Perkenalkan Rendi. Dia seorang rakyat jelata di Indonesia, kurang lebih menyerupai saya dan Anda.
Beberapa hari terakhir ini, Rendi terpapar oleh sebuah kampanye iklan yang mencoba untuk memercikkan kesadaran akan kontribusi pribadinya terhadap perubahan iklim. Rendi sebenarnya tidak memahami 100% dari apa yang terus dijelaskan dalam iklan-iklan tersebut, tetapi satu frasa yang telah ia dengar berkali-kali adalah 'jejak karbon', dan kebetulan, di iklan tersebut juga menyediakan pranala menuju situs Web dengan alat 'kalkulator jejak karbon'. Penasaran, ia memutuskan untuk membuka situs Web tersebut di komputernya. Dengan kalkulator daring tersebut, dia diminta untuk memasukkan beragam detail tentang kebiasaan dia dalam aktivitas kesehariannya, seperti kebiasaan berbelanja, metode transportasi, penggunaan listrik di rumah, dan lain-lain. Semua pengukuran pribadi terhadap kategori-kategori tersebut kemudian dihitung oleh kalkulator tersebut menjadi sebuah angka estimasi jumlah karbon dioksida (CO2e) yang dikeluarkan oleh Rendi per tahunnya.
Setelah meluangkan waktu untuk mengisi 'kalkulator jejak karbon' tersebut dengan angka-angka yang sesuai menurut dia, Rendi kemudian dikejutkan dengan tingginya hasil akhir CO2e per tahun yang dikeluarkan oleh kalkulator tersebut. Rendi berpikir, iklan-iklan tentang sumber-sumber energi 'rendah karbon' dan 'kalkulator jejak karbon' ini mungkin telah menambah kesadaran bagi dia sendiri mengenai situasi perubahan iklim sekarang. Tidak hanya itu, Rendi juga mulai merasa bersalah, merasakan beratnya bobot kesalahan yang ditanggung secara oleh dia secara pribadi. Rasanya ia telah melakukan perubahan yang tidak dapat dihapus, dan sekarang Rendi merasa bersedia untuk melakukan perubahan-perubahan besar terhadap gaya hidupnya. Dia sekarang mulai mempertimbangkan opsi-opsi yang tertera pada situs kalkulator jejak karbon tersebut untuk 'mengimbangi' jejak karbonnya.
Sekarang, Rendi merasakan kesadaran berlebih mengenai jejak karbonnya setiap kali ia melakukan rutinitas kesehariannya.
Namun... semua hal tersebut justru merupakan bagian dari rencana para perusahaan-perusahaan besar migas melalui kampanye iklan mereka. Rendi mungkin hanyalah karakter fiktif di ilustrasi naratif dalam artikel ini, tetapi kampanye iklan yang ditujukan merupakan hal nyata yang pernah terjadi. Mungkin bagi beberapa pembaca generasi Milenial ke atas akan mengenalinya dengan kampanye iklan British Petroleum (BP) pada pertengahan 2000'an, dimana mereka menghabiskan ekuivalen ratusan juta dolar Amerika dalam periklanan untuk mendorong narasi publik, dimana yang sebenarnya bersalah atas sebagian besar kontribusi perubahan iklim adalah pada rakyat jelata, para konsumen, bukan para perusahaan-perusahaan besar migas 'Big Oil'. Tentunya, kekuasaan atas persepsi publik ini tidak disampaikan dengan cara yang begitu langsung, BP cukup cerdik untuk menciptakan istilah baru ('jejak karbon') dan mendorong para konsumen untuk mengolah dan melihat sendiri asesmen pribadi atas gaya-gaya hidup mereka yang ternyata (menurut BP) meninggalkan jejak karbon yang besar di atmosfer Bumi, melalui alat 'kalkulator jejak karbon' yang sempat disebutkan melalui Rendi di atas.
Sayangnya, kampanye BP begitu efektif dalam mengubah persepsi umum, hingga sekarang pun kita masih bisa merasakan efek-efek PR stunt bahkan setelah hampir dua dasawarsa telah berlalu.
Sebelum berlanjut, penulis ingin melakukan sedikit klarifikasi terlebih dahulu bagi para pembaca. Penulis di sini tidak bermaksud untuk mengedepankan pandangan bahwa dengan mengetahui propaganda dari perusahaan-perusahaan Big Oil tersebut, maka seluruh kontribusi emisi disalahkan kepada industri migas saja. Realitanya, kita yang di luar lingkungan-lingkungan korporat pada dasarnya juga berpengaruh terhadap memperparahnya perubahan iklim yang dirasakan oleh planet kita ini. Hanya saja saat berbicara tentang industri migas, memang benar bahwa mereka mempunyai persentase yang paling, paling signifikan dalam kontribusi gas-gas rumah kaca ke atmosfer Bumi, serta dalam bentuk-bentuk kerusakan lainnya terhadap biosfer kita. Hal tersebut didukung oleh berbagai macam laporan jumlah emisi, statistik historis kenaikan suhu global dan konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer, laporan atas bahan-bahan kimia industri yang mencemari lingkungan, dan masih banyak lagi.
Baik, kembali lagi ke pembahasan utama kita...
Koneksi yang ingin saya buat di sini bukanlah penjabaran atas berbagai macam kelakuan buruk oleh Big Oil, oleh industri migas. Terdapat banyak sekali artikel-artikel ilmiah lainnya yang membahas dengan lebih rinci dan tepat dibandingkan dengan pemahaman saya dalam situasi serumit nuansa politik perubahan iklim. Di sini, saya ingin menarik garis antara kampanye-kampanye industri migas dengan budaya modern masyarakat masa dewasa ini, menurut pendapat dan pemahaman pribadi.
Semenjak maraknya salah satu upaya perubahan persepsi publik yang dilakukan oleh BP mulai dari tahun 2004, tentunya tidak semua masyarakat ikut terpengaruh oleh hal itu. Istilah greenwashing kemudian digunakan oleh masyarakat untuk mendeskripsikan upaya-upaya kampanye atas sebuah produk, pemikiran, atau pergerakan yang sengaja dibuat agar terlihat baik terhadap ekosistem Bumi, meskipun realitanya mereka tidak ada bedanya dengan produk atau sistem-sistem yang telah diterapkan sekarang, atau bahkan lebih buruk lagi. Salah satu contoh atas greenwashing adalah perusahaan-perusahaan migas yang melobi untuk menggunakan istilah 'bahan bakar rendah karbon' untuk dijual sebagai produk baru kepada para konsumen... padahal produk 'baru' tersebut tidak lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan produk-produk bahan bakar yang telah beredar di pasar sekarang.