“Mbak pilih yang mana, Cerita cinta Cinderella atau cerita cinta berliku, yang akhirnya tidak selalu sesuai dengan keinginanmu, namun dalam prosesnya, Tuhan memberikan pembelajaran luar biasa. Hidayah yang tidak Tuhan berikan pada Cinderella”, Tanya laki-laki muda itu
“Pertanyaan macam apa itu. Mana ada Cinderella mendapat hidayah” He-he, aku tertawa mendapati betapa konyolnya pertanyaan Rio malam itu.
Kami berdua sedang di sebuah restoran. Malam minggu, Ciputra World ramai sekali. Aku sedang duduk nyaman dengan makanan enak menantikan percakapan seru dengan sahabat lama. Sebenarnya, waktu itu aku hanya ingin lari dari kenyataan. Lari dari pikiran dan perasaan yang membebani.
“Mei ini dia akan menikah Yo, what should I do?” tak sadar aku menggumamkan ketakutan luar biasa yang berusaha menyembul dari pikiranku. “Sorry mbak I cant hear you. You were mumbling” Tanya Rio. Aku tersadar, cepat-cepat mengembalikan fokus pada laki-laki di hadapanku. “No… just forget it!” aku tersenyum
“Ok! Now Just answer my question…” Tanya Rio lagi.
Aku berpikir sejenak, “Humm… cerita kedua. Aku ga' ingin jadi Cinderella”
“Ok! Kemudian, di film Life of Pi, ada dua kisah yang diceritakan Patel tentang penyelamatan dirinya saat terkatung-katung di tengah samudra. Kisah pertama, saat Patel harus membunuh semua binatang buas disampannya untuk bertahan hidup. Cerita itu begitu sederhana, namun berakhir sempurna. Patel membunuh semuanya! Patel selamat! Done!”
Aku mendengar sembari mengingat salah satu scene dalam film favoritku tersebut.
“Di kisah kedua, Tuhan menempatkan Peter Parker di sampannya. Peter Parker is a tiger, binatang buas yang bisa memangsa Patel kapanpun dia mau. Agar selamat, mau tidak mau, Patel harus selalu terjaga. Waspada. Karena selalu terjaga dan waspada, Patel mendapatkan banyak pembelajaran hidup selama perjalanannya. Dan itu adalah sebuah cerita yang luar biasa! Yang menarik adalah bahwa Tuhan tidak menempatkan harimau mati dalam sampan itu. Atau bahwa Patel berkeinginan untuk membunuhnya. Karena jika begitu, pertama, Patel belum tentu selamat mengarungi bahtera hidup selanjutnya. Kedua, karena ceritanya ga' akan menarik. Hehe” Rio melihatku dengan senyum, aku mengangguk setuju.
“Menurut mbak, kisah mana yang lebih disukai Tuhan, dari dua versi diatas?”
Lagi-lagi bukan pertanyaan sulit. “Cerita kedua”
“Ok! I have another last story, but after this” kata Rio sambil menyendok Chicken curry rice ke mulutnya. “This is good” katanya memuji makanan tersebut. Aku tersenyum sambil menunggu.
