Hangatnya wacana Reshuffle Kabinet Jilid 3 semakin menguat, apalagi dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo terus -- menerus menyinggung beberapa kinerja menteri -- menterinya yang dianggap belum memenuhi target kerja. Salah satu sinyal reshuffle yang ditunjukkan oleh Presiden Jokowi adalah saat beliau menyinggung kinerja Menteri Agraria dan Tata Ruang, Sofyan Djalil saat membuka Kongres Ekonomi Umat 2017 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jl Sudirman, Jakarta Pusat, Sabtu (22/4/2017). Dalam sambutannya, Presiden Jokowi menyinggung program sertifikasi tanah yang menurutnya belum memenuhi target yang diinginkan oleh pemerintah.
"Redistribusi aset dan reforma agraria posisi sekarang ini ada 126 juta bidang tanah yang 46 juta baru disertifikatkan. Artinya masih 60 persen lebih bidang tanah belum disertifikat," kata Presiden Jokowi saat memberikan sambutan.
Lebih lanjut Presiden Jokowi mengatakan bahwa setiap pekerjaan dalam pemerintahannya haruslah sesuai dengan target dan rencana yang telah ditentukan. Baginya urusan target itu besar atau kecil, itu merupakan tanggung jawab yang harus dipenuhi seorang menteri sebagai staf presiden. Saat menyampaikan poin tersebut, terlihat Presiden Jokowi seperti menyindir Menteri Sofyan Djalil, yang seakan memberi sinyal kemungkinan dirinya bisa saja diganti sebagai menteri apabila hasil kerjanya tidak memenuhi target.
"Saya bekerja selalu memakai target jadi Pak Menteri tidak pernah bertanya kepada saya, targetnya terlalu besar atau terlalu gede, itu urusan menteri. Tahu saya target itu harus bisa diselesaikan. Kalau tidak selesai urusannya akan lain, bisa diganti, bisa digeser, bisa dicopot dan lain-lain," ujar Jokowi saat menyinggung kinerja Menteri Menteri Agraria dan Tata Ruang, Sofyan Djalil.
Tak hanya Sofyan Djalil, nama Menteri BUMN Rini Soemarno juga kerap disebut -- sebut sebagai salah satu menteri yang berpotensi besar akan diganti oleh Presiden Jokowi. Direktur Center For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi mengatakan bahwa kasus Pelindo II yang saat ini tengah menghadapi kisruh akibat skandal korupsi merupakan salah satu point penting kenapa Menteri Rini layak diganti. Menurut Uchok, Rini dinilai tidak mampu meminimalisir kisruh yang terjadi di Pelindo II. Lebih parahnya lagi, Menteri Rini Soemarno juga masih diboikot Pansus Pelindo II untuk tidak menghadiri rapat di DPR lantaran dianggap tidak mampu memberikan solusi.
"Buat Rini, saat ini punya kelemahan tidak boleh rapat dengan DPR, maka seperti Rini hanya dipindah tugas dari Kementerian BUMN," paparnya.
Tak hanya Pelindo II saja, beberapa perusahaan BUMN lainnya juga ikut -- ikutan bermasalah di masa kepemimpinan Rini Soemarno selama menjabat sebagai Menteri BUMN. Salah satunya adalah yang terjadi dengan PT. Garuda Indonesia, Tbk yang tersandung skandal suap Rolls-Royce. Dilansir dari Reuters, pada Kamis (19/01/2017) lembaga antikorupsi Inggris, Serious Fraud Office (SFO) merilis temuan indikasi korupsi yang dilakukan oleh Rolls-Royce ke beberapa perusahaan penerbangan untuk memuluskan proyek pembelian mesin jet buatan mereka. Ironisnya, salah satu perusahaan penerbangan yang masuk kedalam list tersebut adalah PT. Garuda Indonesia, Tbk. Disebutkan dalam laporan tersebut bahwa jumlah "pelicin" yang dikeluarkan Rolls-Royce untuk mempengaruhi Garuda Indonesia supaya membeli mesin mereka yakni sebesar 12,9 juta pound sterling, atau sekitar Rp 211 miliar.
Permasalahan -- permasalahan ini tentu saja menjadi sorotan publik sekaligus menjadi dasar kepada Presiden Jokowi agar segera melakukan kocok ulang kabinet terhadap menteri -- menteri yang dianggap bermasalah dan tidak mampu memenuhi target pemerintah. Namun, semua itu kembali kepada Presiden Jokowi itu sendiri, karena setiap pertimbangan dan kebijakan dari Presiden tentu saja memiliki tujuan dan target yang sudah diperhitungkan secara matang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H