Mohon tunggu...
Lina Supriyani
Lina Supriyani Mohon Tunggu... -

akademisi ilmu komunikasi ak 2010, FISIP Unsoed

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merebaknya Anak Jalanan

18 Juli 2012   11:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:49 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan sosial yang komplek. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah” bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun, perhatian terhadap nasib anak jalanan tampaknya belum begitu besar dan solutif.

Menurut UUD 1945, “anak terlantar itu dipelihara oleh negara”. Artinya pemerintah memiliki tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya, seperti halnya tercantum dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak-hak Anak. Mereka perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya anak, yaitu hak sipil dan kemerdekaan, lingkungan keluarga dan pemeliharaan, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, rekreasi dan budaya, dan perlindungan khusus.

Hasil Survei dari lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Lingkungan (LPPSLH) menurut Tabel Perkembangan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial di Kabupaten Banyumas tahun 2006 memperlihatkan bahwa anak jalanan berjumlah sekitar 368 orang. Satu tahun kemudian, tahun 2007 angka tersebut mengalami penurunan sekitar 21 orang, menjadi 347 orang. Pada tahun berikutnya mengalami penurunan yang drastic hampir 65 %, menjadi 144 orang anak jalanan. Tahun berikutnya angka tersebut mengalami kenaikan hampir 70% dari tahun sebelumnya, menjadi 369 orang anak jalanan. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa kualitas hidup dan masa depan anak-anak sangat memprihatinkan, padahal mereka adalah aset, investasi sumber daya alam (SDM) dan sekaligus tumpuan masa depan bangsa. Jika kondisi dan kualitas hidup anak kita memprihatinkan, berarti masa depan bangsa dan negara juga kurang menggembirakan. Bahkan, tidak tutup kemungkinan sebagian dari anak bangsa kita mengalami lost generation (generasi yang hilang).

Menurut pengamatan kami, penanganan anak jalanan di Indonesia khususnya didaerah Kabupaten Banyumas belum mempunyai model dan pendekatan yang tepat dan efektif. Keberadaan rumah singgah misalnya, dinilai kurang efektif karena tidak menyentuh akar persoalan, yaitu kemiskinan dalam keluarga. Pembinaan dan pemberdayaan pada lingkungan keluarga tempat mereka tinggal tampaknya belum banyak dilakukan, sehingga penanganannya selama ini cenderung “tambal sulam” dan tidak efektif. Sementara itu keluarga merupakan “pusat pendidikan, pemberdayaan yang pertama” yang memungkinkan anak-anak itu untuk tumbuh dan berkembang dengan baik, sehat dan cerdas. Pemberdayaan keluarga dari anak jalanan, terutama dari segi ekonomi, pendidikan dan agamanya, diasumsikan merupakan basis utama dan model yang efektif dalam penanganan dan pemberdayaan anak jalanan.

Pelayanan Sosial Bagi Anak Jalanan

Pada hakekatnya manusia atau lebih khususnya anak jalanan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, ia pasti akan membutuhkan orang lain dan lingkungannya. Sebab pada awalnya manusia itu manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang harus hidup berdampingan dengan orang lain. Seiring dengan perkembangan teknologi maka banyak yang menjadi tuntutan kebutuhan hidup manusia. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut manusia mempunyai keterbatasan, oleh karena itu manusia membutuhkan pelayanan sosial, baik yang diberikan perorangan, masyarakat, maupun lembaga tertentu.

Dilihat dari Sudut Pandang Pendidikan dan Ekonomi

Jumlah anak jalanan yang bertambah banyak sekarang ini salah satu disebabkan keadaan ekonomi di negara kita yang tidak jelas kapan akan membaik. Keadaan tersebut membuat semakin banyak keluarga yang tidak mampu lagi memenuhin kebutuhan hidupnya. Pada akhirnya seluruh anggota keluarga harus mencari nafkah termasuk anak-anak, banyak anak-anak yang bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Mereka adalah anak yang berusia kurang dari 18 tahun, tingkat pendidikannya rendah serta tidak memilki ketermapilan yang memadai, membuat mereka sulit untuk mencari nafkah disektor formal sehingga terpaksa mencari nafkah disektor informal dijalanan. Pekerjaan tersebut kerapkali berkaitan dengan perlakuan kasar dan perbuatan buruk dari segolongan orang seperti diperas, dicabuli ataupun tindakan kekerasan lainnya. Mereka dapat menyaksikan langsung perilaku-perilaku menyimpang. Ini secara tidak langsung akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Persoalan baru muncul ketika sekarang banyak anak-anak yang mengemis. Ada sesuatu yang hilang yaitu nilai, moral dan norma atau mungkin hal yang menjadi tradisi baru. Bahkan anak-anak jaman sekarang lebih suka hidup bebas jauh dari orang tua.

Walaupun dengan demikian, mereka yang menjadi anak jalanan bukan saja berasal dari keluarga miskin. Ada juga mereka dari keluarga kaya tetapi tidak terjadi keharmonisan didalam keluarga tersebut. Sehingga membuat anak tidak merasa bahagia dan tidak merasa betah berada dilingkungan keluarga mereka. Ini membuat mereka mencari pelarian kejalanan. Mereka bergabung dengan anak-anak jalanan untuk bekerja dengan tujuan untuk mencari kesenangan yang tidak diperoleh dalam keluarga. Oleh karena itu setiap anak jalanan yang menjadi anak jalanan memilki beberapa sebab yang berbeda.

Lembaga atau yayasan yang turun langsung untuk membantu mereka sangat diperlukan. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan adanya suatu lembaga atau yayasan yang memperhatikan hak-hak anak dan kesenjangan anak khususnya anak jalanan akan membuat anak jalanan merasa aman.

Misalnya saja, salah satu narasumber yaitu Ibu Halimah yang bertempat tinggal di Jalan Karangklesem, No. 285 02/11. Beliau adalah salah satu yang mempunyai hak asuh anak-anak jalanan, sudah sekita 60 anak yang beliau kumpulkan. Ini merupakan kegiatan yang terpuji. “Menjalankan kegiatan ini, harus didasari dari hati, jarang sekali orang mau langsung turun kelapangan menampung anak-anak jalanan”, papar Bu Halimah. Tugas yang sangat mulia, yang penting lillahita’ala tidak semua orang mau menjalankan kegiatan yang dilakukan Bu Halimah. Tugas beliau disini mendampingi anak-anak asuhnya dalam kondisi stabil dan non kriminal. Jadi apabila ada anak-anak asuhnya yang tertangkap oleh Satpol PP Bu Halimah disini tdak ikut andil. Beliau juga mendampingi dalam kesehatan dan fokus sekolah.

Anak asuh bu Halimah yang telah kami wawancarai yaitu Ayu (kelas 3 SMP), Dian (kelas 1 SD, di MI Dipenogoro), Dian (kelas 3 SD, di MI Dipenogoro), mereka bertiga merupakan saudara kandung, kemudian Setianingsih (kelas 4 SD, di MI Dipenogoro), Setianingrum (kelas 1 SD di Mi Penogoro), mereka berdua merupakan saudara kandung dan yang terakhir ada Ilham (kelas 2 SD, di MI Dipenogoro). Mereka semua seperti anak-anak yang lainnya, pagi-pagi mereka berangkat ke sekolah dan sepulangnya sekolah mereka menyusul ibu dan bapknya dijalanan yaitu mengemis. Miris rasanya mendengar cerita mereka. Bukan hal yang mudak untuk anak dibawah usia 18 tahun. Di pasar Lebeng, pasar majenang dan patikraja mereka berusah mencari tambahan rizki untuk memenuhi kebutuhan mereka. Uangnya di dapatnya pun belum tentu dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Kadang kalau lagi hoki mereka dapat mendapatkan uang banyak, tapi kalau lagi sepi tangan kosong yang mereka dapatkan.

Bu Halimah memah sering membantu penelitian apabila ada mahasiswa yang berkunjung kerumahnya. Beliau memang sudah terkenal karena mengasuh lebih dari 60 anak jalanan. Menangani hak sosial, memberikan penguatan dan harus siap uang. Itulah yang beliau hadapi. Tidak semua orang dapat menjalankan hal tersebut. Beliau sangat memeprhatikan pendidikan, meskipun sekarang SD, SMP, SMA ada biaya operasional (BOS) tetap saja membutuhkan alat-alat untuk sekolah, misalnya saja sepatu, baju seragam, buku LKS, alat tulis dan lain sebagainya itu harus difikirkan dengan matang. Ada anak asuh beliau yang dimasukan ke kurusus kecantikan, perawatan tapi karena mungkin anak tersebut tidak cocok dengan dunia kerja itu, malah kabur dan kembali mengemis. Memang tidak mudah.

Bayangkan saja dalam satu rumah terdapat 4 kamar dalam kapsitas keluarga yang banyak. Mereka makan dari hasil mengemis. Yang bertempat tinggal di belakang Taman Kota (Kampung Dayak). Bu halimah membuat 2 rumah, satu rumah untuk kegiatan dan satu rumah lagi untuk rumah singgah. Bu Halimah juga selalu berusaha menjadi harapan mereka semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun