Mohon tunggu...
Lince Ritonga
Lince Ritonga Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Horass...\r\n\r\nAnak Medan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Bukan Rupiah

20 November 2015   15:51 Diperbarui: 20 November 2015   16:06 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

“Bagus sayang, bagus sekali”.

 “ Mungkin aku akan menikah lagi atau bahkan melebarkan sayap keluar negeri”perbincangan tanpa ismad malam itu. “Aku rasa, Ismad akan kembali kedunianya yang dulu”sahut salah satunya lagi. “Berharap sih jangan, aku juga ingin meninggalkan kebiasaan ini”, “Kamu !” tersenyum sinis. “Ismad itu karena beruntung, cintanya Nisa sangat tulus sehingga mampu merubah kehidupannya.

Lha kita, boro-boro bro, kita saja belum menikah banyak masalahnya”ditertawakan beberapa temannya atas pernyataan itu. “Bukan apa, jaman sekarang kita mesti punya semua-semuanya”, “ Mobil, Rumah, apartemen”dilanjut yang lainnya. Mereka saling menatap wajah satu sama lain, seketika hening.” Kita saja kalau bukan karena Ismad kita tidak akan seperti ini”merendah, mengingat apa yang telah Ismad perjuangkan bagi mereka.

Selain menjalin persahabatan yang begitu erat mereka saling membantu dan mendukung satu sama lain.

Hari itu tepat 22 Desember, Ismad membatalkan semua meeting bersama rekan kerjanya. Ia meluangkan waktu untuk menghadiri perlombaan putrinya. Satu dua mata tertuju kepada ismad, sebab hampir semua yang menghadiri adalah ibu-ibu. Tapi tetap saja ia duduk dengan santai, ia menarik lengan kemejanya lalu pandangan itu berbalik lagi, ternyata tato ditangannya membuat sebagian menoleh dan menoleh lagi ke arahnya.

“ Zahra Ismadya”sambutan dari pembawa acara. Terdengar tepuk tangan yang cukup meriah, zahra mampu merebut perhatian semua hadirin dalam acara peringatan Hari Ibu itu. Mengapa tidak, satu-satunya peserta dengan tema yang berbeda.

“Abiku adalah Umiku...

cinta abiku luar biasa, semua orang takut dengan abiku, padahal abiku adalah orang baik, meski punya tato tapi karena abiku suka seni, abiku adalah umiku, tempatku untuk bercerita, dan pendongeng menjelang tidurku, Syukron abi”

Dengan beberapa kalimat yang menurut gadis kecil itu adalah puisi, Ismad mengira putrinya membawakan puisi yang telah ia buat dua hari sebelumnya. Tak satu dua orang meneteskan air mata, Ismad menggandeng tangan sahabat sejatinya diatas panggung sebagai juara tiga dalam perlombaan. Tak lebih ia dimintai waktu untuk bercerita sekaligus perwakilan kata sambutan dari orang tua lainnya.

“ Tujuh tahun sudah sayang, mengapa kau meninggalkanku begitu cepat, mengapa?, Mengapa juga Tuhan itu mempertemukan kita hanya sebentar saja” selalu saja berbicara kepada sebuah foto diatas meja kecil itu.

“ Ambil nyawaku Tuhan” Seakan belum terima atas kepergian istrinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun