Isra dan Mi'raj adalah salah satu peristiwa paling luar biasa dalam sejarah Islam. Peristiwa ini tidak hanya menjadi bukti keagungan Allah SWT, tetapi juga menjadi penghiburan bagi Nabi Muhammad SAW di tengah masa-masa sulit dalam perjuangan dakwahnya. Mari kita telaah lebih dalam asal-usul, latar belakang, hingga jalannya peristiwa agung ini.
Latar Belakang Peristiwa Isra dan Mi'raj
Kisah Isra dan Mi'raj terjadi pada tahun ke-10 kenabian, yang sering disebut sebagai 'Aamul Huzni (Tahun Kesedihan). Pada tahun itu, Nabi Muhammad SAW mengalami kehilangan besar dengan wafatnya dua orang yang sangat dicintai dan mendukung perjuangannya: Siti Khadijah, istri tercinta, dan Abu Thalib, paman yang selalu melindungi beliau.la
Selain itu, dakwah di Makkah semakin mendapat penolakan keras dari kaum Quraisy. Perjalanan beliau ke Thaif untuk berdakwah juga berakhir dengan penghinaan dan penganiayaan. Di tengah kesedihan dan tekanan tersebut, Allah SWT memberikan mukjizat luar biasa untuk menguatkan hati Nabi Muhammad: perjalanan Isra dan Mi'raj.
Perjalanan Isra: Dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa
Pada malam yang diberkahi, Nabi Muhammad SAW dijemput oleh Malaikat Jibril untuk memulai perjalanan Isra. Dengan menaiki Buraq, hewan khusus yang bergerak secepat kilat, Nabi Muhammad melakukan perjalanan dari Masjidil Haram di Makkah menuju Masjidil Aqsa di Yerusalem.
Di Masjidil Aqsa, Nabi Muhammad SAW melaksanakan salat dan menjadi imam bagi para nabi terdahulu. Hal ini menegaskan kedudukan beliau sebagai pemimpin para nabi dan risalah Islam sebagai penyempurna agama-agama sebelumnya.
Perjalanan Mi'raj: Menuju Sidratul Muntaha
Setelah menyelesaikan Isra, Nabi Muhammad melanjutkan perjalanan Mi'raj, yaitu naik ke langit hingga mencapai Sidratul Muntaha, tempat tertinggi yang hanya bisa dijangkau atas izin Allah. Dalam perjalanan ini, Nabi Muhammad melewati tujuh lapis langit dan bertemu dengan para nabi, seperti Nabi Adam, Nabi Isa, Nabi Musa, dan Nabi Ibrahim. Setiap pertemuan tersebut penuh dengan hikmah dan penguatan atas tugas dakwah beliau.
Di Sidratul Muntaha, Nabi Muhammad SAW menerima perintah salat lima waktu langsung dari Allah SWT. Awalnya, jumlah salat yang diwajibkan adalah 50 waktu. Namun, atas saran Nabi Musa yang peduli dengan umat Nabi Muhammad, beliau kembali memohon keringanan hingga akhirnya ditetapkan menjadi lima waktu sehari semalam. Meskipun jumlahnya sedikit, pahala salat lima waktu ini setara dengan 50 waktu.