wayang kulit dari Desa Pundungsari, Kecamatan Bulu, Kabupaten Sukoharjo, menjadi penjaga tradisi seni wayang kulit. Melalui tangan terampil dan dedikasinya, seni ini tidak hanya bertahan tetapi juga menjadi medium untuk memahami identitas budaya.
Di tengah arus modernisasi yang sering kali melupakan tradisi, ada sosok yang tetap setia menjaga warisan budaya Nusantara. Mbah Joko, seorang dalang dan perajinPerjalanan Mbah Joko
Mbah Joko lahir dan besar di lingkungan yang kaya akan tradisi seni. Keterampilannya sebagai perajin tumbuh dari keinginan untuk mendalami setiap detail tokoh-tokoh dalam cerita wayang. Selain membuat wayang, Mbah Joko juga seorang dalang yang sering tampil di berbagai acara tradisional, seperti Bersih Desa maupun acara lainnnya.
Menurut Mbah Joko, wayang kulit adalah lebih dari sekadar seni pertunjukan. "Wayang itu kehidupan. Semua ada di sana, dari ajaran moral, filosofi, hingga hiburan," ujarnya dalam wawancara singkat. Dedikasi ini terlihat dalam cara ia menyampaikan cerita dengan penuh emosi dan penghayatan.
Proses Pembuatan Wayang Kulit
Sebagai perajin, Mbah Joko menggunakan kulit kerbau, sapi, dan kambing sebagai bahan dasar wayang. Proses pembuatan dimulai dari pengeringan kulit hingga pengukiran detail. "Setiap wayang punya karakter unik. Kita harus sabar dan teliti agar hasilnya bisa hidup di pentas," jelasnya.
Membuat satu wayang bisa memakan waktu berminggu-minggu. Detail ukiran menjadi ciri khas karya Mbah Joko, yang dikenal memiliki gaya tradisional khas Surakarta. Ia juga sering menerima pesanan khusus dari kolektor dan komunitas seni.
Tantangan yang Dihadapi
Namun, perjalanan Mbah Joko tidak tanpa hambatan. Ia menghadapi tantangan dalam mendapatkan bahan baku berkualitas, biaya produksi yang tinggi, dan menurunnya minat generasi muda terhadap wayang kulit. "Anak-anak sekarang lebih suka gadget daripada wayang. Padahal, wayang ini adalah cerminan kehidupan," katanya
Menghidupkan Warisan Budaya
Keberadaan Mbah Joko sebagai dalang dan perajin wayang kulit adalah bukti bahwa seni tradisional bisa bertahan di tengah perubahan zaman. Ia percaya bahwa pendidikan budaya sejak dini adalah kunci untuk melestarikan tradisi ini. "Kalau anak-anak sudah mengenal wayang sejak kecil, mereka akan menghargainya saat besar," ujar Mbah Joko.