Mohon tunggu...
Lio Marcelino alumnus Satulis
Lio Marcelino alumnus Satulis Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar sekolah

Saya adalah siswa sigma yang mengikuti tantangan dari guru saya yang define aura untuk menulis selama sebulan di akun blog Kompasiana looksmaxxing. Hobi saya adalah bermain permainan video games, yapping, mewing, rizz, dan membaca buku, namun topik pembahasan konten favorit saya ialah tentang sejarah atau politik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tali Sepatu

8 Oktober 2024   18:57 Diperbarui: 8 Oktober 2024   18:58 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di suatu sore yang sejuk. Darren, Mulyono, dan George memutuskan untuk jalan-jalan bersama di taman terdekat. George dan Darren berencana untuk menjahili Mulyono. "Mulyono tali sepatu kamu lepas" seru Darren sambil tersenyum iseng. Tanpa curiga, Mulyono pun langsung menunduk untuk melihat. la menggeleng-gelengkan kepalanya dan tersenyum tipis, Mulyono menerima keusilan mereka dengan lapang dada, tawa George dan Darren menggelegar di seluruh isi taman itu yang sedang sunyi. Kenyataannya, tali sepatu Mulyono tidaklah lepas dan masih terikat dengan rapi.

Bertahun - tahun berlalu, kini Mulyono lebih serius bermain berdua bersama Darren. Pada suatu hari yang serupa, mereka berjalan di taman yang sama, mengenang masa lalu. Mulyono tak pernah melupakan kejadian dahulu. la tersenyum kecil dan memutuskan untuk membalaskan dendam. "Darren tali sepatu mu lepas." Ujarnya dengan santai. Darren yang heran pun spontan menunduk dan mencari talinya yang konon lepas itu.

Namun apa yang ia lihat adalah kakinya yang sudah buntung akibat kecelakaan yang menimpanya sebulan yang lalu. Tidak ada sepatu maupun talinya, tawa Mulyono terlanjur terbahak-bahak. Darren menggaruk kepalanya sembari mengatakan bahwa kakinya sudah buntung akibat kecelakaan yang dialaminya sebulan yang lalu. Sontak Lio pun terdiam dalam seribu bahasa dan tawanya yang penuh kepuasan, kini terasa hampa di dadanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun