[caption caption="sinarharapan.co"][/caption]Situasi geo-politik Indonesia saat ini sedang dalam tingkat siaga 1. Hal ini terkait agenda RI soal nasionalisasi PT Freeport Indonesia, sejumlah langkah strategis nan sistematis berhasil Pemerintahan Jokowi lancarkan guna sukseskan agenda tersebut. Namun siapa sangka, Freeport juga melancarkan langkah-langkah balasan guna gagalkan agenda Pemerintahan Jokowi. Tapi meskipun demikian upaya pemerintah sudah tepat, pasalnya Freeport dalam kondisi lemah, saat yang tepat buat RI tingkatkan posisi tawar. Jokowi sudah benar ajukan segudang syarat di saat Freeport lemah.
Faktanya perusahaan tambang konsentrat yang berbasis di Papua saat ini juga sedang dalam kondisi terhimpit. Sang raksasa kini tengah tampak sebagai liliput. Freeport McMoran, induk usaha dari PT Freeport Indonesia sejatinya pada saat ini dalam kondisi tidak baik lantaran terlilit utang 20 miliar dollar AS. Sang raksasa Freeport sahamnya tengah merugi.
Hal ini dimanfaatkan dengan baik oleh Jokowi, Jokowi ajukan segudang syarat di saat Freeport lemah untuk menaikkan posisi tawar RI.
Hanya saja, jika melawan Freeport, Jokowi akan gagal jika bekerja sendirian. Langkah keras Jokowi terhadap Freeport perlu dukungan dari DPR melalui pembentukan Pansus(Panitia Khusus) Renegosiasi Freeport. Pansus ini akan fokus kawal upaya pemerintah nasionalisasi Freeport, meliputi pengawasan terhadap Freeport dalam menyikapi syarat-syarat yang Jokowi ajukan jika ingin kontraknya diperpanjang.
Jika DPR bisa bersinergi dengan Jokowi melalui pembentukan Pansus, tentu RI akan punya tambahan amunisi untuk hantam dominasi asing di Freeport. Terlebih lagi jika mengingat kondisi Freeport yang kini tengah terseok-seok di lantai bursa.
Namun langkah RI yang agendakan pembentukan Pansus Freeport tidak akan mudah. RI harus waspadai upaya terorganisir Freeport bersama pemerintah AS dan CIA untuk gagalkan dan terus lemahkan upaya RI naikan posisi tawar.
Sebagai contoh, upaya pembentukan Pansus ini dimotori oleh dua tokoh dalam DPR Komisi III yakni Fadli Zon dan Masinton Pasaribu. Upaya Fadli Zon dan Masinton Pasaribu galang Pansus Freeport sudah berhasil kumpulkan 12 anggota DPR dari syarat Pansus sebanyak 25 anggota. Hanya saja langkah sistematis AS dan CIA berhasil hambat laju pembentukan Pansus Freeport.
Dengan menggunakan oprasi kasus “Papa Minta Saham”, Fadli Zon sebagai salah satu motor penggerak Pansus berhasil ter-distract. Kisruh kasus “Papa Minta Saham” boleh dibilang sukses mengobrak-abrik agenda nasionalisasi Freeport. Poros kekuatan RI sedang akan dipecah belah. Gabungan kekuatan antara Jokowi dan DPR teralihkan. DPR kini terbagi, dukung Pansus dan dukung pembentukan Panja untuk mengawal kasus “Papa Minta Saham”.
Selain itu, dukungan pembentukan Panja juga datang dari kubu Golkar. Dengan menumbalkan RI, Golkar fokus selamatkan Setya Novanto di kasus “Papa Minta Saham”. Ke-egoisan Golkar selamatkan Setya Novanto dengan upaya menjamin DPR bentuk Panja ketimbang Pansus.
Langkah Golkar selamatkan SN, menarik solidaritas Fadli Zon yang semula sebagai salah satu motor penggerak Pansus Freeport banting setir dukung Panja Freeport. Bukti solidaritas sesama anggota DPR Komisi III (Fadli Zon-Setnov) lebih penting dari perjuangan RI (Jokowi dan Pansus) tingkatkan posisi tawar terhadap Freeport. Gerindra sebagai partai yang menaungi Fadli Zon diimbau untuk tidak terbius manuver Fadli Zon yang tidak mementingkan perjuangan RI, melainkan lebih mengedepankan pertemanan dengan SN.
Berpalingnya Fadli Zon, menyisakan Masinton Pasaribu sebagai motor penggerak Pansus Freeport. Entah disengaja atau memang kebetulan yang buruk, Masinton kini disibukkan kasus penganiayaan dengan ancaman penjara hingga 5 tahun jika benar beliau terbukti melakukan penganiaayaan.