Â
Komisi Perlindungan Anak: "Bagaimana tanggapan perusahaan anda terhadap logo yang dicantumkan di kaus anak saat audisi? Apakah anda menyadari bahwa itu salah satu pelanggaran karena menggunakan tubuh anak sebagai media iklan?"
Perusahaan Rokok: "Tentu saja tidak, kami hanya menyelenggarakan audisi saja kok. Kaus yang dipakai anak-anak bukan untuk promosi produk kami melainkan hanya untuk identitas kami sebagai penyelenggara. Lagipula tidak ada sama sekali rokok yang dijual saat audisi."
Cuplikan dialog di atas merupakan salah satu bagian dari diskusi seru antara kelompok blogger yang berperan sebagai Komisi Perlindungan Anak dan Perusahaan Rokok. Siang itu tanggal 30 Maret 2019 bertempat di Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, diadakan diskusi kelompok terpumpun (Focus Group Discussion).Â
Yayasan Lentera Anak sebagai pihak penyelenggara mengundang 30 blogger yang berasal dari Jabodetabek untuk duduk bersama mengangkat sebuah isu eksploitasi anak melalui audisi olahraga.
Isu sebenarnya ini sudah lama digaungkan oleh Yayasan Lentera Anak kurang lebih sekitar tahun 2009. Berdasarkan hasil perkepoan di dunia maya, saya menemukan artikel-artikel kontradiktif yang menganggap Lentera Anak hanya berlebihan karena melaporkan PB Djarum melakukan eksploitasi anak melalui audisi bulu tangkis.
Bahkan salah satu artikel dari komunitaskretek.or.id menyebutkan bahwa Yayasan ini berdelusi. Wah wah wah, tunggu dulu Ferguso. Benarkah demikian? Melalui kegiatan ini saya dan rekan-rekan blogger melakukan diskusi mendalam dan juga turut hadir Pendiri Yayasan Lentera Anak Ibu Lisda Sundari, Liza Djaprie (Psikolog) dan Bagja Hidayat (Editor Senior Tempo).
Kunci utama: pelajari dulu faktanya!