dengan penampilan atau merasa tersisih dalam pergauluan, cek smartphone-mu dan lihat di sana ada kamu yang keren!

Boleh juga sarannya. Tapi, bukankah percaya diri itu harus seimbang antara look dan value? Jika tampilan luarnya keren, tapi tak bisa menggali potensi dalam diri, ya percuma saja. Mereka takkan mampu bersaing dalam dunia yang makin kompetitif. Sudah jelas syarat yang diminta perusahaan besar tentu tidak hanya penampilan menarik, tapi ada soft dan hard skill yang lebih diutamakan.

Jika kepercayaan diri seseorang fokus pada tampilan fisik, maka saat wajahnya berjerawat, rambutnya kurang klimis, tidak memakai atasan dari butik A, tidak mengendarai mobil keluaran terbaru, inisial merk yang nempel di bagian depan tasnya tak terlihat, bisa dipastikan mereka tidak mampu tampil pede. "Aduh, nggak pede nih." keluhnya seperti itu.

Pernahkah Anda melihat seseorang dengan tampilan bersahaja tapi begitu asyik membawakan opininya di depan publik? Tidak penting tas branded apa yang ditenteng atau sepatunya keluaran pabrik mana. Kita terhipnotis dengan isi kepala dan gaya penyampaiannya. Inilah orang yang kepercayaan dirinya fokus pada potensi dalam diri sehingga terlihat bernilai di mata orang lain.

Sayangnya, sebagian besar kaum muda Indonesia kini menggantungkan percaya dirinya pada tampilan fisik saja. Yang tak bisa lepas dari gadget dengan dalih tak ingin ketinggalan momen. Yang hampir tiap menit menengok media sosial sekedar ngecek berapa banyak yang merespon postingannya atau mencari tahu obyek wisata mana yang bisa dikunjungi Minggu ini karena konten Instagramnya mulai garing, penuh quote dan terlihat sekali kurang piknik.

Mereka fokus pada tampilan luar dan berusaha membentuk citra diri agar orang-orang menganggapnya berpengalaman karena hobi travelling, tidak kuper dan up to datedengan gaya busana atau menu makan kekinian.

Jangan kesal atau kecewa dengan kamu muda ini. Justru kita perlu prihatin dan membantunya. Kenapa? Karena mereka belum mampu menemukan tujuan hidupnya, belum mengetahui nilai dalam dirinya. Mereka tidak bisa memprediksi posisinya dalam 3 atau 5 tahun ke depan, mereka tak tahu potensi apa yang bisa dikembangkan dan bermanfaat bagi kemajuan hidupnya. Mereka menutupi kurangnya pengetahuan diri dengan berusaha tampil keren di depan publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun