Kata korupsi sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita, karena kasus ini sangat sering terjadi di kalangan masyarakat luas. Banyak para koruptor yang berbuat seenaknya tanpa memikirkan kondisi rakyat setelahnya, yang mereka fikirkan hanyalah kepentingan mereka sendiri tanpa memikirkan kepentigan orang lain.Â
Praktek korupsi ini juga yang menggunakan pola suap dan kasus suap ini sudah umum digunakan oleh koruptor-koruptor yang tidak bertanggung jawab, cotohnya yaitu suap "Jual Beli Nilai" bentuknya dapat berupa uang dan barang yang diberikan mahasiswa kepad Dosen-Nya agar nilai mereka bagus atau jika semeser akhir mereka ingin diluluskan. Kasus tersebut perah ditemukan pad bulan Oktober 2015 lalu di Perguruan Tinggi Swasta, Universitas Gunadama.Â
Terdapat 300 mahasiswa yang tercantum gagal mengikuti wisuda karena pihak Universitas membatalkan wisuda hal ini dikarenakan banyak mahasiswa yang terlibat kasus "Jual Beli Nilai". Ketika itu terdapat oknum pegawai universitas itu sendiri yang memberikan tawaran berupa kenaikan nilai dengan jumlah 250.000 rupiah untuk satu mata kuliah. Kasus suap di Universitas tidak hanya berupa jual beli nilai saja tetapi kasus suap dalam penerimaan Mahasiswi baru juga  terjadi.Â
Selain itu, suap dalam pemilihan pejabat di perguruan tinggi seperti pemilihan Rektor dan Wakiil Rektor. " Semuanya ini jelas memprihatinkan ", keluh Tari setelah memaparkan gagasan diatas. Baginya, korpsi yang terjadi mencoreng Tri Dharma Perguruan Tinggi, pendidikan, penelitian dan pengabdian seolah menjadi slogan semata.Â
Ada banyak hal yang menyebabka kasus korpsi terjadi di perguruan tinggi, otonomi dalam konteks suatu akademik disebut relatif tidak membaik, namun tidak demikian dengan dalam hal non-akademik salah satu contohnya adalah pengelolaan keuangan yang terjadi di suatu Universitas. Tari berpendapat jika sejauh penglihatannya masih belum ada universitas yang rutin menjalankan praktek keterbukaan informasi keuangannya. Seperti informasi tentang penerimaan dana yang masuk, penggunaan uang, program yang dijalankan hal seperti ini  sangat jarang sekali ditemukan di kampus.
Tari menambahkan bahwa banyak hal yang dapat dilakukan untuk memutus rantai korupsi di perguruan tinggi. Salah satunya melalui starategi pencegahan dan penindakan dari aparat yang berwajib "Segala kebijakan, progrram,dan dana yang sudah digunakan harus dipertanngungjawabkan" ujar Tari. Dan juga penyadaran korupsi bagi aktifitas akademika menjadi penting, terlebih lagi jika pra koruptor itu bersal dari dalam kampus itu sendiri bukan dari orang luar, hal ini akan menjadi sangat mempengaruhi bagi Universitas.Â
Mengadakan kurikulum anti korupsi pada setiap program studi pembelajaran yang ada di perguruan tinggi dan juga harus dibarengi dengan penerapan nilai-nilai korupsi yang didiskusikan di dalam kelas atau dalam suatu organisasi. Dia juga menyarankan untuk dibentuknya Unit Pengendali Gratifikasi di setiap perguruan tinggi, audit berkala oleh badan pemeriksa keuangan (BPK) dan juga memberikan hukuman yang berat bagi pelaku korupsi di perguruan tinggi.Â
Perguruan Tinggi semestinya dapat mengajarkan nilai-nilai yang lebih baik dari yang sebelumnya, terlebih lagi bahwa perguruan tinggi merupakan pencetak generasi muda yang sangat berpengaruh di masa yang akan datang. Banyak pula mahasiswi dari perguruan tinggi yang menjadi pejabat publik. Namun, mereka masih belum bisa mencontohkan hal yang baik kepada rakyatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H