Mohon tunggu...
Lionel ChristianoChan
Lionel ChristianoChan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Siswa

Juara 1 OSN, KSN, OSM.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kepercayaan pada Masa Praaksara dengan yang Sekarang

15 November 2022   13:23 Diperbarui: 15 November 2022   13:25 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tentunya sudah kita sudah tidak asing lagi dengan negara Indonesia yang penuh dengan keberagaman salah satunya adalah kepercayaan yang mereka percayai. Kepercayaan menurut KBBI adalah sesuatu yang kita percayai atau akui terhadap hal yang dianggap benar. Salah satu bentuk kepercayaan adalah agama semua orang pastinya memiliki agamanya masing-masing, tetapi juga ada yang percaya dengan roh atau jiwa, percaya pada kekuatan gaib, dan sebagainya. Pertanyaannya adalah dari mana asal kepercayaan tersebut sampai bisa dipercayai oleh manusia saat ini? Apakah dari mulut ke mulut? Atau mungkin semua kepercayaan yang ada tentunya tidak ada begitu saja dan membutuhkan proses yang sangat panjang sampai saat ini sampai bisa dipercayai hingga saat ini? Kepercayaan yang diakui atau dipercaya oleh setiap orang seharusnya memberikan pengaruh yang positif dan dapat saling membangun sebuah kerukunan baik satu kepercayaan ataupun tidak. Sayangnya  berita yang disiarkan memeperlihatkan masih banyak sekali diskriminasi, pengeboman tempat ibadah, korupsi, menyembah berhala, dan seterusnya. Hal ini juga masih dipertanyakan oleh masyarakat Indonesia, mengapa mereka sudah menganut kepercayaan, tetapi masih melakukan hal yang bertolak belakang? 

Kepercayan yang diakui oleh manusia berkembang dan dipengaruhi oleh perkembangan masa ke masa. Dimulai dari masa praaksara, pra yang berarti sebelum dan aksara yang artinya tulisan, adalah masa di mana mereka belum mengenal adanya tulisan, sehingga mereka tidak dapat berbahasa. Pada masa ini manusia masih menggunakan logam dan batu sebagai teknologi pada masa itu. Masa praksara terbagi menjadi dua masa, yaitu masa batu dan masa logam (perunggu). Terdapat 4 masa batu dimulai dari paleolitikum, mesolitikum, neolitikum, dan megalitikum. (Bahan ajar sejarah). 

Bermula dari masa paleolitikum atau masa batu tua, masa ini disebut masa batu tua karena alat peninggalannya berupa batu yang kasar. Pada masa ini manusianya masih primitif dan mereka masih fokus untuk mencari makanan di alam, sehingga mereka tidak memiliki kepercayaan sama sekali. Pada masa itu  mereka masih berpindah-pindah tempat atau nomaden untuk bertahan hidup. (Inews.id, 2022). 

 Setelah melewati masa paleolitikum mereka beranjak ke masa mesolitikum (batu tengah) yang telah mengalami percampuran dan mereka sudah memiliki tempat tinggal di gua walaupun hanya bersifat sementara. Masa mesolitikum adalah masa awal kepercayaan itu ada, yaitu animisme dan dinamisme, namun masih belum berkembang.  Menurut KBBI anismisme adalah kepercayaan kepada roh yang mendiami semua benda dan dinamisme adalah kepercayaan terhadap suatu kekuatan yang dapat menentukan keberhasilan atau tidak seseorang. Pada pasal 29 UUD 1945 dikatakan bahwa setiap penduduk wajib memeluk agamanya masing-masing dan beribadat untuk kepercayaan dan agamanya itu, dulunya pasal tersebut tidak ada jadi pada masa tersebut semua orang dibebaskan untuk beragama atau tidak. (Tirto.id, 2021). 

Perkembangan dan adaptasi terus berlanjut hingga masa neolitikum (batu muda) di mana teknologi dan kebudayaan pada masa itu cukup berkembang dan mereka juga mampu mengolah dan mengasah batu dengan baik, sehingga dulunya mereka memakan tumbuhan yang liar dan hanya berburu, namun pada masa neolitikum mereka sudah dapat untuk bercocok tanam, bertani, dan juga mereka mulai hidup menetap. Pada masa neolitikum kepercayaan mulai berkembang,  tetapi mereka masih berfokus pada bercocok tanam. Adapun juga pemimpin kelompok pada masa tersebut, kepala suku atau tetua adat dalam kelompok tersebut disebut sebagai primus interpares. (Bakai.uma, 2022).

