Bicara soal hal yang bersifat ilmiah, mari kita bedah dulu apa maksud kata ilmiah itu. Mengutip dari KBBI metode ilmiah merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan disiplin satu ilmu tertentu. Metode ilmiah ini digunakan untuk membuktikan suatu kejadian yang dulunya dianggap tidak bisa dipecahkan secara logika, atau belum bisa terjelaskan karena memang pada masanya tingkat keilmuan masyarakat masih belum merata serta alat yang terbatsa sehingga ada kecenderungan menyambungkan kepada hal bersifat mistik/supranatural yang nanti berkembang menjadi mitos. Mitos ini nantinya berkembang secara pesat sampai akhirnya para filsuf di zaman Yunani menolak pada hal yang hanya bersifat mitos dengan mengedepankan penalaran.Â
Dari sini perilaku ilmiah mulai berkembang, meskipun menuai banyak penolakan pada awalnya. Melalui pendekatan secara ilmiah kita diajak agar tidak mudah percaya bahwa suatu hal memang terjadi disebabkan oleh hal hal yang bersifat mistis. Seiring perkembangan zaman metode ini disempurnakan oleh filsuf muslim (Ibnu Sina) yang juga seorang dokter untuk menguji suatu penyakit yang menjangkit seorang pasien, sehingga nanti pasien tersebut bisa di diagnosa seuai dengan pengobatan serta bisa megetahui cara penularan penyakit tersebut. Dan di zaman modern ini metode ilmiah sudah menjadi kebiasaan orang orang untuk mengukur tingkat kevalidan suatu kejadian serta informasi.Â
Tetapi cara pandang yang seperti itu masih belum menyentuh sebagian penduduk bumi. Sebagian percaya bahwa adanya wabah dikarenakan orang sekarang banyak melakukan dosa, sebagian lagi percaya bahwa ketika melakukan suatu tindakan yang tidak wajar di masyakaratnya menimbulkan bencana/balak. Sikap ini biasanya bisa ditemukan dimasayarakat yang masih terbelakang secara pendidikan. Dan merupakan suatu hal yang sulit ketika ingin merubah pola berpikir seperti itu. Tapi mari kita intropeksi diri, apakah anda sebagai orang kota sudah mempunyai pola pikir yang bersifat ilmiah???. Atau jangan bisa jadi hanya rumah saja yang di perkotaan tapi pola pikir tetap terpelosok??. Atau justru orang orang yang di pelosok itu yang sebenarnya jika ditinjau secar ailmiah memang sudah benar tetapi karena orang berilmu dikawasan tersebut sudah meninggal jadi hanya perilaku saja yang sebetulnya ilmiah akan tetapi mereka tidak mampu menjelaskan alasan melakukan hal tersebut karena referensi yang terbatas dan memang sengaja dihilangkan.
Saya mulai dari asal usul membangun candi saja. Sebelumnya saya minta maaf  kepada ahli sejarah karena ini memang bukan bidang keilmuan saya. Tetapi saya membaca dan membandingkan peritistiwa dibangunnya candi. Ada 2 candi di indonesia yang lumayan terkenal yaitu Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Dua candi tersebut mempunyai cerita pembangunan yang berbeda. Yang satu diceritakan dibangun dalam waktu lama selama beberapa periode masa jabatan Raja. Yang satu lagi diceritakan hanya dibangun dalam waktu satu malam.Â
Ada satu hal yang selama ini kita kesampingkan baik dari sisi kaum terpelajar maupun yang kurang tepelajar. Yaitu apakah selama ini sudah pernah ditemukan kitab tentang seni arsitekur pembangunan candi. Kita harus beripikir secara rasional bahwa mustahil membangun candi hanya dalam tempo satu malam saja. Dan mustahil juga jika candi sebesar Borobudur tidak ada konsep arsitekturalnya/blueprint desain candi Borobudur.Â
Mari bayangkan jika Borobudur hanya dibangun berdasarkan kata kata atau gambaran yang ada di dipikiran mandor bangunan atau si pencetus pembangunan. Padahal bangunan yang sudah dikonsep dan sudah ada gambaran secara matang saja terkadang masih ada seilish pendapat antara si pembuat desain dengan si mandor. Apalagi kalau mitos yang berkembang bahwa sebuah candi dibangun hanya 1 malam. Harusnya kita berpikir bahwa mungkin bisa saja tercipta dalam satu malam, tetapi dengan dasar ilmiah bahwa pada masa itu mungki sudah ada teknologi yang mutakhir sehnigga memungkinkan suatu bangunan tercipta hanya dalam waktu sebentar. Menurut saya ini lebih rasional.Â
Bukan berpedoman pada mitos yang mengatakan bahwa candi tersebut dibangun oleh makhluk halus dan semacamnya. Menurut saya ini cukup relevan, karena jika berpedoman pada agama sekalipun, di zaman Nabi Sulaiman sudah ada teknologi yang memindahkan sebuah singgsana besar hanya dalam waktu sekejap saja. Dan disebutkan dalam cerita tersebut bahwa yang melakukan itu adalah manusia (orang alim/berilmu) bukan Jin. Jadi ini juga menolak hipotesis bahwa selama ini bangsa Jin lebih maju dari manusia. Dan kalau kita sepakat kalau prambanan dibangun oleh bangsa Jin dalam waktu singkat, itu artinya kita mengakui keunggulan bangsa Jin di bidang teknologi.Â
Yang menjadi fokus perhatian kita adalah pertama harus meyakini bahwa memang ada konsep arsitektural bangunan di nusantara tak hanya candi tetapi juga rumah adat yang juga mempunyai nilai filosofis. Kedua kita harus menanyakan "kemana selama ini konsepsi atau kitab kitab yang membahas sisi sains peradaban nusantara, karena selama ini hanya kitab yang membahsa tentang sastra dan tata negara yang ditemukan (atau mungkin sejauh ini belum diekspos ke publik atau memang belum diketemukan, sejauh saya menulis belum ada kitab yang menyebutkan perkembangan sains nusantara). Yang ketiga kita harus yakin bahwa nenek moyang kita membangun sebuah peradaban tidak hanya melulu berdasar pada hal hal yang bersifat metafisika (non fisik) saja, tetapi juga menggabungkan kedua unsur yaitu metafisik dan unsur fisik (sains). Oke dari sini harusnya kita sudah sepakat kalau bangsa Indonesia adalah bangsa yang sanggup menggabungkan 2 unsur dan bisa dikatakan punya tradisi ilmiah. Dan mungkin ini penyebab kemajuan peradaban nenek moyang kita, yang sanggup melanglang buana sampai ke Madagaskar bahkan Jerman.
Selanjutnya kita bahas tentang perkembangan tradisi ilmiah di masa sekarang. Sebetuulnya banyak sekali hal yang mencerminkan degradasi peradaban manusia nusantara saat ini. Contoh kecil saja masalah hoax. Peristiwa tersebut dikarenakan kita sebagai manusia nusantara sudah kehilangan kemampuan berpikir yang berpedoman pada kerangka ilmiah. Sehingga ketika ada informasi yang masuk atau kita baca, kita tidak melakukan analisa terlebih dulu, lalu kita percaya informasi tidak jelas tersebut dan parahnya lagi kita sebar ke orang orang terdekat kita, diperparah lagi dengan orang orang tersebut ikut percaya dengan apa yang  kita sebar.Â
Sehingga ini membentuk suatu lingkaran, ya sebut saja lingkaran non ilmiah. Lalau kalau kita tinjau lagi sebetulnya apa yang menyebabkan hoax??, apakah salah bagi penyebar ? (memang iya) tetapi siapakah pembuat informasi tersebut??. Kita pasti masih ingat peristiwa salah satu orang di KPAI yang berkata bahwa berenang bisa menimbulkan kehamilan kalau ada perempuan dan laki laki dalam satu kolam renang. Nahh ini menurut saya juga merupakan hoax, dan merupakan pemicu masalah hoax. Beliau membuat suatu pernyataan yang tidak sesuai bidang keilmuan beliau dan langsung membuat pernyataan dengan hipotesis yang belum pasti (katanya spermatozoa yang kuat bisa sampai menembus baju si perempuan dan dikhawatirkan bisa terjadi fertilisasi).Â
Parahnya lagi ini dilakukan oleh public figure. Bukan hanya beliau juga yang salah, ketika kita lihat banyak orang ribut masalah kebijakan pemerintah, banyak yang angkat bicara  tetapi dengan fakta fakta yang minim, bahkan ada yang sekedar nyinyir saja tampa memberikan fakta. Padahal secara dasar keilmua saja mereka tidak punya, belajar politik, administrasi negara dan baca UUD saja tidak, atau mungkin pancasila tidak hafal, tapi ikut berceloteh masalah kebijakan pemerintah dan kenegraan. Saran saya temukan dulu fakta nya, jangan hanya didasarkan "katanya" saja, kedua pelajari secara sekilas saja dasar keilmuan mengenai pernyataan yang akan kita buat, kemudian dibingkai dengan kata kata yang sebisanya tidak menyinggung seseorang atau kelompok, baru bisa kita keluarkan pernyataan tersebut ke publik.Â
Yang saya ingin tekankan bahwa saya mewakili generasi milennial menyarankan agar teman teman sesama generasi milennial supya meningkatkan cara berfikir yang ilmiah . Selain itu bukan hanya aspek yang bersifat rasio saja yang kita pertimbangkan tetapi aspek metafisika (non fisik) yang tidak bisa diukur dengan rasio juga kita kembangkan seperti nenek moyang kita yang mampu memeadukan kedua aspek ini. Sedikit mengutip dari filsuf terkenal di zaman modern ini, yaitu Sayyed Hossein Naser berliau berkata " apa yang disebut kemajuan peradaban di masa modern ini sebetulnya adalah sebuah kemunduran, karena manusia sekarang hanya berpedoman pada hal hal yang  bersifat rasio saja, sedangkan hal hal yang bersifat merafisik tidak diperhatikan bahkan cebderung dihilangkan". Terakhir  sedikit contoh tentang hal yang bersifat metafisik. Kalau menurut saya perasaan kepada orang lain itu juga metafisik karena kita tidak punya ukuran untuk menggambarkan berapa bilangan ketika menyukai seseorang, dan kita hanya mampu mengungkapkan lewat sastra bukan matematika (saya bukan ingin mengkerdilkan matematika tetapi berusaha menempatkan keilmuan sesuai tempat).  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H