Mohon tunggu...
Lionel Hans Fernando
Lionel Hans Fernando Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa

Saya upload kalau niat

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kolesterol, Malaikat Maut Manusia Modern

3 Mei 2024   07:54 Diperbarui: 3 Mei 2024   07:59 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: https://rsusaifulanwar.jatimprov.go.id/waspadai-7-gejala-kolesterol-tinggi-penyebab-kematian/

Apa yang mengurangi populasi manusia di abad 21? Apa itu kecelakaan? kriminalitas? atau perang? Pada kenyataannya, penyebab kematian manusia terbesar pada abad 21 adalah penyakit. Data dari WHO pada tahun 2019 menunjukkan bahwa 7 dari 10 kematian disebabkan oleh penyakit tidak menular. Bidang populer dalam masalah ini adalah kardiovaskuler (arteri koroner dan stroke), pernapasan (emfisema), dan kondisi neonatal (kematian saat baru lahir). Penyakit yang memakan korban terbanyak adalah penyakit arteri koroner yang disebabkan oleh pengendapan di pembuluh darah karena kolesterol.

Apa itu kolesterol? Mengapa zat ini bisa membunuh manusia abad 21 dengan segala kecanggihan alat medisnya? Sebelum masuk ke pembahasan, terdapat perbedaan antara istilah - istilah yang seringkali dianggap oleh orang awam sebagai hal yang sama, oleh karena itu, alangkah baiknya kita pelajari dahulu mengenai zat dalam tubuh disini. 

Kolesterol dan trigliserida merupakan jenis lemak yang digunakan oleh tubuh sebagai cadangan energi ketika jumlah karbohidrat tidak memadai. Lemak - lemak ini diangkut dalam jenis lipoprotein (gabungan lemak dan protein) untuk disimpan di hati (liver). Lipoprotein inilah yang sebenarnya sering disalahartikan sebagai kolesterol. Lipoprotein yang menguntungkan atau biasa disebut kolesterol baik disebut lipoprotein densitas tinggi (HDL) karena kadar protein dominan dibandingkan lemak. Sedangkan lipoprotein merugikan atau disebut sebagai kolesterol jahat merupakan lipoprotein dengan kepadatan rendah (LDL) karena kadar lemak dominan dibandingkan protein.

Permasalahan yang timbul pada kondisi masyarakat modern adalah kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan dengan kalori tinggi namun nutrisi pendukung yang rendah, contohnya makanan cepat saji dan gorengan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh American Society for Nutrition tahun 2015, minyak sawit meningkatkan LDL sebesar 0,24 mmol / L dan HDL sebesar 0,02 mmol / L. Sebagai perbandingan, minyak nabati meningkatkan HDL sebesar 0,09 mmol / L. Secara kasar, perbandingan zat baik dan jahat dalam minyak sawit yang biasa dikonsumsi sehari - hari adalah 1 : 12.

Di Indonesia sendiri, kegemaran untuk mengkonsumsi makanan cepat saji dominan andingkan mengkonsumsi makanan sehat. Jurnal yang diterbitkan oleh Universitas Islam Bandung pada tahun 2023 menyebutkan bahwa 69% dari masyarakat mengkonsumsi cepat saji, dengan 33% diantaranya mengkonsumsi sebagai makan siang. Dengan tingkat konsumsi yang cukup tinggi, tidak mengherankan jika bisnis makanan cepat saji tumbuh 10% sampai 15% setiap tahunnya, dilansir dari Bisnis.com. Tidak mengherankan juga jika pengidap kolesterol di Indonesia mencapai 28% dari total populasi atau sekitar 77,1 juta pada tahun 2022. Jika makanan yang mengandung LDL terus dikonsumsi, tidak heran jika dalam waktu dekat kematian akan menghampiri. Contoh konkritnya sendiri, data dari WHO pada tahun 2019 mengenai penyebab kematian di Indonesia, stroke dan arteri koroner menduduki 2 peringkat atas dengan total 228 kematian per 100 ribu populasi. Kedua penyakit diatas merupakan hasil samping dari penyumbatan kolesterol di dalam pembuluh darah yang menghambat darah dalam menyuplai oksigen. Sehingga tidak heran jika kolesterol dijuluki sebagai malaikat maut abad 21.

Lalu, bagaimana cara supaya manusia bisa selamat dari malaikat maut abad 21 ini? Cara yang ditawarkan sebenarnya cukup mudah, yaitu dengan olahraga yang teratur; mengkonsumsi makanan yang kaya akan serat; dan mengganti sumber lemak jenuh menjadi lemak tak jenuh. Cara yang mudah sebenarnya, tetapi pada kenyataannya sangat sulit dilakukan. 

Data dari Kemenpora pada tahun 2022 menyatakan bahwa 76% masyarakat tergolong dalam kategori tidak bugar. Data dari Puslitbang Kementerian Kesehatan pada tahun 2019 menunjukkan kalau tingkat konsumsi serat masyarakat masih jauh dari angka yang diharapkan yaitu 10,5 gram per hari, padahal jumlah konsumsi serat ideal adalah 20 - 35 gram per hari. Terakhir, menurut data dari Statista pada tahun 2022/23, tingkat konsumsi minyak zaitun global hanya 2,48 juta metrik ton. Jika dilihat dari data - data yang ada dan pola hidup yang tidak berubah, sepertinya kolesterol masih akan menempati lagi tahta malaikat maut manusia abad 21 hingga 15 tahun ke depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun