Sejatinya, cita-cita Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadikan Indonesia poros maritim dunia bercermin dari kejayaan Kerajaan Nusantara di masa lampau. Sejarah mencatat, untuk negara kepulauan pelabuhan memiliki fungsi vital sebagai pintu masuk barang dan orang. Para pendahulu kita pun sadar akan hal ini dan menjadikan pelabuhan sebagai penopang perekenomian masyarakat.
Mengembalikan kejayaan pelabuhan Indonesia, pemerintah RI terus berbenah menuju era baru pelabuhan, baik dari segi infrastruktur maupun sistem. Pelabuhan Tanjung Priok (Priok), sebagai pelabuhan terbesar di Indonesia pun mengemban tugas yang tidak ringan. Sebagai etalase pelabuhan seluruh Indonesia, Tentunya Priok harus bisa memberikan pelayangan yang berkualitas dalam waktu yang relatif singkat.
Namun, permasalahan dwelling time (waktu proses sejak bongkar muat barang sampai dengan keluar pelabuhan) yang lama menjadi persoalan klasik yang terus dikeluhkan oleh Presiden Jokowi. Wajar saja, per 2018 Tanjung Priok merupakan pelabuhan tersibuk ke-26 di dunia dan merupakan pelabuhan tersibuk di Indonesia. Priok telah melayani bongkar muat peti kemas sebesar 37,3 juta TEUs dan menjadi salah satu terminal kontainer terkemuka di Asia.
Instruksi Presiden untuk dapat menekan dwelling time dari enam hari menjadi maksimal satu hari pun banyak yang menyangsikan. Akan tetapi, keberadaan Pelabuhan Karya Citra Nusantara (KCN) yang berada di Marunda terbukti dapat memangkas waktu dwelling time Prion hingga dibawah tiga hari.
Mengacu pada Rencana Induk Pelabuhan (RIP), konsep Marunda adalah penyangga pelabuhan Tanjung Priok. Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Marunda Iwan Sumantri mengatakan pengelolaan pelabuhan Marunda oleh PT KCN berdampak pada pengurangan dwelling time dan berkontribusi pada Poros Maritim.
"Banyak aktivitas bongkar muat barang curah yang sebelumnya dilakukan di Tanjung Priok, kini bisa dilayani di Marunda, sehingga secara tidak langsung mengurangi waktu bongkar muat kapal," kata Iwan.
Komoditi curah yang dimaksud antara lain breakbulk, pulp, offshore, kendaraan dan alat berat, batubara, cruide palm oil (CPO), serta pasir. Iwan menambahkan, sejak pelabuhan Marunda dikelola PT KCN terjadi pengurangan dwelling time yang cukup signifikan.
Pada 2017, arus kunjungan kapal di pelabuhan Marunda rata-rata 660 unit perbulan. Diperkirakan setahun mencapai 8.000 unit, dengan arus bongkar muat komoditi curah sebanyak 33 juta ton. Komoditi bongkar sepanjang tahun 2017 sendiri didominasi curah kering (batubara, pasir, kaolin) sebanyak 9,9 juta ton. Sedangkan bongkar curah cair (BBM dan CPO) 1,9 juta ton.
Sementara itu, Direktur Utama PT KCN Widodo Setiadi mengungkapkan konsep dasar Pelabuhan KCN memang dibuat untuk mendukung poros maritim, yaitu menunjang pelabuhan utama Tanjung Priok yang diperuntukkan untuk aktivitas bongkar muat kontainer. Konsep KCN dibuat untuk mendukung poros maritim yang yang menunjang pelabuhan utama Tanjung Priok.
Dengan adanya KCN, maka Priok dapat difokuskan untuk aktivitas bongkar muat kontainer. Di sisi lain, beban bongkar muat yang beralih ke Marunda membuat beban lalu lintas, baik di darat maupun laut di Priok, bisa jauh berkurang.