Mohon tunggu...
Lina WH
Lina WH Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

• Ibu dari seorang anak laki-laki, Mifzal Alvarez.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ular Hijau yang Kesepian

15 Desember 2018   20:36 Diperbarui: 15 Desember 2018   21:05 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi hari di padang rumput yang hijau, Uno si ular hijau kecil sedang berjemur di bawah sinar matahari. Warna tubuhnya yang samar dengan rumput, membuat binatang pemakan rumput tidak akan sadar jika ada makhluk berbisa diantara rumput makanannya.

Decya si anak domba pun tetap dengan lahap memakan rumput hijau di Padang rumput tempat Uno berjemur. Uno senang karena berjumpa dengan binatang lain yang mungkin bisa diajak bermain bersama.

"Hai, domba kecil. Apa kabar kamu hari ini?" Sapa Uno kepada Decya dengan ramah.

Namun Decya malah lari terbirit-birit setelah mengetahui yang menyapa adalah seekor anak ular hijau yang dikenal sangat mematikan karena berbisa.

Uno heran. Kenapa setiap makhluk yang dijumpainya selalu lari menjauh, termasuk manusia. Hal tersebut benar-benar tidak diketahui oleh Uno, yang sudah terpisah dengan orang tuanya sejak lahir.

Lalu, Uno berjalan menjauh untuk naik ke atas pohon di dekat sawah. Sawah yang luas menghampar dengan padi yang sudah menguning. Uno hendak menikmati pemandangan tersebut dari atas pohon jenitri yang tumbuh diantara tanggul sawah.

"Wah, indah sekali. Padi sudah menguning dan menunduk ke bawah. Mungkin nanti akan segera dipanen oleh petani. Dan aku akan menjumpai banyak manusia di sini. Mungkin aku bisa main bersama mereka," kata Uno begitu keras, membuat kaget seorang petani yang sedang beristirahat di bawah pohon jenitri tersebut.

Uno pun juga kaget, dan spontan menghindar saat seorang petani berusaha memukulnya dengan sabit tajam. Uno berlari sambil menangis sedih.

"Kenapa semua menghindariku dan bahkan ingin melenyapkanku. Apa salahku?" Kata Uno dalam tangisannya. "Andai Ayah dan Ibu ada, mungkin mereka akan menjelaskan kepadaku," lanjutnya.

Lalu, Uno berjalan perlahan dengan mukanya yang murung. Berjalan tanpa tujuan dan akhirnya berhenti di hamparan bunga cincin yang sedang bermekaran. Bunga hutan yang indah dengan mahkota berwarna-warni yang mempesona. Uno senang, dan menggeliatkan badannya diantara bunga cincin yang sedang bermekaran. Memandangi langit yang biru cerah dan akhirnya tertidur dengan lelap. Saat Uno tertidur, banyak binatang yang melintas di dekatnya dan kemudian lari menghindar.

Sore pun menjelang. Uno terbangun dari tidur dengan badan yang sangat segar.

"Aku lapar. Aku mau mencari makanan diantara tumbuhan padi," kata Uno dengan semangat dan berjalan cepat menuju tumbuhan padi di sawah tersebut. Belum sampai di sana, melihat induk jangkrik yang sedang rebahan.

"Hai, Bibi jangkrik," sapa Uno dengan ramah dan berharap mendapat balasan senyum ramah pula dari induk jangkrik tersebut.

Lalu, induk jangkrik pun berlari menjauh dari Uno dengan muka yang sangat ketakutan. Uno merasa sedih dan terpojok. Lalu Uno mengurungkan niatnya untuk mencari makan karena sudah tidak bernafsu makan lagi. Sedih dan kesepian yang selalu Uno rasakan setiap hari. Tidak ada yang mau menemani, apalagi bermain bersama.

"Hai, ular hijau kecil...! Kenapa kamu bersedih?" Kata seekor ngengat kecil tepat di depan telinga Uno.

Uno kesusahan melihat siapa yang mengajaknya bicara, karena ngengat tersebut sangat kecil.

"Hei ular hijau kecil. Aku di sini. Aku Nela si ngengat yang sangat kecil," Nela pun kembali memanggil Uno dan berharap kali ini Uno bisa melihatnya.

"Hai Nela! Kamu sangat kecil, sehingga aku kesusahan melihatmu. Aku Uno," jawab Uno dengan senang dan bergembira.

"Kenapa kamu bersedih, Uno? Apa yang membuatmu sedih?" Tanya Nela kemudian.

"Aku bersedih, karena semua yang ada di dekatku selalu menjauh dariku. Aku tidak tahu kenapa mereka begitu," jawab Uno dengan jujur.

"Mana Ayah dan Ibumu? Apakah mereka tidak menjelaskan semuanya kepadamu?" Nela pun kembali bertanya kepada Uno.

"Aku sebatangkara. Saat aku lahir, tidak ada siapapun di dekatku. Dan aku melakukan segala sesuatunya sendiri," jawab Uno dengan jujur, dan hal tersebut membuat Nela merasa iba.

"Kasihan kamu, Uno!" Kata Nela kemudian.

"Aku tidak perlu dikasihani. Aku hanya ingin bermain bersama saja," jawab Uno dengan jujur.

"Uno, semua akan menjauhimu karena kamu mempunyai bisa yang mematikan di taringmu. Makanya mereka menjauh darimu karena mereka tidak mau mati karena bisamu," Nela pun berusaha menjelaskan kepada Uno.

"Itu kan alat untuk melindungi diri. Dan aku tidak akan memakainya kalau aku tidak merasa perlu. Aku juga hanya akan melakukannya kepada makhluk yang membahayakan nyawaku," jawab Uno kemudian.

"Uno, ular itu sangat peka dan agresif. Biasanya mereka akan menggigit siapapun di dekatnya dengan bisanya itu. Karena setelah bisa dipakai, akan memproduksi bisa lagi secara alami. Banyak binatang yang mati karena bisa ular. Banyak pula manusia yang menjadi korban ular. Makanya mereka kebanyakan memilih menjauhi ular berbisa sepertimu," lanjut Nela.

"Tapi aku tidak begitu."

"Mereka tidak tahu kamu tidak begitu, Uno. Dan sebaiknya kamu hidup di hutan belantara saja, supaya kamu punya teman sesama ular yang lebih bisa memahamimu," Nela berusaha memberi masukan kepada Uno.

"Baiklah kau begitu. Aku akan hidup di hutan belantara saja. Daripada aku hidup di sini, tetapi banyak yang tidak nyaman," Kata Uno dengan senyumnya yang manis dan ramah. "Tapi kenapa kamu tidak takut kepadaku, Nela?" Tanya Uno kemudian.

"Aku binatang kecil yang tidak berdaya. Aku bukan lawanmu. Dan jika kamu menyerangku, berarti kamu pengecut," kata Nela dengan jujur tetapi hal tersebut tidak membuat Uno tersinggung.

Uno berfikir bahwa dirinya tidak cocok jika tetap hidup di habitatnya yang sekarang. Cepat atau lambat, Uno akan meninggalkan habitat yang sekarang dan pindah ke habitat di hutan belantara. Serta berharap akan menemukan ular sejenisnya di sana yang bisa diajak berteman dalam kesehariannya.

Selesai... 

Ditulis oleh Lina WH

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun