Sebagian besar milenial memiliki pandangan kritis terhadap fenomena dinasti politik dan oligarki. Mereka cenderung menilai bahwa praktik politik dinasti bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi, karena mempersempit ruang partisipasi publik dalam pengambilan keputusan. Dinasti politik sering dipandang sebagai bentuk "politik keluarga" yang tidak memberikan kesempatan bagi individu yang lebih kompeten untuk memimpin.
Milenial juga memahami bahwa oligarki memiliki dampak besar pada kebijakan publik. Mereka menyadari bahwa konsentrasi kekuasaan ekonomi di tangan segelintir elit bisa membatasi kesempatan bagi masyarakat luas untuk maju. Pengaruh oligarki terhadap politik membuat mereka skeptis terhadap integritas banyak pemimpin politik yang dianggap hanya mewakili kepentingan golongan tertentu. Namun, meskipun banyak milenial kritis terhadap dinasti politik dan oligarki, ada juga sebagian yang pragmatis. Mereka mungkin tidak sepenuhnya menolak politik dinasti jika tokoh yang maju dianggap kompeten dan memberikan hasil nyata bagi masyarakat.
Keinginan untuk Perubahan
Sebagai generasi yang lebih melek teknologi dan informasi, milenial memiliki keinginan kuat untuk melihat perubahan dalam sistem politik Indonesia. Mereka cenderung mendukung pemimpin yang dianggap "bersih" dan memiliki rekam jejak yang jelas dalam memperjuangkan kepentingan publik, bukan hanya golongan elit.
Tantangan dan Peluang GenerasiÂ
Meskipun milenial memiliki kekuatan besar dalam jumlah, tantangan yang mereka hadapi adalah bagaimana memobilisasi suara secara efektif untuk mendorong perubahan yang mereka inginkan. Perbedaan preferensi politik dan pengaruh populisme kadang membuat suara mereka terpecah.
Namun, milenial memiliki peluang besar untuk menjadi motor perubahan, terutama jika mereka dapat memanfaatkan teknologi, jaringan sosial, dan inovasi politik untuk melawan pengaruh dinasti dan oligarki. Gerakan-gerakan politik berbasis digital atau grassroot movements bisa menjadi jalan untuk memperkuat posisi mereka dalam proses Demokrasi.