Sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia, beberapa kalimat memiliki fungsi masing-masing. Mulai dari perintah, penjelasan, pertanyaan, hingga seruan. Pada saat berkomunikasi, intonasi (tinggi-rendah) pembeda makna pesan yang disampaikan. Misalnya ketika menyampaikan pertanyaan kepada seseorang, bisa jadi nada akan tinggi pada bagian akhir kalimat yang disampaikan. Begitu pula ketika memberikan seruan, maka nada yang digunakan akan lebih tinggi dan tegas. Intonasi tidak bisa digunakan dalam bahasa tulis, sehingga memerlukan tanda baca sebagai simbol dalam menyampaikan pesan seperti tanda seru sebagai ganti dari intonasi suatu ujaran.
   Ujaran merupakan suatu runtutan bunyi yang sambung-bersambung terus menerus diselang-seling dengan jeda jeda singkat disertai dengan keras lembut bunyi, tinggi rendah bunyi, panjang pendek bunyi, dan sebagainya. Menurut Chaer (2012:120) arus ujaran itu ada bunyi yang dapat disegmentasikan sehingga disebut bunyi segmental. Unsur segmental merupakan unsur yang berupa satuan-satuan bahasa yang biasa berbentuk kata, frasa, atau klausa. Sedangkan unsur suprasegmental merupakan unsur yang berupa gejala ucapan yang menonjol atau dominan ketika bunyi-bunyi ujaran dihasilkan. Sehingga tanda seru dan kata seru merupakan hasil segmentasi dari bunyi suprasegmental menjadi bentuk segmental.
   Salah satu bentuk unsur segmental adalah tanda baca. Tanda baca dapat diartikan sebagai suatu simbol yang tidak terlalu memiliki hubungan dengan suara, kata, atau frasa dalam suatu bahasa. Tanda baca sering digunakan dalam menunjukkan intonasi bahkan dapat digunakan sebagai pemberian jeda pada bahasa tulis. Salah satu jenis tanda baca yaitu tanda seru (!). Menurut Badrih (2021: 27) tanda seru digunakan untuk mengakhiri ungkapan, pernyataan seruan, atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau emosi yang kuat. Contoh penggunaan kata seru pada kalimat yaitu: Semangat terus!
   Tanda seru itu berbeda dengan kata seru. Kata seru (interjeksi) termasuk kelas kata Bahasa Indonesia. Menurut Busri & Badrih (2015: 80) kata seru adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa hati manusia. Untuk memperkuat rasa hati, sedih, herah, dan jijik, orang memakai kata seru yang mengandung makna pokok yang dimaksud. Pada umumnya, kata seru mengacu pada sikap yang (a) negatif, (b) positif, (c) menggambarkan keheranan, (d) netral atau bercampur, bergantung pada makna kalimat yang mengiringinya. Contoh dari kata seru yaitu: cih, cis, dih, idih, brengsek, aduhai, syukur, ayo, hai,astaga, dll.
   Dari penjelasan tanda seru di atas menyetujui pendapat Peirce dalam Sobur (2016:156) tentang simbol yang diartikan sebagai tanda yang mengacu pada objek tertentu di luar tanda itu sendiri. Hubungan antara simbol sebagai penanda dengan sesuatu yang ditandakan (petanda) sifatnya konvensional. Sehingga tanda seru bersimbol (!) dan telah disetujui bahwa simbol tersebut sesuai pada EYD. Begitu pula dengan kata seru yang jelas berbeda karena berbentuk kata yang digunakan sebagai kata tugas digunakan sebagai ungkapan rasa hati manusia sehingga kata seru jelas berbentuk kata bukan simbol seperti tanda seru.
Sumber:
Badrih, Moh. 2022. Bahasa Indonesia Research. Malang: Literasi Nusantara.
Busri, H. & Badrih, M. 2015. Linguistik Indonesia. Malang: Universitas Negeri Malang.
Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Sobur, Alex. 2016. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H