Heboh Gerhana Matahari Total (GMT) hari ini membuat pikiranku melayang jauh ke 33 tahun yang silam, tepat 11 Juni 1983. Aku masih kelas 6 SD, baru selesai mengikuti ujian akhir.Â
Liburan panjang sehabis ujian akhir kumanfaatkan untuk jalan-jalan ke kota Dumai Riau sekalian menemani kakakku untuk menemui sang suami yang bekerja di sana. Kakak dan suami memang tinggal di lain kota karena tuntutan pekerjaan. Kakak seorang guru SMA di kota Payakumbuh Sumatera Barat. Kakak membawa serta bayinya yang baru berumur 3 bulan.Â
Ini perjalanan yang sangat istimewa buatku. Untuk pertama kalinya dalam sejarah hidupku berkunjung ke propinsi lain. Naik Bus selama lebih kurang 10 Â jam. Agak takut juga aku membayangkan kemungkinan mabuk di perjalanan. Jangankan 10 jam, naik mobil ke Bukittinggi saja yang cuma butuh waktu 30 menit aku kadang muntah juga. Namun karena keinginan kuat untuk melihat daerah lain, aku tetap semangat.
Kami berangkat tanggal 11 Juni 1983. Aku ingat tanggal itu karena bersamaan dengan terjadinya GMT di Indonesia, tepatnya di pulau Jawa. Walau tidak terjadi di daerah kami, kejadian langka ini tetap jadi perhatian kami. Berita di TVRI tentang gerhana matahari dan ancaman kebutaan jika melihat langsung menyedot perhatian seluruh bangsa Indonesia.Â
Berangkatlah kami bertiga pada hari itu dengan bus Sinar Riau jam 8 pagi. Awalnya aku bisa menikmati perjalanan dengan menyenangkan. Mendekati daerah Kelok 9, yang terkenal dengan keindahannya, kakak mengingatkan agar aku tidak tidur agar bisa melihat langsung kelok 9 yang biasanya hanya kulihat di foto atau gambar. Begitu memasuki kelok 9, jalanan mendaki dan berliku tajam. Kepalaku pusing, perutku mulai mual. Kupejamkan mata agar tidak pusing. Akhirnya muntah tetap tidak bisa kutahan. Kelok 9 tak dapat kunikmati keindahannya.Â
Tak lama setelah melewati kelok 9, bus berhenti untuk istirahat dan makan siang. Selesai makan baru terasa segar lagi dan kamipun melanjutkan perjalanan. Aku mulai bisa menikmati keindahan alam selama perjalanan.Â
Sedang asik melihat pemandangan dari dalam bus, tiba-tiba gelap gulita. Aku sangat kaget. Gerhana matahari..!!! Aku berdebar, takjub, merinding dan bahagia. Ternyata gerhana matahari total itu benar-benar ada. Ternyata aku bisa menyaksikan gerhana matahari total. Ternyata perkiraan para ahli kalau gerhana cuma bisa dilihat di pulau Jawa itu tidak benar. Supir bus terpaksa menyalakan lampu mobil dan membunyikan klakson agar tidak tabrakan dengan mobil lain.
Anehnya, penumpang lain kenapa cuek saja ? Termasuk juga kakak di samping saya. Dia melihat sebentar kegelapan di luar terus malah tidur. Kenapa tak satupun orang yang tertarik dengan gejala alam yang jarang terjadi ini ? Tak habis pikir aku bertanya dalam hati.
Setelah beberapa menit berlalu, suasana mulai terang kembali. Masih dengan perasaan campur aduk, aku perhatikan reaksi penumpang lain di sekelilingku. Kudengar kakak bicara padaku, " Tempat yang gelap tadi namanya Lobang Kalam ( = Lobang Gelap)." Aku hanya melongo sambil menunggu penjelasan dari kakak. Ternyata Lobang Kalam adalah jalan raya yang dibuat menembus gunung berupa terowongan, tidak dimasuki cahaya matahari dan gelap sekali.
Aku diam tak banyak komentar. Malu rasanya kalau kakak tahu aku tadi mengira itu gerhana matahari. Hari ini terjadi lagi gerhana matahari total. Walau tidak melewati daerahku, kehebohan masyarakat yang kusaksikan lewat televisi tadi pagi membangkitkan lagi kenangan lama yang tak mungkin terlupa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H