Sampailah pada masa megalitikum (batu besar), pada masa ini manusianya sudah mulai berkembang dari yang sebelumnya. Mereka dapat memanfaatkan  batu besar yang ada dengan baik dan mereka juga mulai menyembah nenek moyang yang mereka percayai pada saat itu dengan membuat makanan di atas batu basah sebagai persembahan untuk nenek moyang mereka. Mereka menyebah nenek moyang mereka karena mereka percaya bahwa nenek moyanglah yang melindungi mereka dari ketinggian ataupun bencana alam yang terjadi, seperti gunung meletus, topan, dan lain lain. (Pinhome, 2022). 

Terakhir sampai pada masa perunggu atau masa perundagian. Perundagian diambil dari bahasa bali, yaitu undagi yang berarti kepandaian atau keterampilan pada suatu usaha yang dimiliki seseorang atau suatu kelompok. Masa perunggu adalah masa di mana perunggu banyak digunakan untuk membuat sesuatu. Pada masa ini mereka juga sudah bisa membangun rumah walalupun dari kayu dan juga adanya pekerjaan, seperti nelayan, petani, dan lain-lain. (Tirto.id, 2022)

Pada UUD bahwa kita perlu menunjukkan rasa kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, serta kita bebas untuk memilih kepercayaan. Pada UUD NRI Tahun 1945 Pasal 28 E Ayat (1) dikatakan, “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.” Hal ini juga didukung oleh UUD NRI Tahun 1945 Pasal 28 E Ayat (2) yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.” Pada pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa masa kini kita dibebaskan untuk memilih agama dan bebas beragama. Dalam beragama juga tidak boleh dipaksa dan harus dari dalam orangnya sendiri, karena agama merupakan hak asasi setiap manusia. (Yuyus, 2017, hal 69-70).

Undang-undang dasar juga menjamin masyarakat untuk bebas memeluk agama mereka masing-masing, negara Indonesia telah menetapkan hak beragama menjadi bagian dari hak asasi manusia yang perlu dihormati, dilindungi, dan dijamin oleh masyarakat ataupun pemerintah. Hak asasi manusia juga menjadi tanggung jawab bagi negara untuk melindungi, memajukan, menegakkan, serta memenuhi. Hal ini didukung oleh UUD Pasal 29 ayat (2) yang menyatakan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Pada pasal di atas juga mengharuskan peraturan perundangan ataupun kebijakan harus ada rasa keimanan pada Tuhan yang Maha Esa. (Pieter, hal 32). 

Seperti yang telah dijelaskan bahwa agama bebas dipilih oleh masyarakat Indonesia, tidak hanya itu masih perlu kita ketahui agama dalam kehidupan kita juga berfungsi untuk menjaga kesusilaan, mengatasi frustrasi, dan memuaskan rasa ingin tahu. Tidak hanya bagi kita sendiri namun juga hidup dalam bermasyarakat, tetapi kita balik lagi pada awal pembahasan kita bahwa masih banyak kasus-kasus, seperti diskriminasi, pengeboman tempat ibadah, dan lain lain. Bentuk aksi/tindakan yang kriminal dan tidak mencontohkan sifat orang beragama bisa dikatakan sebagai dosa. Dosa yang eksis mengakibatkan adanya degradasi pada makna “Trilogi Kerukunan Umat Beragama” Menurut KBBI trilogi adalah tiga hal yang saling berhubungan dan bergandung. Trilogi kerukunan umat beragama tersebut adalah kerukunan intern umat beragama, kerukunan antarumat beragama, dan kerukunan antarumat beragama dengan pemerintah. (Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, 2018).

Kasus nyata antarumat beragama, seperti bom bunuh diri yang terjadi pada Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo, Jawa Tengah. Pelaku bom bunuh diri di antara jemaat di dalam Gereja dan keluar setelah gereja usai, dikatakan pelaku meledakan bom tersebut saat berapa di depan pintu keluar. Aksi bom bunuh diri tersebut memakan korban berjumlah 24 orang di Rumah Sakit Dokter Oen baik rawat inap atau rawat jalan. Dari kasus di atas kita dapat menilai bahwa walaupun kita memiliki kepercayaan jalan untuk kita melakukan dosa masih terbuka bagi semua orang. Rasa ketamakan, rasa amarah, dan bahkan iri hati kepada agama yang lain mungkin bisa saja dimiliki oleh korban tersebut sehingga melakukan aksi pengeboman ini. Orang yang beragama tidak selalu berbuat, seperti apa yang dicontohkan. (Kementrian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, 2016).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun