Mohon tunggu...
Nusantara Link
Nusantara Link Mohon Tunggu... Buruh - Pegawai Pasar
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Reintegrasi Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pat Gulipat Penyimpangan Dana Kemanusiaan Aceh ala Surya Paloh

1 Juni 2014   21:26 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:50 1042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1401607028559889589

Brewokan dan seram, kayaknya jadi kesan paling menonjol owner Metro TV bernama Surya Paloh. Mantan politisi Golkar yang bikin partai sendiri, Nasdem karena gagal jadi Capres Golkar (2004) dan Ketum Golkar (2009). Sekarang memimpin Partai Nasdem untuk mendukung pencapresan Joko Widodo.

Surya Paloh mulai dikenal masyarakat luas sejak bencana Tsunami Aceh (26 Desember 2004). Metro TV dimotori Surya Paloh (putra Aceh) melancarkan program Aceh Menangis sebagai penggalangan dana bagi para korban.

Menurut data Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC), program Aceh Menangis meraup Rp 169,185 miliar. Data itu dilansir PIRAC yang bertugas memantau penggalangan dana kemanusiaan Aceh oleh media-media. Metro TV punya “Aceh Menangis”, SCTV punya “Pundi Amal SCTV” dan RCTI punya “RCTI Peduli”, Kompas punya “Dompet Kemanusiaan Kompas” dan lain-lain.

Menurut PIRAC, total dana yang digalang media untuk dana bantuan mencapai Rp 310,891 miliar. PIRAC juga menyebutkan kalau program Aceh Menangis yang meraup Rp 169,185 miliar ada di peringkat pertama dalam penggalangan dana Aceh.

Sebagai media yang paling banyak meraup dana bantuan untuk Bencana Tsunami Aceh, seharusnya Metro TV dan Surya Paloh salurkan ke korban. Rupanya, PIRAC menemukan adanya dugaan penyimpangan dana galangan Aceh Menangis oleh Metro TV.

Pada 15 Februari 2005, kira-kira 2 bulan setelah Bencana Tsunami Aceh, Surya Paloh mendirikan Yayasan Sukma. Yayasan Sukma buatan Surya Paloh ini ditujukan pada bidang sosial, agama dan kemanusiaan. Yayasan Sukma berkantor di kompleks Metro TV, Kedoya. Tapi kantor operasionalnya terletak di Jalan RP Soeroso, Gondangdia Lama, di sebelah gedung Indocater. Indocater adalah perusahaan katering milik Surya Paloh.

Pada awal Mei 2005, dana bantuan Aceh Menangis milik Metro TV dan Surya Paloh menyerahkan Rp 134,028 miliar ke Yayasan Sukma. Penyerahan dana Aceh Menangis Rp 134,028 miliar ke Yayasan Sukma menuai kritik dari PIRAC. Menurut Peneliti PIRAC Hamid Abidin, penyerahan dana Aceh Menangis Rp 134,028 miliar ke Yayasan Sukma terdapat indikasi penyimpangan.

PIRAC juga temukan bahwa Yayasan Sukma menunjuk Institute for Society Empowerment (INSEP) sebagai konsultan pengelolaan dana Aceh Menangis. INSEP diketuai oleh Ahmad Baedowi yang juga Ketua Tim Pelaksana Pendidikan Yayasan Sukma. Sebagai konsultan terafiliasi, INSEP dikontrak Rp 8 miliar selama 19 bulan oleh Yayasan Sukma, menggunakan dana galangan Aceh Menangis milik masyarakat.

INSEP lalu merancang pengucuran dana Aceh Menangis dalam bentuk pembangunan 4 sekolahan dan fasilitas lainnya. Proyek pembangunan 4 sekolah menghabiskan Rp 82,85 miliar, setengah dari total dana bantuan Aceh Menangis Rp 169,185 miliar. Tiga sekolah dibangun di Aceh : Lhokseumawe (7,23 hektar), Pidie (7,5 hektar) dan Bireun (7,2 hektar). Kemudian 1 sekolah dibangun di Nias.

Untuk 3 sekolah di Aceh menghabiskan biaya Rp 78 miliar oleh Adhi Karya dan Hutama Karya. Untuk 1 sekolah di Nias menghabiskan Rp 4,85 miliar oleh Waskita Karya. Totalnya Rp 82,85 miliar.

Besarnya nilai proyek 4 sekolah mewah tersebut dianggap PIRAC pemborosan karena bukan esensi dari program Aceh Menangis. Yayasan Sukma tidak berkomunikasi dengan para korban terkait rencana penggunaan dana bantuan Aceh Menangis. Luas area 3 sekolah mewah di Aceh juga dipantau PIRAC karena dana banyak habis disana.

Penunjukkan 3 BUMN sebagai kontraktor juga disorot PIRAC terkait adanya indikasi Fee Marketing menggunakan dana donasi Aceh Menangis.

Empat sekolah yang dibangun Yayasan Sukma dan INSEP milik Surya Paloh memakai nama Sekolah Unggulan Kemanusiaan (SUKMA). PIRAC melihat ada kepentingan pencitraan Yayasan Sukma dalam pengelolaan dana donasi masyarakat.

Tak hanya PIRAC, protes juga datang dari karyawan-karyawan PT Asuransi Ekspor Indonesia yang ikut menyumbang ke Aceh Menangis. Sejak 2007 hingga saat ini, pengusutan sedang dilakukan oleh PIRAC dan sejumlah lembaga terkait, tapi belum kunjung beri hasil.

Pada tahun 2010, Puluhan orang yang mengatasnamakan Gerakan Mahasiswa dan Peduli Dana Publik berunjuk rasa di depan gedung KPK. Mereka menuding Surya Paloh melakukan penyelewengan dana bantuan korban tsunami di Aceh pada tahun 2004. Tapi toh tak ada hasil.

[caption id="attachment_339509" align="aligncenter" width="1013" caption="www.okezone.com 2 feb 2010"][/caption]

PIRAC sempat meminta penjelasan kepada Metro TV, Yayasan Sukma dan INSEP. Sayangnya, penjelasan yang diberikan tak memuaskan. Manajer Promosi Media Indonesia, F Saiful Bahri hanya menjelaskan kalau semua persoalan itu sudah dikomunikasikan dengan Hamid Basyaib dari Yayasan Pantau.

PIRAC heran, ada hubungan apa Yayasan Sukma dengan Yayasan Pantau dalam indikasi penyimpangan dana Aceh Menangis milik Surya Paloh?

Pokok permasalahan yang disorot PIRAC terhadap program Aceh Menangis milik Surya Paloh ini sebagai berikut :


  1. Tak ada pengumuman dini kalau dana donasi Aceh Menangis akan dikelola Yayasan Sukma (terafiliasi dengan Surya Paloh).
  2. Penyerahan dana Rp 134,028 miliar dari Rp 169,185 miliar dari Metro TV kepada Yayasan Sukma.
  3. Terdapat selisih Rp 35,157 miliar yang tidak jelas penggunaannya.
  4. Penunjukan INSEP yang juga milik Surya Paloh sebagai konsultan pengucuran dana Aceh Menangis oleh Yayasan Sukma.
  5. Kontrak kerja 19 bulan antara Yayasan Sukma dengan INSEP sebesar Rp 8 miliar menggunakan dana donasi publik.
  6. Pembangunan 3 sekolah mewah seluas 21,93 hektar di Aceh yang dinilai bukan esensi dari program dana bantuan Aceh Menangis.
  7. Dana pembangunan 3 sekolah di Aceh senilai Rp 78 miliar yang dinilai pemborosan dan bukan esensi dari kebutuhan korban Tsunami Aceh.
  8. Diskriminasi pembangunan sekolah untuk Aceh menghabiskan Rp 78 miliar untuk 3 sekolah, Nias hanya Rp 4,85 miliar untuk 1 sekolah.
  9. Penggunaan nama SUKMA pada sekolah-sekolah mewah yang dibangun (pencitraan Yayasan Sukma) yang bukan esensi program Aceh Menangis.
  10. Indikasi fee marketing pada 3 BUMN (Adhi Karya, Hutama Karya, Waskita Karya) yang ditunjuk untuk pembangunan 4 sekolah mewah SUKMA.
  11. Apa hubungan Yayasan Sukma (milik Surya Paloh) dengan Yayasan Pantau (melalui Hamid Basyaib) dalam indikasi penyimpangan dana Aceh Menangis ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun