Kalau teman-teman bertanya, "ada kejadian menarik apa selama penyelenggaraan Screen Below The Wind Festival 16-18 November kemarin?" rasanya saya spontan akan menjawab aksi penggerebekan polisi terkait salah satu judul film yang diputar. Tentu hal-hal seperti ilmu, pengalaman, dan pertemanan yang saya dapatkan selama 3 hari di Ubud kemarin juga menarik, tapi kejadian datangnya polisi yang sontak membuat suasana mendadak terasa mencekam rasanya adalah hal yang paling menancap di benak para peserta diskusi dan pemutaran film di hari Jumat tanggal 16 Nopember 2012. [caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Poster film Alkinemokiye (sumber: thejakartapost.com)"][/caption] "Alkinemokiye" adalah sebuah karya sutradara Dandhy Dwi Laksono dan di Produseri oleh Andhy Panca Kurniawan yang menceritakan demo terlama dari pekerja tambang emas terbesar di dunia Freeport McMoRan. Film dokumenter ini menceritakan sebuah demo dari jeritan para pekerja tambang emas terbesar di dunia oleh perusahaan tambang Freeport McMoRan,Timika, Papua. Demo ini yang di hadiri oleh 8,000 pegawai Freeport dari total 22,000 pegawai, menjadikan demo terbesar dan terlama di dalam sejarah perusahaan Freeport McMoRan sejak beroperasi di tahun 1967. Demo yang meminta kenaikan gaji dari $3,5 US/jam menjadi $7,5 US/jam. Sebuah permintaan yang enggan dikabulkan oleh sebuah perusahaan yang dengan mudahnya menggelontorkan dana sebesar Rp711 Milliar hanya untuk jasa keamanan di 10 tahun terakhir. Pada akhirnya demo ini memakan korban sebanyak 11 karyawan Freeport dan kontraktor yang tewas oleh penembak gelap di bulan Juli 2009 - November 2011. [caption id="" align="aligncenter" width="640" caption="Demo Karyawan Freeport Berujung Konflik Bersenjata (Sumber: vivanews.com)"][/caption] Film ini memang sarat dengan informasi yang memilukan. Sepanjang satu jam lebih penonton akan disuguhkan kisah tentang sebuah tambang emas terbesar di dunia namun  karyawannya sendiri tidak hidup sejahtera: tinggal di rumah berdinding papan kayu dengan jendela tanpa kaca. Tidak heran jika warga di sekitar perusahaan tersebut masih ada yang kelaparan dan kesulitan BBM, bahkan pensiunan karyawannya hanya diberi janji-janji palsu. 15 tahun mereka melawan lewat pengadilan hanya untuk mendapatkan kenyataan surat pensiun mereka tidak bisa digunakan untuk mengklaim uang pensiun. Sementara beberapa pensiunan lainnya yang terlebih dahulu pasrah dengan nasib mereka telah menggadaikan rumah untuk dijadikan modal usaha: sebuah warung rokok kecil. Informasi-informasi yang dimuat dalam film "Alkinemokiye" memang 'panas'. Ditambah lagi dengan beberapa adegan kekerasan: konflik bersenjata antara Polisi vs warga Papua, penembakan mobil-mobil sipil yang melintas, hingga acara deklarasi kemerdekaan rakyat Papua; tentu semua itu sudah cukup jadi alasan bagi polisi untuk melarang penayangan film ini; itu belum ditambah kemungkinan adanya instruksi dari beberapa pihak yang merasa 'gerah' jika film ini sampai menyebar ke masyarakat luas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H