Mohon tunggu...
Kensha Hadima
Kensha Hadima Mohon Tunggu... wiraswasta -

Kata itu ibarat pedang, dia bisa membunuhmu, juga bisa membuatmu hidup. Semua itu adalah pilihanmu

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Di Tengah Live Pelajar Baku Hantam

22 Desember 2013   15:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:37 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Serperti biasa, aku sedang istirahat duduk di sebuah pintu gerbang sebuahsekolahan. Ketika hendak beranjak, aku lihat dua buah motor datang. Yang satu sendirian, yang kedua berboncengan membawa seorang anak kecil. Belum ada dua tahun.Cewek yang berboncengan itu masih mengenakan pakaian olahraga. Jam segini memang masih jam sekolah. Dari wajahnya kedua cewek yang berboncengantampak sedang resah memandang ke belakang. Seperti ada yang sedang diamati. Sempat terpikir bahwa bisa jadi itu sebuah penculikan anak, karena waktu berbarengan dengan bubarnya anak anak TK.

Aku yang mestinya segera pergi, menyempatkan diri menungguapa yang akan terjadi. Rasa penasaran cewek sekolah membawa bayi kecil masih menggelayuti. Tidak berapa lama, muncul sebuah sepeda motor dengan pelajar putrid berboncengan. Masih dengan seragam sekolahnya, tapi sekolah yang berbeda dengan yang pertama. Ketiganya aku tidak merasa nyaman, karena sering melihat hilir mudik. Sehari itu saja sudah tiga kali melihat sebelumnya. Seorang di depan agak gemuk, roknya mini sekitar setenhah paha. Yang kedua kecil, mengenakan sweater, berambut panjang danrok panjang. Yang ketiga berpakaian biasanya.

Ketika mereka datang, aku pikir, mereka adalah teman temannya. Ternyata aku salah. Awal kedatanganketiga yang datang belakangan, gadis bertubuh kecilberteriak, “haloo mbak yang unyu unyu, dan masih perawan…!” dengannada ganjen.Tidak berapa lama muncul beberapa motor. Semuanya cewek dengan baju pakaian olahraga dan seragam sekolah.

Di kepala aku, langsung terolah, apa ini, pelajar putri bawa anak bayi. Terus banyak berdatangan cewek cewek sekolah itu. Pikiran aku langsung mencoba mencerna, ada apa, pelajar putri banyak berkumpul di tempat itu. Sepertinya mereka memang sudah janjian. Terus hubungannya dengan si bayi? Aku masih terdiam. Teman yang lainpun sama, mengikuti apa yang hendak terjadi.

Dari gerak tubuh dan omongan omongan yang yang aku dengar, jelas ternyata mereka buka satu maksud. Terlihat ada dua kubu. Saling ejek. Bila salah satu ngomong, yang lain serempak segera terbahak. Cewek cewek yang membawa bayi, dari seragam olahraganya, terlihat mereka adalah pelajar SMK Pancasila. Sedang yang masih berbaju seragam adalah SMA Widya. Dalam pembicaraan itu, pihak SMK Pancasila salah satunya terlihat lebih emosi. Sedang yang SMA Widya lebih rileks tapi bahasanya lebih banyak merendahkan dan menertawakan. Sampai ada terdengar ada yang bersuara,”Otaknya di du**r.

Orang orang yang lewat pun banyak yang berhenti untuk pengin tau apa yang sedang terjadi. Tapi kebanyakananak anak sekolah. Agak jauhan ternyata ada beberapa cowok dari SMK Pancasila ikut menyaksikan. Pelajar putri SMK Pancasila yang tadi membawa bayi kecil, berjalan menjauhkea rah temanya yang cowok sesame satu sekolahan dan menitipan anak kecil itu. Kayaknya dia faham, situasi semakin panas. Kemudian dia kembali ke “arena”.

Aku dan teman teman masih duduk saja melihat peristiwa yang terjadi di seberang jalan. Aku pikir, selama mereka hanya beradu mulut. Biar mereka menyelasaikan sendiri. Karena itu urusan mereka. Ucapan ucapan mereka banyak yang tidak aku dengar, kecuali yang diucapkan dengan keras keras. Tapi dari gerak tubuh yang ada jelas mereka ada perselisihan yang tidak mungkin disatukan, karena semua jelas menyalahkan satu sama lain. Yang menarik “arena” itu adalah seorang cewek dari SMA Widya yang bertubuh kecil dan bersweater. Dari ucapan yang keluar, diaterlihat santai, asal ngomong tapi mengejel lawan bicaranya. Dan cenderung menjadi kompor dari situasi yang ada.

Tapk berapa lama dia berkata yang ujungnya aku dengar begini. “wes ojo nang kene, kae di video!” yang artinya, “Sudah, jangan di sini, tuh dibuat video!” katanya sambil menunjuk ke arahku. Aku hanya tertawa dalam hati. Tahu juga mereka.

Kemudian seorang dari anakSMA Widya, yang masih berhelm. Mendatangiku.

“Eh mas, divideo ya? Jangan malu maluin sekolahan” Tanya dia

Dia tidak mendengarkan aku bicara, dan dia lihat hape aku , sedang dalam posisi shoot video. Dia langsung teriak, “ haeiiiini di videooo!”

Dia langsung kembali ke “arena”. Entah apa yang dia katakan pada yang lain. Tapi sepertinya ada pengaruh juga, sebagian dari mereka bersiap hendak kembali ke motornya masing masingnya. Yang terdengar oleh telinga aku, ada dari SMA Widya yang menyarankan untuk bubar agar tidak malu maluin sekolah. Aku pikir mereka segera bubar, tapi dari pihak SMK Pancalila sepertinya membalas ucapan itu.Tiba tiba aku saah seorang siswi SMA Widya menamparkan sebungkus esnya ke wajah siswi SMK Pancasila yang datang paling awal, yang selama itu paling bersitegang.

PYARRR!

Wajahnya tampak memerah. Untuk sesaat dia diam saja. Aku lihat dia seperti menahan marah. Dalam beberapa detik seperti tidak ada suara, hanya gerak badan mereka yang sebagian hendak pergi. Aku berusaha tahu, siapa pelaku penampar sebungkus es tadi. Karena aku tidak jelas. Aku pikir, apakah ini akan selesai begitu saja? Atau kelanjutannya?

Belum ada semenit, segera siswi yang kena tamparan berjalan mendekati seseorang. Ternyata menuju siswi yang berseragam pramuka, yang masih termasuk siswi SMK Widya. Dia mendorongnya. Wah rame nih, pikir aku. Yang di dorongpun segera membalas. Keduanya juga saling berteriak saling entah apa yang diucapkan aku tidak begitu jelas.

Yang lain aku lihat terdiam melihat,pelajar siswa yang ada juga hanya menonton. Aku melihat sekeliling,tidak ada lelaki yang cukup umur yang melihat. Melihat itu segera aku beranjak. Dalam hati kecil aku tidak bisa melihat apa yang di depan mata Cuma di diamkan. Kalau saja masih beradu mulut, aku biarakan saja, karena itu urusan mereka masing masing. Tapi kalau sudah sampai ke fisik. Bagaimanapun harus dicegah agar tidak lebih lebih parah. Hapepun aku kantongi. Beranjak menuju ke arena. Sedang teman yang lain masih duduk melihat. Selama waktu yang berjalan menuju seberang, tampak saling dorong masih terjadi.Satu dua ada yang berusaha melerai. Khawatir terjadi saling dorong masal, akupun nyemplung ke arena. Menarik tangan yang berusaha baju, mendorong bagi yang masih berusaha maju, dalam beberapa menit masih saja seperti siswi yang tadi saling dorong, masih saja berusaha untuk saling tonjok. Di tengah keadaan seperti itu siswi cantik yang bertubuh kecil yng tadi banyak bicara, malah berkata, “ aku khan tidak melakukan apa apa??” katanya dengan nada ganjen. Akupun berkata, “ sudah, jangan banyak bicara! Jangan bikin panjang masalah.”

Akupun melemparkan pandangan ke sekeliling, kalau kalau ada para siswi yang masih ingin baku hamtam. Ku lihat ada satu temanku sedang memegangi siswi yang terkena tamparan sebungkus es.Tidak lama ku lihat juga seorang tinggi besar, diapun ikut berusaha menenangkan juga membubarkan para siswi.

Sebagian siswipun segera bubar. Itu baru pelajar di daerah yang pelosok, entah bagaimana yang di kota besar, tentu lebih dari itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun