Mohon tunggu...
Liora Pearl
Liora Pearl Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Atheis

5 Mei 2015   22:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:20 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sewaktu saya di sekolah, saya di berikan beberapa artikel untuk di baca. Salah satu artikel yang saya terima berjudul “Atheis”. Artikel tersebut di tebitkan oleh Majalah Tempo Edisi 23 tahun 2007.

Pada awal paragraf artikel ini, sang penulis menuliskan: “Agama akan tetap bertahan dalam hidup manusia, tapi layakkah ia dibela?”. Dari kutipan kalimat tersebut dapat kita katakan bahwa agama sangatlah dekat dengan kita, agama adalah sesuatu yang kita pegang. Ketika tidak ada lagi yang dapat kita pegang, masih ada agama yang dapat menjadi pegangan terakhir kita. Agama adalah alat ukur kita dalam menilai suatu hal itu benar atau salah, jika tidak ada agama, kita akan merasa ada sesuatu yang kurang. Namun, tidak jarang agama menyebabkan kita mengalami konflik dengan sesama. Perbedaan pemikiran dan pendapat karena berbeda agama dapat membuat kita berdebat, saling menjelekkan, meremehkan dan membunuh. Karena itulah, apakah agama itu layak kita bela?

Banyak atheis yang menulis buku mengenai buruknya orang-orang yang beragama. Tetapi, kebanyakkan dari mereka tidak menuliskan mengenai agama yang ada, melainkan mereka menulis mengenai orang-orang yang memegang agama. Ada banyak orang yang berdoa kepada Tuhan mereka, tetapi kebanyakkan dari mereka setelah mereka selesai berdoa akan melakukan hal yang tidak baik dan bertentangan dengan ajaran agama mereka. Mereka berperang dengan satu sama lain, membawa terror dan rasa khawatir bagi mereka yang berada di dekat mereka. Karena itu, dapat kita katakan bahwa yang bermasalah di sini adalah manusianya, bukan agamanya.

Orang-orang atheis juga membahas mengenai iman dan rasa aman. Mereka berkata mereka tidak merasa aman berada di sekitar orang-orang yang baru pulang setelah selesai berdoa. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang beragama yang mungkin terlihat “suci” tidak menjamin orang-orang disekitanya merasa aman dengan mereka. Seorang atheis bernama Hitchens telah menyaksikan permusuhan antara orang Katolik dan Protestan, Islam dan Kristen, dan masih banyak lagi. Karena permusuhan itu, beribu-ribu oran tewas, cacat dan terlantar.

Agama mungkin dapat terlihat tidak berdaya. Kita dapat merasa agama “tidak berguna” ketika kita melihat bahwa manusia yang beragama tetap tidak berubah dan bahkan tidak membawa damai bagi sekitarnya. Tetapi perlu diperhatikan, bahwa agama tidak dapat mengubah dunia secara langsung, agama berada di bagian yang tersisih. Namun, pada zaman modern ini, agama cenderung berubah dan melupakan empati asalnya. Mereka kini tidak terlalu menghayati arti sebenarnya ketika merayakan hari perayaan tertentu, mereka hanya merayakan.

Ketika agama sudah begitu rusak dan “lupa diri” bukankah baik jika ada yang mengingatkan? Bukankah kita perlu seseorang yang netral untuk angkat suara? Disaat itulah kita membutuhkan para atheis untuk datang dan bersuara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun