Â
  Halo sobat Kompasianer, kembali lagi bersama saya Lio Marcelino, dalam artikel saya kali ini saya akan membahas mengenai sesuatu yang lagi trending dibicarakan di internet yaitu paradoks Indonesia: Religius tapi nakal. Sebelumnya saya mau jelasin dikit tentang apa itu paradoks, jadi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), paradoks adalah pernyataan yang seolah-olah bertentangan (berlawanan) dengan pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran. Nah lalu sekarang barulah kita sama-sama akan mengupas paradoks Indonesia: Religius tapi nakal di artikel saya berikut ini.Â
  Jadi pada umumnya ketika masyarakat mengategorikan orang yang religius pasti akan selalu dikategorikan sebagai orang yang alim dan mampu secara baik terhindar dari perilaku yang menyimpang dari ajaran agama, ya sebenarnya itu tidak salah sih, walaupun demikian kita sebagai manusia kan tidak luput dari dosa sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa seorang yang religius pun juga pernah melakukan hal yang "nakal".Â
  Jelas pernyataan tersebut bisa mengenai siapa saja termasuk di sini adalah warga negara Indonesia sendiri. Nah jadi menurut survei yang dilakukan di tahun 2024 dari Seasia Stats, mencatat bahwa Indonesia menempati urutan ke-7 sebagai negara paling religius di dunia sehingga dengan begini berarti menjadi indikator bahwa banyak sekali masyarakat di Indonesia yang memang melek agama serta memiliki lingkungan masyarakat yang kental terhadap ajaran agama sedari dini.Â
  Tetapi mirisnya ada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2020 menunjukkan bahwa meskipun 87,2% responden mengaku beragama dan aktif dalam kegiatan keagamaan, namun ada lebih dari 50% dari mereka yang mengakui pernah terlibat dalam perilaku yang dianggap tidak sesuai dengan norma agama, seperti berbohong, berzina, atau berpartisipasi dalam perjudian.Â
  Setelah itu menurut Hasil survei dari Drone Empirit menunjukkan Indonesia sebagai negara paling banyak pemain judi online Slot dan Judi Gacor dengan jumlah mencapai kurang lebih 201.122 orang.
  Selanjutnya Microsoft pernah merilis "Indeks Keberadaban Digital" atau bahasa Inggrisnya "Digital Civility Index" yang menunjukkan tingkat keberadaban pengguna internet atau netizen sepanjang tahun 2020. Hasilnya memprihatinkan karena menunjukkan bahwa tingkat keberadaban (civility) netizen Indonesia sangat rendah. Laporan yang didasarkan atas survei pada 16.000 responden di 32 negara tersebut antara April-Mei 2020 itu menunjukkan Indonesia ada di peringkat ke-29 sebagai negara dengan netizen yang paling tidak beradab di dunia. Keberadaban yang dimaksud dalam laporan ini terkait dengan perilaku netizen ketika berselancar di dunia maya dan aplikasi media sosial, termasuk risiko terjadinya penyebarluasan berita bohong atau hoaks, ujaran kebencian atau hate speech, diskriminasi, misogini, cyberbullying, trolling atau tindakan yang sengaja diperbuat untuk memancing kemarahan, micro-aggression atau tindakan pelecehan terhadap kelompok marginal (kelompok etnis atau agama tertentu, perempuan, kelompok difabel, kelompok LGBTQ dan lainnya) hingga ke penipuan, doxing atau menyebarkan data pribadi orang lain tanpa seizinnya untuk di dunia maya guna mengganggu atau merusak reputasi seseorang, hingga rekrutmen kegiatan radikal dan teror, serta pornografi.
  Kemudian menurut survei dari Statista yang diadakan di bulan Januari tahun 2024 menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara ke-2 dengan lalu lintas web ke pornhub terbanyak di dunia dengan jumlah mencapai hampir 765 juta kunjungan ke web tersebut.
  Belum lagi misalnya, survei oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbang Kesehatan) pada tahun 2021 menemukan bahwa 30% remaja di Indonesia terlibat dalam perilaku merokok dan 20% terlibat dalam hubungan seksual di luar nikah, meskipun mereka berasal dari latar belakang yang religius.
  Kesimpulannya, orang yang beriman belum tentu beradab, orang yang membaca kitab sucinya belum tentu memahaminya, dan orang yang mempelajari ajaran agamanya belum tentu mempraktikkan atau mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sekian terima kasih, mohon maaf apabila saya ada kesalahan kata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H