Mohon tunggu...
Lin Lintariyah
Lin Lintariyah Mohon Tunggu... Guru - pekerja tangguh

suka hal unik asyik dan menarik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jejak Kebhinekaan: Beragam Upacara Ritual di Padepokan Agung Sanghyangjati Gunung Selok Cilacap

25 November 2023   08:18 Diperbarui: 27 November 2023   13:16 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padepokan Agung Sanghyangjati berada di kawasan wisata alam Gunung Selok, Adipala, Kabupaten Cilacap di sebelah barat Gunung Srandil di desa Karangbenda kecamatan Adipala kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Padepokan atau tempat spiritual ini didirikan oleh Sanghyang Jati, YM Bhante Darmatedja yang berada diatas gunung Selok tidak jauh dari Pantai Sodong, bertujuan sebagai tempat meditasi, spiritual dan sosial budaya serta untuk mengembangkan Dharma agar memberi manfaat yang tiada batas bagi umat manusia dan dunia.

Di dalam padepokan terdapat Monumen Garuda Pelindung NKRI setinggi sekitar sembilan meter sebagai simbol perekat persatuan dan kesatuan masyarakat serta menjadi lambang penyemangat bagi kita semua untuk hidup rukun, menghormati satu sama lain, dan saling menolong tanpa melihat perbedaan. Monumen ini berwujud sebuah patung garuda dengan kedua tangan mencengkeram erat lambang Bhinneka Tunggal Ika, serta di bagian jantungnya terpampang Pancasila, monument tersebut diresmikan oleh PLT Gubernur Jawa Tengah Drs. Heru Sudjatmoko pada tanggal 14 maret 2018.

Bertempat di Padepokan Agung Sanghyang Jati ratusan umat Budha berkumpul di Pendopo Dhama Agung Sejati pada hari - hari tertentu, untuk melakukan kegiatan ritual Puja Bhakti memohon Kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selalu diberikan kesehatan dan keselamatan, kelimpahan rejeki dan keberkahan serta dijauhkan dari segala marabahaya.

Acara ritual malam jumat kliwon atau selasa kliwon misalnya merupakan sebuah acara rutin yang dilakukan oleh Padepokan Agung Sanghyangjati sebagai suatu acara tradisi. Dimana dalam prosesi tersebut para peserta dapat mengambil air dan membersihkan diri di Sendang Bidadari Dewi Nawang Wulan yang berada di sekitar wilayah Padepokan Agung Sanghyang Jati.

Ritual suci jamasan benda -- benda pusaka peninggalan leluhur. Berupa penyucian terhadap senjata senjata zaman dahulu yang memiliki nilai histories tinggi seperti keris, pedang maupun benda lainnya yang mana benda benda tersebut dipercaya datang sendiri secara ghaib ke padepokan tersebut. Kegiatan ini dilakukan pada bulan Suro atau 1 Muharam setiap satu tahun sekali.

Prosesi larung sesaji ke Pantai Selatan yang dilakukan sebagai simbol pelepasan sifat-sifat jahat agar manusia bisa mengembangkan akhlak dan budi pekerti yang luhur seperti yang terdapat dalam kisah Babad Tanah Jawa. Ritual ini bermula dari perayaan tahun baru jawa 1 Suro tahun 1948 yang dipimpin oleh pengasuh Padepokan Agung Sanghyangjati, Bhante Dharma Tedjo dan pagelaran kesenian di Vihara Tri Ratna, Manggala Giri gunung Srandil desa Glempar Pasir Adipala Cilacap.

Acara puncak perayaan Tri Suci Waisak dilaksanakan dengan menggelar kirab obor dari padepokan Agung Sanghyang Jati Gunung Selok menuju Vihara Triratna Gunung Srandil, pelepasan lampion Waisak dan Pagelaran Seni Budaya Wayang Kulit semalem suntuk oleh Ki Dalang setempat dengan Mengambil lakon " Bima Ngaji" sebuah cerita pengembaraan spiritual Sang Lakon Bima dalam mencari Tirta Perwita Sari atau air suci kehidupan yang menghantarkan Sang Bima bertemu dengan sosok Dewa Ruci di dalam Samudera yang terdalam yang akhirnya menemukan kesejatian Pencerahan Kehidupan.

Berbagai kegiatan ritual keagamaan dan kepercayaan yang berlangsung secara rutin di Padepokan Agung Sanghyangjati begitu membawa pengaruh besar dalam hubungan keberlangsungan hidup antara masyarakat dan lingkungan sekitar, memperkaya identitas kultural, mempromosikan keragaman, memperkuat ikatan sosial dan memberikan warisan nilai dan tradisi yang dapat diwariskan dari generasi ke generasi selain itu munculnya berbagai perayaan juga mampu membentuk ekspresi kreatif dan sarana untuk memahami dan menghargai berbagai perbedaan antar individu dan kelompok.

Apalagi dalam perayaan berbagai acara ini dihadiri dan dikunjungi oleh tamu dari berbagai pelosok tanah air. Kebanyakan dari mereka merupakan orang Jawa yang tinggal di luar Jawa, bahkan ada pula yang sengaja pulang dari perantauannya di luar negeri. Selain ziarah mereka juga melakukan upacara spiritual yang lain, seperti menyepi atau semedi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun