Dari media saya membaca bawa ada dua negara yakni Jepang dan China sudah menyatakan minat untuk mengerjakan kereta cepat (high speed railways) Jakarta-Bandung. Lobi-lobi pun sudah dilakukan dari level para menteri, hingga kepala negara. Meskipun tidak banyak yang tahu seberapa kuat lobi-lobi yang sebenarnya terjadi di level para pengusaha.
Seharusnya kompetisi ini akan memberikan keuntungan kepada Indonesia sebagai pemilik "tender". Mengutip statement dari Menko Rizal Ramli, "Dan mohon maaf saya enggak peduli siapapun bekingnya. Karena kita ingin yang terbaik buat rakyat Indonesia. Bukan menguntungkan para beking. Ini jelas kalo kompetisi fair, siapapun yang menang/kalah akan diterima", jelas kita inginkan yang terbaik.
Bagaimana menentukan pilihan yang terbaik diantara yang "terbaik" mungkin bukanlah perkara yang mudah. Didalam tulisan ini saya hendak mengutarakan beberapa point yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan pilihan kita.
1. Menurut saya meskipun China sudah sangat maju dalam teknologi railways, tetapi sekali lagi menurut saya, Jepang lebih memiliki technological history yang lebih panjang dibandingkan China. Karena technological frontier dan state of the arts technologies di bidang railways cenderung dipimpin oleh negara-negara maju seperti Jepang dan Eropa, tanpa bermaksud mengabaikan perkembangan riset dan teknologi di bidang ini di China. Untuk saat ini, saya mengasumsikan Jepang mungkin masih leading dalam hal teknologi.Â
2. Dibandingkan perusahaan-perusahaan dari China, secara historis Jepang telah dan akan lebih memiliki keunggulan manajerial yang baik pada jangka pendek dan menengah dalam mengeksekusi business di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari komposisi MNCs yang masuk ke Indonesia. MNCs dari Jepang sudah lebih dulu berakar dan bertumbuh di negara kita. Sudah terdapat existing Japanese specific business network dan infrastructure di Indonesia. Sehingga tidak perlu banyak adjustment cost yang harus dikeluarkan ketika berbisnis di Indonesia. Secara sederhana, perusahaan-perusahaan Jepang sudah lebih paham dengan culture business di Indonesia dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan dari China. Selain itu banyak sekali existing Japanese companies di Indonesia yang kemudian akan berkolaborasi dan bersinergi menjadi strategic partners dalam mengerjakan proyek tersebut.Â
Dari kedua points diatas sepertinya pilihan kita mungkin akan jatuh kepada Jepang. Tetapi berikut saya akan memaparkan trade-off ketika pilihan kita jatuh kepada Jepang.
1. Jika Jepang berada diposisi depan dalam pengembangan teknologi railways, Apakah mungkin untuk investasi perdana di Indonesia ini teknologi yang akan dibawa masuk oleh Jepang ke Indonesia adalah yang terdepan yang mereka punya? Menurut saya Jepang tidak akan melakukan hal tersebut. mengingat resiko dari efek "knowledge spillover" yang akan terjadi, dimana kekhawatiran akan kompetisi di masa depan yang diakibatkan oleh penguasaan dan pengembangan teknologi yang serupa dari pihak lain. Pada akhirnya Jepang mungkin hanya membawa teknologi yang relativ sudah lama dan mungkin usang.
2. Exclusivitas dari jaringan-jaringan perusahaan-perusahaan dari Jepang yang sudah beroperasi di Indonesia akan menyebabkan minimnya knowledge sharing antara mereka dan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Dalam jangka panjang, perusahaan lokal Indonesia akan semakin sulit dalam berkompetisi, dikarenakan jaringan yang solid dari MNCs Jepang yang beroperasi di Indonesia. "Knowledge spillover" efek akan sangat minim, sehingga peningkatan produktivitas perusahaan-perusahaan nasional tidak akan terlalu significant.
Pada akhirnya, memberi kesempatan kepada investor baru seperti China akan lebih bermanfaat dalam jangka panjang. Ketika kedua negara sama-sama tidak akan membawa teknologi mutakhir untuk proyek perdana ini, Point 1 diatas tidak lah suatu nilai plus untuk memilih Jepang, tetapi dengan memilih China setidaknya akan lebih banyak kemungkinan terjadinya knowledge sharing dengan perusahaan-perusahaan nasional. Selain itu, investor baru ini akan membentuk jaringan business yang baru pula, sehingga kedepan akan terjadi kompetisi yang aktiv antara perusahaan Jepang dan China di pasar Indonesia. Yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas industri di dalam negeri. Tetapi kita perlu menyadari juga dan belajar dari yang selama ini sudah terjadi, ketika banyak pekerja-pekerja dari China yang menyerbu Indonesia, mulai dari yang mengurus pekerjaan rumah tangga seperti juru masak hingga manajer level atas.Â
Bangsa kita harus meningkatkan kemampuan dan kapasitas "absorptive capacity" dalam menyerap pengetahuan yang dibawa oleh perusahaan-perusahaan Asing yang ada di Indonesia, baik itu kemampuan manajerial atau pun kemampuan dibidang teknologi. Kemampuan berkomunikasi dan kecerdasan pikiran akan sangat penting dalam memahami suatu pengetahuan dan ilmu yang baru. Kita bisa melihat dan mencontoh bagaimana mereka menyelesaikan masalah dan kita mungkin dapat berinovasi untuk suatu solusi yang lebih baik kemudian. Janganlah kita hanya menjadi penonton saja di negeri kita. Bangunlah negeri kita yang luas ini sehingga kita tidak hanya dapat membantu diri kita tetapi kita juga dapat berbuat banyak buat bangsa lain.
Jayalah Indonesia.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H