“Nah! Cerita ketiga tentang seorang laki-laki di Eropa, jangan tanya padaku dimana dan tahun berapa. He-he. Dia memiliki sebuah bola benang ajaib, yang jika ditarik, maka waktu akan berlalu menuju waktu yang diinginkannya. Semisal, pada saat dia berusia lima tahun, dia merasa bahwa menjadi remaja kayaknya asyik, maka ditariknya benang tersebut. Dan Hupla! Dalam sekejap dia adalah seorang remaja tampan yang memiliki kekasih. Lalu dia berpikir, "kayaknya nikah asyik nih!" maka ditariknya kembali benang itu. Hupla! Dalam sekejap, laki-laki Eropa tersebut menikah, hidup bahagia dan memiliki anak-anak kecil yang lucu, namun… rewel dan nakal. Maka dia ingin anak-anaknya menjadi dewasa agar tidak repot, maka ditariknya lagi, dan Hupla! Anak-anaknya kini telah besar, mandiri, sukses. Mamun merantau dan melupakannya. Mbak tahu, dalam suatu kisah tidak melulu ada cerita menyenangkan. Namun juga cerita menyedihkan. Si laki-laki itu sebenarnya tahu hukum kehidupan tersebut, namun dia memilih untuk menarik benang lagi-dan lagi saat kesulitan dan kesedihan datang sampai dia sadar bahwa dia renta demikian cepat dan hampir mati. Saat dia termenung menyadari bahwa hidupnya berlangsung hambar tanpa kisah untuk diceritakan, seorang penyihir muncul dan bertanya, “Gimana? Asyik kan hidupmu?”. Laki-laki tersebut tersenyum kecut, sambil berkata, “Jika aku hidup kembali, aku mau hidupku berulang. Tanpa benang sialan ini”
“Hehe. Akupun akan mengatakan hal yang sama”
“Ok! Good! Pada cerita pertama, mbak ga' mau jadi Cinderella. Di cerita kedua, mbak ingin bersama Peter Parker. Pada cerita ketiga, mbak ga' ingin punya benang. Dari ketiga cerita tersebut, mbak terus menerus memilih OPSI yang KEDUA”
“Yah sure.” jawabku yakin
“Mengapa?” Tanya Rio
Aku berpikir sejenak, “Wait, let me have my Teh Masala. Hehe” kataku sambil menyeruput es teh beraroma kayu manis itu. Sejenak aku berpikir, Rio kembali menikmati makanannya.
“Aku… ga' ingin jadi Cinderela” jawabku akhirnya. “Pertama, karena tidak ada kisah Cinderella. He-he. No, I mean, aku hanya ingin hidupku berakhir ber-Arti, bermakna. Itu saja”
“Ok, jika dikaitkan dengan kisah cinta mbak yang gagal. He-he. Apakah mbak mendapatkan pembelajaran dan, well let say hidayah Tuhan, dari perpisahan tersebut?” tanyanya. “Ow, great! Rupanya dia notice kegalauan hatiku.” Tiba-tiba aku merasa bersalah.
“Luar biasa… Pembelajarannya luar biasa... Dan mungkin hidayah Tuhan tidak akan datang, semisal aku tidak berpisah dengan laki-laki yang sangat aku cintai tersebut. Jika akhir cerita cintaku bahagia, semisal dengan menikah dengannya, akupun tak yakin, panggilan Tuhan akan datang padaku. Karena aku akan selalu dan terlalu berfokus pada laki-laki itu - Hehe - bukan Tuhan. Hanya aku tidak minta untuk mengulang scene itu kembali. Sakitnya ampun”
“Ok, jika waktu berulang. Mbak bakal milih yang mana? Jadi Cinderella, dimana kisah cinta mbak berahir bahagia, namun hidayah Tuhan belum tentu datang - atau well bisa saja datang nanti saat usia mbak sedikit lebih tua - ATAU…kisah kedua, yang sudah mbak alami”
“Heh-heh..” aku tertawa, tak sadar, air mata hampir menggenang saja di pelupuk mata, “No easy answer” aku membuang pandangan jauh-jauh kea rah kerumunan diluar restoran. “Sory yo, aku ngga bisa jawab” menyesal aku menyerah.
Rio mengendurkan otot tubuhnya sambil menyenderkan tubuh di kursi, “Hehe. Itulah manusia. Mbak tidak ingin berakhir sebagai Cinderella, namun pada prosesnya, mbak ingin cerita Cinderella. Mbak ingin bersama Peter Parker, tapi pada prosesnya, mbak ingin semua persoalan hidup hanya selesai dengan membunuh semua binatang buas. Mbak ingin akhir tanpa benang, namun dalam prosesnya, mbak berharap memiliki benang itu. Mbak ingin berakhir selayaknya kisah kedua, namun pada prosesnya, mbak terus menerus meminta pada Tuhan untuk memberikan kisah pertama.”
Aku termenung sedih, sementara Rio tersenyum padaku dengan bijak
“Itu tidak mungkin mbak” katanya lagi, “Yuk! Makan.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H