Mohon tunggu...
Lingga Madu
Lingga Madu Mohon Tunggu... -

An MBA Scholar, A Wealth Manager, A Movie Otaku, and A Dog Lover.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Dengkul itu Bukan Modal yang Baik

13 September 2011   03:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:00 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini saya merasa agak risih dengan "Investasi XXX modal dengkul". XXX = emas, properti, bisnis, saham, reksadana, forex dan lain sebagainya. Intinya, investasi modal dengkul ini membujuk Anda untuk berhutang demi berinvestasi, dengan tujuan mencapai potensi profit yang lebih tinggi. Dalam ragam investasi modal dengkul, potensi profit didapat dari selisih bunga hutang versus profit investasi ybs. Misal: Anda meminjam uang bank dengan bunga 15%, untuk dibelikan emas yang katanya retur minimal 20%. Anda untung 5%. Atau membeli properti dengan hutang untuk disewakan; cashflow sewa untuk menutupi cicilan hutang. Saya setuju. Investasi modal dengkul bisa membuat Anda cepat kaya. Namun, bisa cepat kaya = bisa cepat miskin juga dunk :) Dalam investasi, terdapat sebuah hukum pasti, sepasti hukum gravitasi : "Low Risk Low Return, High Risk High Return". Kebanyakan skema modal dengkul ini hanya mengiming-imingi konsumen dengan retur, tanpa menjelaskan setinggi apa risk-nya. "Loh, pak, banyak yang berhasil. Itu udah ada bukunya!" Ya iya lah. Yang ditulis di buku pasti kisah sukses. Kisah gagalnya? Anda tidak pernah heran? Kenapa di buku, brosur, dan media marketing modal dengkul lain yang dibahas hanya "skenario baik" saja? "Skenario buruk"-nya mana? Di saat ekonomi kinclong seperti saat ini, banyak orang membuang "skenario buruk" dari kamus mereka. Oh, tidak bisaaa. Kenapa? Untuk bisa dikatakan ok, sebuah skema investasi harus bisa dijalankan dalam keadaan ekonomi baik DAN buruk. Pernahkah Anda menghitung kredit emas Anda dengan "skenario buruk"? Ketika harga emas hanya naik sebatas inflasi? Atau turun? Pernahkah Anda memperhitungkan kemungkinan gagal bayar cicilan? Kalau Anda di PHK? Kalau ada keadaan darurat? Contoh lain adalah Reksadana modal dengkul. Bisa bisa aja. Tapi yang adil dunk skenarionya. Dalam ilmu finance dan risk management, ada yang disebut dengan RAROC - Risk Adjusted Return On Capital. Artinya, profit yang kita proyeksikan harus dihitung ulang dengan memperhitungkan faktor resiko. Dalam hitungan RAROC tadi, kenaikan profit investasi modal dengkul biasanya selalu kalah kenaikan faktor resikonya. Ketika Anda berinvestasi tanpa ngutang, Anda hanya akan menghadapi resiko kerugian (loss) investasi Anda. Namun, ketika Anda ngutang modal dengkul, Anda menghadapi resiko (1) kerugian investasi (2) pokok hutang dan (3) bunga hutang. Silahkan direnungkan : If you invest with your "dengkul", you're risking your "dengkul" on the line. I hope you've prepared  a decent wheelchair. Bahasa jermannya : Kalau Anda siap berinvestasi dengan modal dengkul, Anda juga harus siap ngesot kalau dengkul Anda ilang :)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun