Lintang Alya Khansa 191510901019
Indonesia merupakan negara agraris dengan jumlah penduduk terbesar ke-tiga di dunia. Fakta tersebut menempatkan pertanian sebagai salah satu sektor yang berperan penting dalam menggerakkan roda perekonomian serta pembangunan nasional. Menurut data BPS pada tahun 2017, sektor pertanian  berada di urutan kedua sebagai penyumbang PDB terbesar, yakni sebesar 13,26%.Â
Mengingat sektor pertanian berkaitan erat  dengan ketahanan pangan suatu bangsa, semakin memperkuat sektor ini pada posisi startegis bagi pembangunan nasional. Tentunya hal tersebut tidak terlepas dari beberapa faktor, seperti kondisi geografis, sumberdaya manusia, permintaan dan penawaran, budidaya, permodalan, kebijakan pemerintah, dsb.
Mendengar kata "pertanian", mungkin hal yang terlintas di benak mayoritas orang adalah padi. Komoditas yang memiliki nama latin Oryza sativa ini merupakan bahan baku makanan pokok rakyat Indonesia. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun, grafik permintaan kebutuhan pangan khususnya komoditas padi megalami peningkatan. Namun, hal tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan beras di pasar lokal.Â
Pemerintah melakukan impor guna menutupi kebutuhan pangan masyarakat. Fakta bahwa pemerintah masih mengandalkan impor beras telah mencoreng hakikat negara agraris yang telah lama melekat pada negara Indonesia.Â
Keputusan untuk melakukan impor dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, seperti lahan untuk keperluan pertanian yang semakin berkurang, cuaca yang tidak menentu, kurangnya tenaga kerja di sektor pertanian, Â kendala faktor produksi, dsb. Melihat beberapa kendala seperti pemaparan di atas, perlu dilakukan usaha-usaha yang bersinergi antara masyarakat Indonesia dan pemerintah untuk kembali memperkuat roda perekonomian dan pembangunan nasional melalui sektor pertanian.
Permasalahan mengenai lahan pertanian yang semakin tergerus oleh pemukiman warga maupun bangunan industrial merupakan permasalahan yang nampaknya tak kunjung menemui solusi. Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian akan menyebabkan efek domino yang negatif bagi beberapa aspek, mengingat lahan pertanian memiliki fungsi yang luas.Â
Misalnya aspek ekonomi dan sosial  akan berimbas pada menurunnya kesempatan kerja serta pendapatan petani, sedangkan pada aspek lingkungan akan mengakibatkan produktivitas lahan pertanian kian menurun. Jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun akan diikuti dengan peningkatan kebutuhan sandang, pangan, dan papan.Â
Di satu sisi, pemenuhan kebutuhan pangan menghendaki sektor pertanian mampu menghasilkan komoditas dengan kualitas serta kuantitas optimal, sedangkan di sisi lain juga dibutuhkan industrial untuk mengelola pangan, sandang, serta kebutuhan sekunder atau tersier yang lain. Keseimbangan antara lahan pertanian dengan lahan industri dapat tercipta apabila jumlah penduduk tidak terus membludak. Hal yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan menggencarkan program keluarga berencana  atau yang lebih dikenal dengan program KB (Rosidah dkk, 2019)
Permasalahan lain di sektor pertanian yang kerap ditemui adalah iklim  serta cuaca yang tidak menentu. Hal tersebut mengakibatkan petani terancam puso atau gagal panen. Apabila petani terpaksa melakukan pemanenan, maka komoditas yang dihasilkan kurang optimal baik mutu maupun jumlahnya.Â
Hal tersebut tidak hanya merugikan petani, namun masyarakat juga merasa rugi karena stok produk pertanian di pasaran semakin langka,  sehingga harga produk melambung tinggi. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi permasalahan tersebut yaitu dengan menugaskan para penyuluh pertanian ke setiap desa untuk memberikan  pembinaan kepada para petani mengenai bagaimana cara  mengatasi perubahan cuaca yang tidak menentu, seperti pembuatan saluran  irigasi yang baik dan benar, pemanfaatan pupuk dan obat-obatan sesuai dosis untuk menganggulangi  serangan hama dan penyakit, dsb.Â