Mohon tunggu...
Lina Achien
Lina Achien Mohon Tunggu... Dokter - berusaha mengisi hidup dengan hal-hal yang bermanfaat

berusaha mengisi hidup dengan hal-hal yang bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengirim Karangan Bunga: Lebih Banyak Mudharat Dibanding Manfaatnya?

30 November 2011   07:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:01 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mengirimkan karangan bunga sebagai ungkapan turut berduka cita ataupun turut berbahagia nampaknya semakin memasyarakat. Seperti  yang sering kita lihat ucapan selamat  pada pesta perkawinan, ulang tahun, peresmian kantor dan lain-lain serta ucapan turut berduka cita jika ada kenalan/ kerabat yang meninggal dunia.
Seperti beberapa bulan yang lalu. Saya melihat begitu banyak karangan bunga tanda duka cita yang terpajang di sepanjang jalan menuju rumah duka di RS Kanker Dharmais. Sebetulnya hampir setiap hari ada banyak karangan bunga di rumah duka tersebut. Tapi yang saya lihat kali ini sangat luar biasa banyaknya. Saking banyaknya, tidak ada lagi tempat untuk memajang, sehingga karangan bunga itu diletakkan bertumpuk. Akibatnya yang bisa di baca hanya yang terletak dibagian depan, sedangkan yang ditumpukan belakang tidak kelihatan. Ternyata yang meninggal adalah orang tua dari direktur perusahaan besar dan terkenal di Jakarta. Saya pikir, kasihan sekali yang karangan bunganya di letakkan di bagian belakang. Sudah susah-susah mengirim, hanya ditumpuk begitu saja. Saya juga tidak yakin, apakah pihak yang berduka cita akan membaca satu persatu siapa saja yang mengirim karangan bunga. Walaupun ada juga pihak keluarga yang membuat dokumentasi satu persatu, untuk kenangan dan untuk membalasnya di suatu waktu jika diperlukan.

Waktu kecil dulu, saya tidak pernah melihat yang namanya karangan bunga. Memang, memberikan karangan bunga bukanlah suatu kebiasaan di kampung saya. Hanya di kota-kota besar adanya kebiasaan itu. Tapi nampaknya kebudayaan itu sekarang ini juga sudah sampai ke daerah-daerah.  Seperti yang keluarga saya rasakan  2 tahun yang lalu saat ayah tercinta berpulang kerahmatullah. Sangat banyak karangan bunga yang datang.  Ada rasa kebanggaan tersendiri bagi keluarga melihat banyaknya orang yang mengirim karangan bunga. Tapi saya berpikir,  perasaan bangga kita sadari atau tidak akan menimbulkan rasa sombong, sifat yang dibenci oleh Allah. Semakin banyak karangan bunga yang datang, semakin tinggi pula rasa bangga yang timbul. Walaupun telah berusaha untuk menanggapi dengan hati bersih, tapi tetap saja ada perasaan  itu muncul.

Kalau dicermati lagi, rasanya tidak ada untungnya kita memberi/ menerima karangan bunga. Lebih banyak  mudharatnya baik bagi yang memberi juga yang menerima dibanding manfaatnya. Bagi yang memberi, ini semacam pemberitahuan (menyombongkan diri ) kepada orang lain bahwa dia sangat dekat dengan pejabat A, dekat dengan pengusaha B, dan sebagainya . Juga bisa sebagai ajang cari muka untuk pendekatan kepada atasan atau pejabat yang diberi bunga. Sedangkan bagi yang menerima, akan merasa menjadi orang hebat, orang penting, bukan orang sembarangan. Ya, menimbulkan rasa sombong.

Di samping itu, ditinjau dari segi ekonomi, ini merupakan pemborosan. Alangkah baiknya kalau uang yang kita gunakan untuk membeli karangan bunga ( yang hanya digunakan 1-2 hari) diberikan langsung kepada orang yang kita tuju. Mungkin juga dibelikan berupa barang yang mungkin bisa bermanfaat dalam waktu lama. Namun yang menjadi kendala bagi sebagian orang kalau memberi berupa uang/barang kepada orang yang jelas-jelas baik ekonomi ataupun status sosialnya lebih tinggi, takut dianggap terlalu kecil jumlahnya. Atau barang yang kita belikan akan di buangnya ke tong sampah. Jangan kita berpikiran negatif seperti itu. Tidak mungkin seseorang akan membuang begitu saja pemberian kita, walaupun itu jumlahnya kecil, walaupun barang yang kita beri harganya murah. Kalau bukan orang yang kita tuju yang memanfaatkan pemberian kita,  setidak-tidaknya, barang itu akan digunakan  oleh sanak saudara ataupun orang lain disekitarnya. Ini jauh lebih baik, dari pada memberi karangan bunga, yang setelah beberapa hari akan dibuang di tong sampah. Mubazir

Apalagi kalau kita memberikan karangan bunga untuk menyatakan duka cita. Sangat tidak sesuai dengan sunah Rasulullah Muhammad saw, yang menganjurkan agar kita takziah mengunjungi keluarga yang berduka dengan cara menghibur melalui ucapan dan memberikan makanan, baik makanan jadi, bahan makanan ataupun uang yang bisa bermanfaat. Karangan bunga memang ada sisi positifnya, sebagai ucapan menghibur keluarga yang berduka, tapi lebih banyak negatifnya, mubazir dan menimbulkan rasa sombong. Kedua sifat ini sangat dibenci oleh agama manapun.

Bagaimana pendapat anda..??

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun