Mohon tunggu...
Lina Astuti
Lina Astuti Mohon Tunggu... Lainnya - Everyday is a gift.

Senang berproses.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Terjajah oleh Pikiran Sendiri

18 Desember 2022   07:45 Diperbarui: 18 Desember 2022   08:08 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Menurut sejarah Indonesia, bangsa Indonesia pernah dijajah selama 350 tahun oleh beberapa negara. Hal ini menyebabkan rakyat Indonesia mengalami berbagai ketertinggalan di banding bangsa lain, baik dari SDM, pendidikan, teknologi, dsb. Kita sudah merdeka selama 77 tahun, kemajuan sudah dirasakan hingga para pemimpin mencanangkan 2030 Indonesia menjadi negara maju dan tercapainya bonus demografi. 77 tahun memang waktu yang lama, namun proses tersebut amatlah penting sebagai evolusi dari kemajuan Indonesia. Evolusi selalu menjadikan suatu entitas menjadi lebih baik. Apalah artinya waktu 77 tahun jika ke depannya kita dapat berjalan jauh lebih cepat dan lebih gesit. Ibarat percepatan yang menjadikan kecepatan semakin tinggi dari waktu ke waktu.

Sekarang, kita akan kembali ke lingkup yang jauh lebih kecil dibandingkan bangsa, yaitu diri sendiri. Jika Indonesia dijajah oleh bangsa lain, kerap kali manusia dijajah oleh pikirannya sendiri. 

Sebagai contoh, manusia memiliki banyak mimpi yang ingin ia capai, namun dalam sekejap hilang hanya karena penyangkalan di dalam dirinya. Misal seseorang mimpi ingin menjadi dokter, namun dalam sekejap mimpi itu buyar karena dalam pikirannya itu tidak mungkin karena ia hanyalah anak yang kehidupannya pas pasan. Hal ini adalah contoh kasus terjajah oleh pikiran sendiri. 

Namun ada 2 kemungkinan dari hal tersebut. Kemungkinan pertama ia akan terus terjajah seperti itu dan besar kemungkinan kehidupannya akan sulit berkembang. Kemungkinan kedua ia sadar bahwa ia memiliki pola pikir yang negatif atau kurang positif sehingga perlu diperbaiki. Inilah yang bisa saya analogikan dengan proses Indonesia merdeka. Sebelum merdeka, Indonesia diprakarsai oleh Soekarno melakukan berbagai persiapan untuk tercapainya Indonesia merdeka seperti terbentuknya BPUPKI, dsb.

Kembali ke orang yang sadar bahwa pola pikirnya negatif tadi, ini adalah titik awal yang bagus. Setidaknya dia akan berusaha untuk melakukan berbagai proses agar pola pikirnya berubah (ibaratnya Indonesia merdeka). Usaha yang dilakukan bisa berupa membaca buku pengembangan diri, belajar dari motivator/lainnya atau menonton talkshow yang positif, ikut senang dengan keberhasilan orang lain, dsb. 

Seberapa lama apapun proses yang diperlukan agar pola pikir berubah tidak jadi persoalan, ini tidak akan sebanding dengan besarnya dampak yang dirasakan jika pola pikir sudah sangat positif. Waktu kita tidak akan terbuang lagi dengan rasa minder atau tidak nyaman berasa di suatu lingkungan. Sebagai gantinya, kita akan sibuk untuk belajar, bekerja, dan berkarya untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi banyak orang. Thanks for reading.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun