Mohon tunggu...
Lindung Pardede
Lindung Pardede Mohon Tunggu... Trader -

ketika diam, kita bisa memaknai hitam berwarna putih dan putih berwarna hitam. semoga

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Nyepi - Sejenak Menepi

30 Maret 2014   19:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:17 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nyepi - Sejenak Menepi.

Besok kan libur, kemana kita? Demikian terdengar pembicaraan beberapa remaja yang melintas di depanku. Libur? Wow, ternyata aku mulai melewatkan tentang tanggal merah, tanggal yang dulu selalu kulihat pertama kali ketika melihat kalender. Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1936, itulah keterangan yang ku dapatkan ketika aku melihat tanggalan merah tersebut. Hari Raya Nyepi, pikiranku langsung merespon Bali dan secara otomatis aku tersenyum, selalu ada alasan yang membuat ku tersenyum ketika mendengar kata Bali. Tetapi tentu saja tulisan ini bukan mengenai Bali, kita tetap fokus pada Nyepi. (hehehehehe).

Nyepi berasal dari kata sepi (sunyi, senyap). Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk menyucikan alam manusia dan alam semesta. Inilah yang membuat saya tertarik dengan perayaan nyepi. Tidak seperti kebanyakan orang yang merayakan tahun baru Masehi dengan kembang api, Tahun Baru Saka di Bali dimulai dengan menyepi. Menyepi, Ya Menyepi. Memulai sesuatu dengan menyepi.

Kenapa Saya perlu ”menyepi”

Kita hidup ditengah kemajuan zaman yang dilengkapi dengan kebisingannya. Suara kenderaan, suara televisi, suara radio, suara pesawat, suara ini, suara itu yang menghampiri indera pendengar kita. Tentu itu semua adalah kebisingan yang terjadi di tempat dimana kita berada dan kebisingan ini diluar kendali kita. Jika kebisingan itu berada disuatu lingkungan, cara menghindari kebisingan itu cukup mudah, yaitu berpindah dari lingkungan tersebut.

Kebisingan juga bisa terjadi karena kesibukan kita. Senin berganti senin kita berkutat dengan begitu banyak kegiatan, begitu banyak tugas, begitu banyak peristiwa, dan tentu begitu banyak tuntutan dari orang-orang yang ada di sekitar kita. Hati dan pikiran kita dipenuhi rencana, harapan, ketakutan, kecemasan. Hati kita dipenuhi unek-unek, hati kita dipenuhi begitu banyak hal, hal yang mungkin saja semrawut seperti benang kusut. Badanpun lelah dan pikiranpun jenuh. Apakah pada saat ini, kita harus meninggalkan tubuh kita? Tentu tidak. Pada saat itu kita perlu menyepi, menepi sejenak dari rutinitas.

Menyepi, Menepi Sejenak dari ...

Hanya ketika air diam, tak bergerak, maka kita bisa berdiri di depannya dan melihat pantulan jelas wajah kita. Hanya ketika berhenti tergesa-gesa memburu melakukan berbagai hal, barulah kita bisa melihat apa yang kita kerjakan. Ketika seseorang menyepi, menepi sejenak dari kesibukan, tekanan, kebingungan, kehilangan, dia sedang menikmati keheningan, dalam keheningan itu kita akan menemukan makna hidup yang bisa kita terapkan dalam kehidupan. Akan tetapi jangan bertanya soal makna hidup, janganlah mencari-carinya nanti pikiran kita malah tambah bising. Cukup diamlah dan heninglah, maka kita akan mengetahuinya.

Menyepi, kapan dan dimana?

Bila besok umat Hindu merayakan Nyepi, kapan ya kita menyepi? Mereka memulai tahun dengan menyepi, bagaimana kalau kita memulai hari dengan menyepi juga? Ketika bangun pagi marilah meluangkan waktu sejenak untuk hening, mensyukuri mujizat bahwa kita masih bangun dan akan memulai hari. Diam, hening sejenak, menepikan diri dari semua tuntutan, menepikan gadget, semuanyalah. Diam, hening, dan menepi berarti memposisikan diri dalam kepasrahan yang utuh kepada Pencipta kita. Hari yang akan kita lalui mungkin saja berat, rumit dan menyediakan banyak tantangan, tetapi marilah kita mengawalinya dengan menepi, sehingga kita mengawalinya serumit apapun hari yang akan kita jalani, setidaknya kita mengawalinya dengan sebuah ketenangan. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun