Akan tetapi, petaka datang setelah HM Sattar Taba diangkat menjadi Direktur Utama KBN pada tahun 2012. Arah kebijakan KBN berubah 180 derajat. Usaha untuk menguasai seluruh aset KCN pun sampai masuk ke ranah hukum. Izin konsesi yang dikeluarkan oleh Kemenhub menjadi batu kerikil yang menyeret KCN beserta Kemenhub ke pengadilan.
Padahal, Mantan Direktur Utama KBN, Rahardjo, berani memastikan kehadiran KCN di Marunda adalah sah. "Tak ada yang salah. Tahapan yang dilalui juga jelas dan terbuka. Bahkan pemilik modal adalah investor lokal," kata Rahardjo seperti dikutip dari BeritaSatu.com.
Pada 1 Februari 2018, Sattar menggugat konsesi Pelabuhan Umum Marunda yang pada November 2016 diteken KCN bersama Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Kelas V Marunda. Keppres No. 11 tahun 1992 menjadi senjata utama KBN. Padahal Keppres tersebut juga menjadi dasar KBN dalam membuka lelang tender pada 2004 silam.
Hasilnya, PN Jakut memenangkan gugatan KBN. Semua bukti-bukti yang diajukan tergugat KCN dan Kemenhub tak mendapat penilaian dari mejelis hakim. Selain membatalkan konsesi, Hakim juga menghukum tergugat I (KCN) dan tergugat II (KSOP V Marunda) untuk bertanggung jawab secara tanggung renteng membayar kerugian kepada KBN secara materiil sebesar Rp 773 miliar lebih.
Anehnya, keputusan ini keluar hanya dalam jangka waktu beberapa bulan setelah proses peradilan dimulai. Kuasa Hukum KCN, Juniver Girsang berkilah, sepanjang sejarah dirinya menangani kasus, hanya perkara ini yang diputus kurang dari satu tahun. Tidak hanya itu saja, dalam putusan disebutkan KBN sebagai pengelola pelabuhan. Padahal KBN bergerak dalam bidang kawasan berikat dan logistik.
Sehingga, Hakim seharusnya juga sadar jika KBN bukanlah badan usaha pelabuhan (BUP), KBN juga tidak memiliki perairan. Maka dari itu pada 2004 ketika ingin mengembangkan pelabuhan KBN mencari mitra melalui tender yang kemudian dimenangkan KTU.
Jika sudah begini, maka pembangunan yang telah diimpikan masih jauh dari kenyataan. Batu bara yang menggunung masih mendominasi lapangan penumpukan di pelabuhan KCN.Â
Pelabuhan itu memang difokuskan melayani muatan curah yang juga merupakan wujud nyata keberadaan Pelabuhan KCN sebagai pelabuhan supporting Pelabuhan Tj. Priok.
Meski saat ini KCN tengah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), Juniver mengungkapkan kliennya berharap sengkarut itu bisa diselesaikan secara business-to-business. Pasalnya, bila kasus itu dimenangkan KBN akan sangat rancu apabila lembaga kementerian setingkat Kemenhub RI harus membayar denda kepada KBN sebagai anak perusahaan BUMN. Bukankah APBN sangat terbatas?
Sumber: