Ilmuwan yang telah mempersembahkan karya-karya yang tidak terbatas kemajemukannya, seperti dalam catatan Ibnu Rusyd seorang filosof muslim dan juga dikenal dengan ahli Fiqih "jangan takut belajar filsafat, karena puncak tertinggi dalam filsafat adalah syariat atau Tuhan". Karena dogma yang begitu kaku dari desa kelahiran, saat itu skeptis bertanya, apakah benar seperti itu?
Seorang Teolog yang kental dengan fiqihnya menjawab persoalan filsafat, bersiap-siaplah akan muncul stigma-stigma tentangnya. Aku mulai membiasakan membuka literatur buku-buku seri kecil. Sebetulnya kegiatan membaca ini adalah hal yang tidak pernah aku sukai, tetapi karena keragu-raguanku itu memaksaku harus membaca. Apa aku masuk ke lembah yang hitam, sampai orang segitunya dengan hal ini.
Teringat saat seorang da'i muda doctoral, berceramah di youtube, ada kata-kata yang menarik darinya "tanyakan sesuatu itu kepada ahlinya, saat kalian tanya ilmu kedokteran kepada seorang dukun, habislah diserang si dokter tersebut."Â
Sebenarnya selama ini pertanyaan itu salah tertuju, tidak kepada yang ahli ditanyakan, maka timbul pernyataan yang tidak objektif. Sebetulnya filsafat ini adalah senjata, kalau kita melihat saksama buku karya Franz Magnis Suseno yang berjudul "Filsafat sebagai ilmu kritis" maka akan terlihat pencapaian apa saja yang telah dilahirkan dari filsafat tersebut, salah satunya yang dipelopori oleh ideolog, filsafat politik yang berhasil mengguncang dunia.
Urgensi filsafat ini apa? "Menambah daya kritis, jika dengan agama, filsafat bergerak sebagai daya krititisme yang membuat agama bukan hanya sekedar dogma saja, tetapi bukti kerasionalannya wahyu atau kitab suci. Jika filsafat diharamkan, maka haramlah semua ilmu pengetahuan, karena sejatinya the mother of science. Maka, apapun yang dilahirkan oleh A akan haram" Tutut doctoral filsafat atau dosen filsafat.
Dan pesanku kepada yang membaca ini jangan takut belajar apapun, membaca apapun, berguru kepada siapapun. Asal tidak mudah masuk angin. Sampai kapanpun umat ini tidak akan maju jika memiliki sikap fatalistis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H