Mohon tunggu...
Linda
Linda Mohon Tunggu... Guru - Guru

Suka belajar sesuatu yang layak untuk diketahui

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Etika Berbusana

22 Juni 2022   17:00 Diperbarui: 22 Juni 2022   17:09 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

"GENGSI DAN ETIKA DALAM BERBUSANA"

Seiring perkembangan jaman teknologi yang semakin canggih, gaya hidup pun mulai mengalami perubahan sesuai dengan arus globalisasi. Teknolologi canggih juga mampu menghasilkan trend busana dan fashion. Begitu pula orang -- orang yang datang melakukan persembahyangan selalu menggunkan pakaian yang bervariasi yang sering dikatakan up tu date, bahkan banyak beranggapan jika tidak mengikuti perkembangan fashion maka akan ketinggalan jaman.

Penampilan menjadi topik utama kemana dan dimanapun mereka berada, akan tetapi dalam hal penampilan ke Pura akan menjadi kebiasaan tersendiri jika mereka mengutamakan gensi atau etika. Namun kenyataannya yang di utamakan adalah gengsi, sebenarnya yang harus diutamakan oleh generasi muda adalah etika dalam berpakaian di dampingi dengan rasa nyaman.

Busana adat Bali merupakan identitas dan bagian dari kekayaan budaya nasional yang perlu dilestarikan (Pergub Bali No. 79 Tahun 2018). Hal tersebut akan pengaruh terhadap estetika dan etika dalam berbusana sehingga akan dapat mendorong peningkatan produktifitas busana lokal Bali. Sepatutnya generasi muda mampu memahami serta mempelajari etika dalam berbusana untuk melakukan persambahyangan ke Pura.

Setiap orang pasti akan memiliki pikiran untuk dapat berpenampilan cantik, ganteng dan rapi saat melakukan persembahyangan, namun hal tersebut tidaklah perlu berpenampilan yang berlebihan jika ingin merasakan kenyamanan dan pikiran damai dalam berbusana.

Berpakaian dengan rapi dan sopan itu harus, sehingga tidak mengganggu penglihatan orang lain. Namun masih saja ada yang mengutamakan gengsi yang berlebihan supaya dapat menarik simpati sehingga menjadi sebuah tontonan untuk menarik perhatian setiap orang, akan tetapi berbalik arah akan merusak pikiran si penonton sehingga akan memunculkan pikiran pikiran kearah yang tidak baik.

Hal tersebut diperlukan kesadaran semua umat untuk mensucikan pikiran diri sendiri terlebih dahulu sehingga pikiran orang lain pun akan ikut terjaga sebelum melakukan persembahyangan untuk dapat menjaga kesucian tempat sembahyang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun