Mohon tunggu...
Lingkaran Muda
Lingkaran Muda Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Reformasi Polisi di Pundak Tito, Presiden Mencari "Hoegeng" Baru

17 Juni 2016   05:00 Diperbarui: 17 Juni 2016   07:04 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika tidak ada aral yang melintang, dalam pekan-pekan depan Indonesia akan memiliki sosok Kepala Kepolisian RI yang baru, Letnan Jenderal (Pol) Tito Karnavian, akan terpilih dan dilantik sebagai Kapolri. Presiden Joko Widodo telah memilih sosok di luar para Jenderal Senior yang menunggu momen untuk menjadi orang nomor satu di Polri. Di antara para Komjen, Tito yang termuda dari segi angkatan pendidikan (Lulusan Akpol 1987) maupun usia. Tito 'melewati' seniornya dari angkatan 1982 sampai 1986, bahkan belum ada satupun perwira angkatan 1986 yang sudah memperoleh "Bintang Tiga". Bila Tito dilantik sebagai Kapolri, pangkatnya akan naik jadi Jenderal bintang empat. Tito berada pada waktu sejarah yang tepat, sebab tidak setiap orang yang berprestasi dapat berada pada momen yang tepat untuk dapat melejit lebih tinggi. Dengan memilih Jenderal termuda, Presiden berpikir beda dari kelaziman yang berlaku selama ini bahwa jabatan Kapolri mesti ditempati oleh perwira paling senior secara berurutan.

Presiden Joko Widodo telah menerobos kelaziman ini karena menaruh harapan kepada Tito Karnavian terkait perubahan mendasar di institusi Polri. Korps Bhayangkara yang juga tengah menyongsong HUT ke-70, 1 Juli nanti, diharapkan publik menjadi titik tolak bagi perbaikan kinerja Polri. Dalam survey tahun 2015, terlihat betapa tingginya ketidakpuasan publik terhadap Polri. Dalam tugas memelihara keamanan dan ketertiban, misalnya, hanya 3,2 % responden yang merasa puas. Sebaliknya, 55,2 % merasa tidak puas. Sebanyak 40,4 % menyatakan penegakan hukum ke internal Polri masih lemah. Sebanyak 54,9 % tidak puas dengan tugas Polri dalam menegakkan hukum. Survei ini tidak jauh berbeda dengan survey serupa di tahun-tahun sebelumnya. Hasil survey ini jangan dipahami dalam perspektif negatif. Fakta sain ini justru penting menjadi titik tolak mendorong Reformasi Polri melaju lebih cepat. Indikator di atas menunjukkan masih terseoknya proses reformasi Polri. Bila tidak segera diatasi, tidak hanya masyarakat yang dirugikan, namun juga Polri sendiri.

Salah satu faktor yang bisa menjadikan Polri lebih profesional dan reformis dalam pelaksanaan tugas pelayanan adalah faktor kepemimpinan. Pemimpin yang mampu membawa organisasi Polri menjadi lebih mumpuni dalam pelaksanaan tugas pokoknya. Pemimpin yang diharapkan sebagai "Agent of Change" yang artinya pelopor bagi organisasinya untuk melakukan perubahan. Pemimpin yang memiliki integritas tinggi,  profesional dan mampu membawa perubahan dalam organisasinya demi terwujudnya pelayanan prima Kepolisian. Reformasi Polri yang sudah dicanangkan sejak beberapa tahun lalu dan sedang berlangsung, dirasakan belum optimal, hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan masyarakat "Public Complain" terhadap kinerja Polri di bidang pelayanan yang belum berpedoman pada etika profesi Polri.

Penunjukan Komjen Tito Karnavian sebagai calon tunggal Kapolri bukanlah sebuah hadiah, tetapi di pundaknya terletak beban berat reformasi Polri, yang menuntut kerja keras, soliditas, dan termasuk dukungan politik dari Presiden. Sosok calon tunggal Kapolri ini dipersepsi sebagai reformis dan progresif dengan segudang prestasi pada setiap jenjang karirnya. Bagaimanapun Tito akan menghadapi tantangan internal yang kuat meski semua pihak paham bahwa dia memiliki kecakapan dan kepemimpinan yang mumpuni. Kini publik menanti sepak terjang Tito sekiranya lolos "Fit and Proper Test" di DPR. 

Reformasi Polri harus digebrak kembali secara berkelanjutan dan mendalam sampai Polri berhasil menjadi Bhayangkara sejati. Reformasi Polri mutlak dibutuhkan, karena dengan itu akan terwujud kinerja kepolisian tentang apa, bagaimana, dan sejauh mana setiap anggota boleh dan tidak boleh berbuat. Reformasi kelembagaan Polri dan kultur seperti terkait doktrin, pendidikan, rekruitmen, promosi dan karir polisi untuk mewujudkan kepolisian RI yang berfungsi sebagai abdi masyarakat dengan lebih mengedepankan tindakan preventif-mengayomi dan bukan terus mewarisi praktik refresif militeristik. Reformasi Polri mempertaruhkan nasib dan kelanjutannya di pundak Tito Karnavian, calon Kapolri baru. Soal reformasi di tubuh Polri menjadi pesan langsung Presiden Joko Widodo kepada Tito.

Presiden memilih Tito adalah untuk meningkatkan profesionalisme Polri sebagai pengayom masyarakat. Sebagaimana diakui Tito pada Kamis (16/6/2016), "Yang paling utama diinginkan Presiden adalah Reformasi Polri. Tito menghadapi tugas menepis dan menjawab kesan kuat di masyarakat bahwa reformasi Polri terkesan berhenti di tengah jalan dan belum maksimal. Padahal, reformasi di tubuh Polri yang menjadi bagian dari reformasi penegakan hukum dan sektor keamanan adalah tuntutan reformasi yang bergulir tahun 1998. Melanjutkan dan mewujudkan reformasi Birokrasi Kepolisian sesuai Strategi Besar Polri 2005-2025, merupakan bagian beban tugas yang disandang di pundak Kapolri baru nanti, sesuai harapan Presiden Joko Widodo.

Sekarang sudah tahun 2016, jika melihat kepada Grand Strategi Polri 2005-2025, maka fase pertama yaitu "Trust Building" sudah lama berakhir. Bahkan Polri pun sudah memasuki fase ketiga yaitu "Strive for Excellence". Masyarakat harus diyakinkan, apakah "Trust Building" ini sudah tercapai atau belum, atau setidaknya bagaimana progres pencapaiannya?. Jelas bahwa "Trust Building" ini memang pekerjaan rumah yang sangat berat untuk Polri dan masih belum selesai. Polri adalah sebuah organisasi besar dengan jumlah personel 420.000 orang dan jumlah kantor sampai dengan tingkat kecamatan bahkan kelurahan dan desa. Tentu tidak mudah melakukan tata kelola yang baik untuk organisasi sebesar ini, semua membutuhkan proses.

Kita layak mendukung pesan Presiden Joko Widodo kepada Tito Karnavian selaku calon tunggal Kapolri, untuk melanjutkan dan melakukan reformasi di tubuh Kepolisian. Presiden dan kita semua merindukan sosok "Hoegeng Iman Santoso" atau dipanggil dengan Hoegeng. Inilah contoh Jenderal Polisi jujur yang pernah dimiliki Indonesia. Kapolri yang patut menjadi teladan bagi seluruh anggota Korps Bhayangkara. Andaipun nanti Tito Karnavian berhasil dilantik sebagai Kapolri, patut diingat Indonesia pernah punya Kepala Kepolisian yang dicintai masyarakat karena ketegasan, kesederhanaan, dan kejujurannya, dialah Hoegeng Imam Santoso. Teladan Jenderal Hoegeng patut disifati oleh Kapolri baru nanti maupun oleh seluruh Korps Bhayangkara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun