Karbon kredit adalah instrumen keuangan yang berfungsi sebagai mekanisme kompensasi bagi perusahaan atau individu yang ingin mengimbangi emisi gas rumah kaca (GRK) mereka. Di Indonesia, karbon kredit dikenal secara resmi sebagai Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK).
Karbon kredit memungkinkan pihak-pihak yang berupaya menurunkan emisi mereka untuk membeli sertifikat ini sebagai bukti kontribusi terhadap pengurangan emisi global.
Dalam konteks pasar karbon global dan di Indonesia, karbon kredit memberikan jalan bagi perusahaan untuk mendukung proyek-proyek yang berfokus pada penyerapan atau pengurangan emisi karbon. Contoh proyek yang dapat menghasilkan karbon kredit mencakup konservasi hutan, penanaman pohon, serta proyek energi terbarukan seperti geothermal atau energi minihidro.
Tujuan Karbon Kredit
Tujuan utama dari karbon kredit adalah untuk mendukung offset atau pengimbangan emisi gas rumah kaca. Dengan kata lain, perusahaan yang memiliki jejak karbon tinggi dapat mengurangi dampak lingkungan mereka dengan membeli karbon kredit.
Langkah ini sejalan dengan berbagai tekanan eksternal, baik dari pemerintah maupun investor, agar perusahaan-perusahaan mengadopsi strategi yang lebih ramah lingkungan. Pemerintah, misalnya, memiliki target penurunan emisi sebagai bagian dari Nationally Determined Contributions (NDC) dalam kerangka Paris Agreement.
“Karbon kredit itu tujuan sebenarnya untuk apa? Untuk melakukan offset emisi, kenapa harus offset emisi? Karen sebenarnya sudah banyak tekanan-tekanan untuk perusahaan-perusahaan melakukan penurunan emisi misalnya pemerintah yang memiliki target NDC dari sisi investor juga sudah mulai banyak investor yang melihat perusahaan mana yang mau di-invest, kalau misal perusahaannya kayaknya enggak peduli sama lingkungan enggak mau, maunya perusahaan-perusahaan yang peduli lingkungan,” ujar Parlin Tambunan, dari IDX Carbon, dalam webinar Green Skilling LindungiHutan.
Selain itu, investor saat ini cenderung menaruh perhatian pada aspek keberlanjutan dalam portofolio mereka. Perusahaan yang berupaya mengurangi dampak lingkungan dan menerapkan standar Environmental, Social, and Governance (ESG) umumnya lebih menarik bagi investor. Dengan kata lain, karbon kredit membantu perusahaan memenuhi ekspektasi keberlanjutan, yang semakin menjadi faktor penting dalam dunia investasi.
Regulasi Perdagangan Karbon di Indonesia
Di Indonesia, perdagangan karbon diatur melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 21 Tahun 2022, yang mengklasifikasikan unit karbon ke dalam dua jenis utama:
Allowance trading (perdagangan karbon wajib)
Sistem ini mengharuskan sektor tertentu, terutama industri dengan emisi tinggi seperti pembangkit listrik berbahan bakar batubara, untuk mematuhi batas emisi yang ditetapkan oleh pemerintah. Surat bukti PTBAE-PU (Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi-Pelaku Usaha) berlaku sebagai batasan emisi maksimal bagi perusahaan di sektor tersebut.