“Fathir…” Dhia berlari mengejar sosok yang sedang berjalan didepannya. Fathir menoleh kebelakang dan menghentikan langkahnya. Menyambut Gadis manja yang tersengal-sengal nafasnya setelah berlari. ”Aku lihat kamu naik eskalator dari bawah, jadi aku lari deh” ”Dhia... Dhia... nggak perlu lari pun kita pasti ketemu” ”Iya sih, tapi aku kan udah nggak sabar pengen ketemu”
”Hehehe... ternyata ada yang kangen nih sama aku, tenang aja. Hari ini aku ada untukmu kawan” Jawab Fathir sambil cengar-cengir menggoda Dhia.
Hari ini Dhia dan Fathir memang berjanji untuk bertemu disebuah mall. Di foodcourt tempat favorit mereka sering bertemu. Fathir adalah salah satu sahabat terbaik yang Dhia miliki. Seseorang yang sangat perduli dengan Dhia. Meskipun mereka jarang bertemu, karena Fathir saat ini sedang menyelesaikan studinya di Jakarta. Namun kapanpun Dhia membutuhkannya, Fathir selalu ada untuknya, meskipun hanya lewat telephon atau memanfaatkan fasilitas internet dengan video call atau sekedar chating.
Setelah memesan makan dan minuman mereka memilih tempat yang nyaman untuk duduk dan bercerita.
”Habis ini kita mau kemana Dhi?” ”Kemana aja deh, ke pantai asyik kayaknya Fat, kita udah lama juga nggak ke pantai” ”Boleh juga idemu Dhi, cepet selesaikan makanmu biar nggak kesorean kita” ”Siap boss”
Mereka berdua bergegas keparkiran menuju mobil Fathir. Rush silver Fathir melaju membelah jogja menuju ke selatan. Dhia memilih-milih CD untuk diputar menemani perjalanan mereka. Suara Jazon Mraz mulai mengalun pelan, menambah asyik obrolan antara Fathir dan Dhia. Tidak memakan waktu lama untuk sampai ketujuan, setelah memarkir mobil, mereka segera bergegas kepantai.
Mengantar cakrawala keperaduannya dibibir pantai ditemani suara debur ombak, sangat menyenangkan sungguh senja yang begitu indah. Dhia duduk dipasir diikuti Fathir.
”Fat, makasih ya” ”Untuk?”
”Untuk senja yang indah ini” Dhia menerawang, pikirannya melayang.
”Lihatlah Dhi, ombak itu datang, pergi, datang, pergi. Seperti hidup Dhi, ada bahagia, sedih, kecewa, suka cita, keinginan dan sebagainya, akan selalu datang dan pergi” lalu keduanya terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing.
”Bagaimana studimu?” Fathir memulai percakapan kembali. Dhia menarik nafas panjang mendengar pertanyaan Fathir. Air mukanya mendadak murung. ”Fat, tolong marahin aku. Biar aku bisa semangat lagi menyelesaikan studiku” ”Marah? Kenapa harus marah? Marah itu tidak akan menyelesaikan masalah. Kuasai dirimu itu kuncinya. Sekarang keluarkan semua uneg-unegmu. Tanyakan pada dirimu sendiri, apa yang kamu inginkan” ”Aku hanya ingin menangis yang keras saat ini Fat” ”Ya sudah, menangislah jangan ditahan” Dhia pun tersedu disebelah Fathir. Ia menumpahkan segala kegundahannya, membuang segala beban yang menghimpitnya. ”ssssssssttt” Fathir menghentikan tangis Dhia. ”Katanya tadi boleh menangis” ”Iya, tapi jangan lama-lama. Masih banyak hal yang harus kamu selesaikan” Jawaban Fathir membuat Dhia tersenyum.