Seorang tokoh nasional bisa dilahirkan melalui proses dan tradisi rekrutmen kepemimpinan formal, akan tetapi banyak pula tokoh yang tercatat dalam sejarah karena Idealisme, Kebijakan, atau Prestasinya. Salah satu tokoh tersebut adalah Dr. H. Muhammad Maftuh Basyuni (Penerima Bintang Mahaputera Utama Tahun 1999 dan Bintang Mahaputera Adipradana tahun 2014).
Ketokohan Maftuh Basyuni, demikian panggilan akrab pria kelahiran Rembang 4 Nopember 1939 ini dapat dikatakan melejit secara alamiah sepanjang kepemimpinan lima presiden. Mulai dari Presiden RI ke-2 H. M. Soeharto sampai dengan masa kepemimpinan Presiden RI ke-6 Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, yang terus mendapat kepercayaan tanpa ikut jatuh bangun seiring pergantian rezim.
Pada tahun-tahun terakhir masa kepemimpinan Presiden H. M. Soeharto, Maftuh dipercaya sebagai pejabat istana, mulai dari Kepala Biro Protokol hingga Kepala Rumah Tangga Kepresidenan. Pada zaman Presiden B.J. Habibie, ia dipercaya menjadi Duta Besar RI di Kuwait. Pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ia diangkat menjadi Menteri Sekretaris Negara. Pada saat Presiden Megawati, pamor Maftuh tidak pudar, ia diangkat menjadi Duta Besar di Arab Saudi dan pada periode kepemimpinan Presiden SBY, Maftuh ditarik ke Tanah Air, dan diangkat menjadi Menteri Agama RI yang ke-20.
Maftuh Basyuni bertugas sebagai Menteri Agama (Menag) mulai Oktober 2004-Oktober 2009. Selama kurun waktu lima tahun, banyak kebijakan, kinerja dan prestasi yang patut diapresiasi. Kebijakan yang diambil tidak terlepas dari kebijakan yang telah dirintis oleh pejabat sebelumnya. Namun banyak pula terobosan baru yang dilakukan sesuai kontrak kinerja yang telah ditandatangani ketika diangkat Menag.
Pada masa itu, Image tak sedap melekat dengan Departemen Agama. Di mata masyarakat luas departemen agama identik dengan berbagai predikat negatif, yang justru bertolak belakang dengan nama departemen yang disandang. Dalam kalimat yang lugas, Gus Dur pernah menyebut Depag sebagai “Pasar”.
Ketika mendapat amanah mejadi Menteri Agama pada Kabinet Indonesia Bersatu, Maftuh Basyuni berhadapan dengan kenyataan, bahwa ekspektasi terhadap dirinya sedemikian tinggi. Ekspektasi pertama adalah datang dari Presiden Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, yang menghendaki agar dilakukan perubahan dan pembenahan mendasar di Depag. Kehendak ini sejalan dengan semangat reformasi yang menjadi ruh pemerintahan SBY-JK.
Kedua adalah ekspektasi publik. Masyarakat menaruh harapan yang amat tinggi terhadap jajaran Kabinet Indonesia Bersatu, yang diharapkan mampu membawa era yang menghadirkan perbaikan dan pembenahan di berbagai sektor. Masyarakat sangat berharap, inilah era yang akan menghadirkan pemerintahan yang bersih, terpercaya, profesional, yang dapat memecahkan berbagai problema yang selama ini membelit.
Sementara pada sisi internal, Maftuh Basyuni harus berhadapan dengan kenyataan bahwa situasi yang ada tidak sepenuhnya mampu mendukung terpenuhinya ekspektasi dari dua arah itu. Birokrasi, termasuk sumber daya manusia / staf yang berada di dalamnya, masih berada pada paradigma lama dan belum seratus persen sejalan dengan semangat reformasi.
Menghadapi tantangan yang tidak ringan Maftuh Basyuni menggulirkan paradigma baru, yang bertumpu pada semangat reformasi. Serangkaian kebijakan baru ditetapkan, disertai sanksi tegas bagi mereka yang melanggar. Good Governance diterjemahkan dalam pola-pola kinerja yang lebih praktis dan membumi. Tidak ada kompromi bagi mereka yang melakukan KKN, dan yang terpenting Maftuh Basyuni memberikan keteladanan untuk semua idealismenya itu.
Salah satu isu sensitif yang saat itu menjadi pusat sorotan masyarakat, yaitu penyelenggaraan ibadah haji. Isu ini berhasil ia benahi secara serius dan menyeluruh. Mulai dari proses pendaftaran calon jamaah haji di Tanah Air, hingga kepulangan dari Tanah Suci. Untuk itu, Maftuh Basyuni kerap kali berada dalam posisi berseberangan dan tidak populer, karena harus berhadapan dengan berbagai pihak yang selama ini menikmati situasi dan kondisi lama. Baik dari parlemnen, para penyelenggara ibadah haji, rekanan, muassasah, atau pun dari kalangan pers. Akan tetapi mantan Dubes di Arab Saudi ini memiliki komitmen maju terus pantang mundur, dan siap menjadi tokoh yang tidak populer.