Mohon tunggu...
Lintang Chandra
Lintang Chandra Mohon Tunggu... -

Seorang pemikir bebas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Koreksi Busana Adat Jawa Timuran

27 Mei 2015   05:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:33 1619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1432677739233110947

Dalam beberapa forum komunitas sejarah Jawa Timuran, saya mengkritik pemilihan busana adat Jawa Timur sebagaimana yang diakui secara umum saat ini. Entah dari mana awalnya, tetapi yang jelas sejak saya SD sampai sekarang selalu saja gambaran busana adat Jawa Timur adalah busana "Suroboyoan" ala Wak Sakerah. Busana tersebut sangat simpel, berupa kombinasi kaos oblong lorek-lorek, dengan kemeja polos dan celana kolor hitam, mirip yang biasa digunakan oleh Blantik Sapi atau seniman Reog Jaranan.

Bukannya saya bermaksud merendahkan kesenian rakyat Madura atau Surabaya, tetapi hendaknya pemilihan busana adat lokal mengusung model yang paling representatif, yaitu memiliki riwayat sejarah yang dominan pada kawasan tersebut. Selain itu perlu dipertimbangkan pula aspek kepatutan ditinjau dari estetika dan kelas busana adat. Tentu lebih mudah diterima bahwa busana adat itu identik dengan busana kelas bangsawan ketimbang busana untuk pergi ke pasar.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam rentang sejarah Jawa Timur, riwayat kesejarahannya didominasi oleh 3 kerajaan besar, yaitu Kerajaan Kediri, Kerajaan Singosari dan Kerajaan Majapahit. Barulah pada era Jawa Baru, masuklah pengaruh budaya dari Kerajaan Mataram Islam dari Jawa Tengah.

Semestinya pemilihan busana adat Jawa Timur mengacu pada busana bangsawan dari Kediri, Singosari dan Majapahit. Jika mau agak mundur ke era Mataram Islam juga boleh-boleh saja, yaitu menggunakan busana adat bangsawan Keraton Solo atau Jogja, tapi dikhawatirkan nanti akan tumpang tindih dengan busana adat Jawa Tengah, sehingga tidak jelas ciri khasnya.

Apapun pilihan model busana adat berdasarkan busana bangsawan kerajaan di atas jelas jauh lebih baik daripada busana ala blantik sapi yang sekarang banyak dipublikasikan sebagai ikon busana adat Jawa Timur. Koreksi busana adat ini penting demi mengembalikan lagi memori masyarakat Jawa Timur tentang kebesaran sejarah leluhurnya.

Menurut pendapat saya, dominasi kultur Surabaya atas Jawa Timur pada era modern saat ini berpengaruh besar pada pemiskinan potensi-potensi sejarah Jawa Timur itu sendiri. Harus diakui bahwa Surabaya, kendati berstatus sebagai ibu kota propinsi, adalah wilayah yang paling miskin jejak sejarah kuno di Jawa Timur. Maka pemilihan atribut lokal Suroboyoan sebagai representasi budaya Jawa Timur saya rasa perlu dikoreksi kembali. Mungkin busana adat tampaknya sepele untuk dibahas, tapi tanpa disadari busana adat jelas mencerminkan kebesaran peradaban. Dan tentu saja peradaban Jawa Timur jauh lebih agung untuk dicerminkan melalui busana blantik sapi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun