Mohon tunggu...
Lina Lidia
Lina Lidia Mohon Tunggu... -

Love books (reading, writing, story telling) and try to be a good writer...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dering Itu...Kutunggu...

20 Januari 2011   02:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:23 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tahukah kamu? Aku membencimu. Ya, aku membencimu dalam segala rasa sayang dan cintaku.

Kenapa?

Dan kamu masih saja selalu bertanya. Tidakkah kamu tahu, saat ini pun kamu membuatku menunggu. Tidak sekedar kabar tapi juga kehadiranmu. Dan itu membuatku lelah, marah dan gundah. Ah, harusnya aku telah menyerah sejak awal. Menghadapimu yang tak tentu. Tapi kenapa, kehadiranmu dalam maya dan nyata selalu kutunggu?

Aku tidak suka caramu. Membuatku menunggu dering itu. Dering yang membuatku bersemangat meraihnya dan membaca pesanmu. Tahukah kamu, 95% isi inbox ku adalah pesanmu? Aku menyimpannya sejak dulu. Tak hanya itu, aku juga telah menyimpan namamu di hatiku sejak pertama kita bertemu.

Hari ini, kamu mengulangnya lagi. Mengawali dering pagiku, mengucapakan selamat pagi untukku. Tapi, kemana kamu sekarang? Menghilang lagi? Tanpa kabar lagi? Kenapa harus memulai jika tak juga berani mengakhiri? Kenapa meninggalkanku dalam rasa ini kembali? Menunggu yang tak pasti. Aku benci. Aku benci semuanya. Benci kamu, benci caramu, benci perhatianmu dan benci segala hal tentangmu.

Ah, lagi-lagi sisi hatiku yang lain memberontak. Enggan untuk mengikuti kebencian. Kenapa? Ya, karena ia menyadari ada setitik cinta disana. Hanya setitik, tetapi titik itu telah melebar, hampir memenuhi separuh hatiku.

Kamu benar-benar seperti hantu. Tak tentu kapan kamu datang, tapi tak juga bilang sebelum menghilang. Ya, harusnya kuyakini bahwa kamu hanya ilusi. Sekedar harapan hati. Ah, tapi menyakitkan sekali jika harus kuhapus segalanya.

Aku memang membenci. Tapi semua kenangan itu terlalu indah untuk dilupakan. Terlalu sayang untuk dibuang. Tapi juga menyakitkan untuk dikenang. Ah, entahlah.

Aku mulai mengutuk diriku sendiri tiap kali melirik benda itu dan menunggunya berdering kembali.

Apa indahnya dering itu? kenapa selalu kunanti?

Ah, dering itu sampai kapan pun kan kutunggu.

Apapun kabarmu. Apapun pesanmu, aku akan menunggu. Ya, aku akan tetap menunggu, sesakit apapun hatiku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun