Mohon tunggu...
Tatik Nunang
Tatik Nunang Mohon Tunggu... -

suka memperhatikan sekitar

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Konflik SARA, Mungkin Kita Sendiri Penyebabnya

16 Juni 2014   01:35 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:35 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya pun ‘membaca’ dari sekitar tentang Hindu. Hanya sekedar tahu. Agar dapat berinteraksi lebih ‘tepat’.

Terlepas dari fatwa suatu kelompok agama, yang mengharamkan saling mengunjungi hari besar antar agama, saya melihat keakraban di sini.

Saat ini, masyarakat Indonesia di daerah manapun di Indonesia ini sudah semakin majemuk. Di kota yang cukup besar, di lingkungan terkecilnya, seperti RT akan berkumpul orang yang berasal dari berbagai etnis.

Saat ini, setiap saya ‘pulang kampung’ yang saya lihat adalah, masyarakat lebih banyak berinteraksi dengan orang yang berasal dari kelompoknya sendiri. Yaitu berinteraksi dengan orang dari agama yang sama, etnis yang sama. Bahkan saat ini, sedikit-sedikit saya ‘bisa’ memperkirakan mana orang yang baru bermukim di Denpasar dan mana yang sudah berada di sini sejak lahir. Orang yang sudah sejak lahir bermukim di sini, terlihat lebih santai dalam berhubungan dengan orang asli Bali.

Namun saya juga melihat warga pribumi juga berubah. Kita sama-sama lebih banyak berinteraksi dengan kelompok sendiri. Budaya 'ngejot' mulai hilang, bahkan di beberapa tempat sudah tidak adalagi. Kalau pun ada, 'ngejot'nya untuk kalangan sendiri. saya pun semakin merasa menjadi 'orang asing' di manapun saya tinggal. bagi orang Bali, saya adalah orang luar Bali. bagi orang luar Bali, saya adalah orang Bali. karena meskipun saya sudah puluhan tahun tidak lagi tiggal di Bali, rupanya logat dan 'lidah' saya masih sangat Bali. jadi, di manapun saya tinggal, saya diperlakukan sesuai dengan 'stereotype' saya.

Saat ini, cukup besar perbedaan yang saya lihat. Saat ini saya lebih banyak melihat, orang berkumpul dan berinteraksi dengan etnisnya sendiri. Termasuk dalam berhubungan secara ekonomi. Menjalin hubungan dengan orang yang kita kenal memang lebih nyaman. Kita tidak perlu berpikir 2 kali untuk bereaksi. Kita akan merasa lebih dimengerti.

Sayangnya, hal ini membuat kita tidak memahami orang lain. Perilaku dan kebiasaan orang/etnis lain yang berbeda membuat kita heran. Kita tidak berusaha untuk memahami penyebab perbedaan ini. Bukannya kita berusaha memahami esensi perilaku atau kebiasaan tersebut, kita cenderung menyalahkan, bahkan menganggap kebiasaan tersebut salah..

Saya menulis ini didasari karena keprihatinan saya akan konflik SARA yang sering terjadi. Mohon jangan dipahami secara keliru. Saya hanya bertanya-tanya pada diri sendiri. Apakah konflik yang sering terjadi di antara kita, karena kita tidak dapat memahami orang lain ? Seperti peribahasa yang mengatakan 'dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung'. Kita tidak harus mengikuti kebiasaan orang lain. Jika kita kebiasaan orang lain tidak sesuai dengan nilai yang kita miliki, kita menghormati bahwa ada orang lain yang berbeda dengan kita.

Saya juga bertanya-tanya, apakah karena hidup sekarang ini semakin sulit, kita tidak punya lagi energi untuk memahami orang lain. Memang, orang lebih suka mengambil jalan yang lebih mudah untuk menjalani hidup. Memang, lebih mudah dan lebih nyaman berada dalam kelompok kita sendiri. Kelompok yang memahami ungkapan yang kita ucapkan, memahami marah kita, memahami sedih kita. Tidak perlu capek menjelaskan, kenapa kita melakukan hal yang berbeda.

Saya pun bertanya-tanya, jangan-jangan konflik sara yang sering terjadi di negara ini karena berasal dari diri kita sendiri.

Perbedaan atau keragaman adalah rahmat yang diberikan Tuhan. Tapi rupanya kita perlu belajar menerima 'rahmat' ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun