Baru-baru ini tersebar kabar ada pasien yang ditolak oleh tujuh RS di Kota Bekasi. Dia adalah warga Medansatria. Namanya Renny Wahyuni. Usianya 36 tahun. Perempuan itu akhirnya dilarikan ke RS Koja, Jakarta Utara. Di Rumah sakit itulah akhirnya dia memperoleh pertolongan. Naas baginya, anak yang dalam kandungan sudah tidak tertolong (fajar.co.id, 15/06/2017).
Kejadian ini sungguh memprihatinkan. Bagaimana sebuah persoalan menyangkut hidup mati seseorang bisa berakhir seperti ini, tak tertolong? Bagaimana sebuah rumah sakit yang seharusnya mampu memberi pelayanan yang baik bagi masyarakat, yang seharusnya mampu bertindak cepat menangani pasien, justru menolak? Ini tidak berarti mengingkari suatu keyakinan bahwa kepastian ajal tidak ada yang bisa merubahnya. Tapi dalam pikiran yang penuh kemanusiaan, seharusnya sikap-sikap atau tindakan-tindakan cepat penanganan mutlak diperlukan.
Siapapun, dengan rasa kemanusiaannya, bakal menyesalkan kenapa kejadian bisa terjadi? Nurani publik terpantik untuk turut berbicara dan menuntut agar hal-hal yang seperti ini tidak terulang kembali. Pemerintah bersikap tegas merespon persoalan ini. Puan Maharani menegaskan bahwa rumah sakit harusnya memiliki kepekaan untuk bertindak cepat melayani pasien-pasien yang membutuhkan layanan darurat. Rumah sakit harus memprioritaskan pelayanan bagi peserta BPJS yang membutuhkan penanganan darurat. Oleh sebab itu, penting bagi rumah sakit untuk bisa mengembangkan kepekaan ini.
Atas kejadian ini, tentu saja siapapun terutama Puan sebagai yang bertanggung jawab atas persoalaan manusia Indonesia, bersikap tegas. Dia merespon dengan ingin mengklarifikasi direktur utama BPJS. Dia akan berkoordinasi dengan menteri kesehatan.
Kejadian penolakan dari berbagai kasus memang tidak jarang terjadi. Penolakan-penolakan itu memang disebabkan oleh berbagai faktor: barangkali karena kelengkapan data peserta BPJS yang kurang, ketersediaan sarana rumah sakit yang tidak mendukung dan lainnya. Puan Maharani menegaskan seharusnya peserta BPJS yang sudah memiliki data yang lengkap tidak ditolak. Jika yang terjadi adalah rumah sakit tidak memiliki ketersediaan sarana untuk melayani pasien tersebut, seharusnya pihak rumah sakit segera bertindak cepat dengan memberikan rujukan (fajar.co.id, 15/06/2017).
Tindakan secepat mungkin seperti itu bisa memungkinkan meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H