Oleh Pahala Sibuea dan Sudarsono*
Selasa, 10 Agustus 1995. Angkasa Bandung tampak cerah. Dari hangar Bandara Husein Sastranegara, pesawat berbaling-baling yang dinamai N250 Gatotkaca keluar perlahan, lalu terbang. Penampakannya yang gagah itu mempesona semua orang, termasuk Presiden Soeharto dan Menristek BJ Habibie sebagai perancangnya.
Kisah penerbangan prototipe pesawat yang rancang bangunnya dikerjakan para anak bangsa itu, diperingati sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas). Hari itu menjadi tonggak sejarah kebangkitan teknologi nasional, seturut Keppres RI No. 71 Tahun 1995.
Tujuan Hakteknas antara lain untuk menghargai keberhasilan putra-putri Indonesia dalam memanfaatkan, menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), serta untuk mendorong mereka untuk terus-menerus membangkitkan daya inovasi dan kreasi, guna kesejahteraan dan peradaban bangsa Indonesia. Pertanyaannya adalah, sudahkah tujuan Harteknas yang dicanangkan sejak tahun 1995 tersebut tercapai setelah lebih dari 25 tahun yang berlalu?
Peringatan Hakteknas tahun 2021 mengusung tema "Integrasi Riset untuk Indonesia Inovatif" dan subtema "Digital Green Blue Economy." Sebuah tema yang sangat bagus dan relevan dengan situasi saat ini dan perkembangan pada masa depan. Namun demikian, tema yang keren tersebut perlu diejawantahkan dalam bentuk nyata, yang mempunyai nilai tambah serta menyejahterakan rakyat dan bangsa Indonesia.
Presiden Jokowi telah mengutarakan dalam Konferensi Tingkat Tinggi Climate Adaptation Summit (KTT CAS) 2021, terkait peringatan Hakteknas 2021 bahwa "Indonesia harus jadi produsen teknologi." Dan bukan hanya sebagai konsumen untuk produk asal luar negeri. Dengan menjadi produsen, maka nilai tambah yang didapatkan akan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Sebaliknya, dengan menjadi pengguna, maka justru sumberdaya kita terkuras dan malah menyejahterakan bangsa lain. Dua hal tersebut tentu mempunyai makna yang sangat berbeda terkait dengan keberlanjutan dan kelestarian NKRI. Dengan menjadi produsen teknologi, akan memperkuat posisi tawar dan dapat menjadi pondasi eksistensi NKRI pada masa depan.
Masalah justru muncul dari bangsa Indonesia sendiri, sebagaimana disinyalir oleh Mendikbud Ristek Nadiem Makarim, terkait dengan perayaan Hakteknas. Ia menyatakan bahwa "Produk Indonesia belum dicintai" oleh rakyat Indonesia sendiri. Tidak dapat dipungkiri, bahwa masih banyak rakyat Indonesia yang masih silau dengan segala hal yang sifatnya diimpor dari luar negeri, termasuk produk teknologi. Hal ini dapat dimengerti karena ketersediaan produk teknologi karya anak negeri masih sedikit, atau karya mereka masih belum dapat menjawab tantangan kebutuhan riil di lapangan.
Untuk itu, Hakteknas 2021 seharusnya dijadikan momentum bagi peneliti untuk meningkatkan kreativitasnya dalam menjawab permasalah riil pada masyarakat, guna mengembangkan kesejahteraan bangsa dan negara Republik Indonesia. Dari sisi pemerintah, cetak biru kebijakan penguatan sistem inovasi nasional yang sudah dibuat, perlu terus dikembangkan pada masa depan. Â
Agar kesadaran dan tanggung jawab komponen bangsa dan negara untuk secara berkelanjutan melakukan inovasi dapat terus direalisasikan. Kegiatan yang riil dan membumi perlu terus dilakukan, serta tidak hanya sebatas seremonial, berbagai macam seminar, workshop, pameran, lomba dan pemberian penghargaan. Hal itu untuk mendorong iklim inovasi dan realisasi inovasi anak bangsa.
Masa pandemi Covid-19 menjadi tantangan yang sangat besar, namun memiliki hikmah berupa bermunculannya inovasi dan kreasi di bidang teknologi kesehatan. Pada bidang kesehatan ini banyak dihasilkan obat-obatan untuk pasien Covid-19, peralatan-peralatan diagnostik, ventilator dan vaksin merah putih. Inovasi dan kreasi bermunculan di kalangan para akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan Genose, ITB dengan Ventilator, vaksin merah putih dari Universitas Airlangga (Unair) yang masih dalam uji klinis dan berbagai teknologi terapan dan pelayanan yang dikembangkan oleh kerja sama antaruniversitas.