Mohon tunggu...
Cerpen Pilihan

[My Diary] Aku dan Anak-anakku

12 April 2016   22:19 Diperbarui: 12 April 2016   22:33 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Usiaku masih terbilang muda. Belum masuk kepala tiga. Aku memiliki tanggung jawab mengasuh dua orang anak. Ini tanggung jawabku sebagai seorang ibu. Anak pertamaku berusia lima tahun, dan anak keduaku baru berusia satu setengah tahun. Mereka berjenis kelamin laki-laki.

Hari ini Senin tanggal 11 April tahun 2016 anak sulungku mengikuti perlombaan yang diadakan oleh Himpaudi tingkat kecamatan. Untuk itu aku meluangkan waktu untuk mendampingi dia. Padahal biasanya setiap dia dikirim mengikuti lomba aku hanya menitipkannya pada gurunya. Maklum saja aku tidak punya banyak waktu untuk menemaninya. Namun, hari ini aku meluangkan waktu untuk melihatnya berkompetisi di perlombaan itu.

Pukul delapan pagi aku menuju tempat lomba. Di sana baru diadakan senam bersama. Sejenak aku menunggu buah hatiku itu menyelesaikan senamnya. Seusai senam, dia menghampiriku. Wajahnya sangat bahagia melihatku berada di sana. Dia memelukku. Hatiku pun juga senang bisa datang melihatnya berlomba.

Hari ini anakku akan mengikuti tiga jenis lomba, yakni menata botol ke dalam dunak, menuang air ke pipa pralon, dan meronce dengan rantai. Pada lomba menata botol ke dalam dunak satu kelompok terdiri dari empat anak. Dua anak bertugas mengumpulkan botol dan dua anak yang lain bertugas membawa dunak ke garis finish. Dua puluh botol yang telah disiapkan oleh panitia diisi dua warna, yang sepuluh botol diisi air berwarna kuning, dan sepuluh botol lagi diisi air berwarna biru. 

Anakku bertugas membawa dunak ke garis finish bersama satu temannya. Aku merasa bangga saat menyaksikan dia dapat mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Ceritanya begini. Saat teman satu kelompoknya itu sedang memasukkan botol berisi air yang berwarna kuning, salah satu temannya memasukkan botol air yang berwarna biru. Respon anakku sangat bagus. Dia mengatakan itu salah, kemudian dia mengeluarkan botol yang berisi air berwarna biru itu dan menggantinya dengan botol berisi air berwarna kuning. Respon cepat seperti ini  sangat aku apresiasi. Aku tidak menyangka dia bisa melakukannya. Penampilannya sungguh mengesankan. Apalagi saat dia bergotong royong mengangkat dan membawa dunak ke garis finish. Dia sangat bersemangat.

Jenis perlombaan yang kedua ialah menuang air ke dalam pipa pralon. Perlombaannya juga masih dalam bentuk kerja tim. Dua anak bertugas membawa air, satu anak bertugas menuang air ke dalam pipa, dan satu anak lagi bertugas memegangi pipa. Anakku bertugas memegangi pipa.  Nah pada perlombaan inilah aku merasa waswas dengan perilaku anakku. Saat dia bertugas, dia malah memainkan pipa dengan menggoyang-goyangkannya. Kalau pipanya sampai jatuh dan embernya juga terguling pasti akan membuat teman-temannya yang telah bekerja keras merasa kecewa. Aku ingin berteriak “jangan!!!!”, tetapi tidak mungkin. Aku hanya mengamatinya dari dekat.

Selanjutnya, jenis perlombaan yang ketiga yakni meronce dengan rantai. Sebelum perlombaan dimulai, dia merengek-rengek minta dibelikan pop ice seperti milik temannya. Aku tidak bisa menolak permintaan anakku karena waktunya sudah mendekati dimulainya waktu perlombaan. Aku menyanggupi permintaannya. Sepertinya dia sangat bahagia melihatku berlalu menuju pedagang es. Seusai membeli es, ternyata perlombaan meronce sudah selesai. Aku mendekati anakku dan menyerahkan gelas es itu.

Dalam perlombaan yang diikuti oleh anakku ini aku tidak banyak berharap mendapat hadiah apa pun. Menurutku hadiah adalah bonus. Yang terpenting bagiku ialah anakku dapat tampil percaya diri dan mandiri. Sejak memasukkannya ke kelompok bermain PAUD, aku menanamkan kemandirian kepadanya. Berangkat dan pulang sekolah sendiri. Di saat teman-temannya masih ditunggui oleh ibu mereka, anakku sudah mau sekolah dan belajar sendiri. Aku bangga kepadanya.

Aku mungkin bukan tipe ibu yang baik. Aku bekerja tak kenal waktu. Kadang berangkat pagi pulang sore. Kadang kalau ada hal penting yang mendesakku untuk turun tangan aku keluar malam untuk menyelesaikannya. Aku beralasan bahwa aku bekerja untuk masa depan mereka. Aku menginginkan yang terbaik untuk mereka, sandang, pangan, papan, dan pendidikan yang terbaik. Meskipun demikian, aku tidak melupakan tanggung jawabku sebagai ibu.

Aku berusaha menanamkan nilai-nilai baik pada anak-anakku. Kejujuran, keihklasan, tolong menolong, persahabatan, gemar berbagi. Aku mengajarkan semua itu pada anak-anakku agar mereka kelak menjadi anak yang baik. Hanya saja sekarang aku belum melihat bentuk tanggung jawab pada diri anakku. Mengapa aku berkata seperti itu??? Iya, karena kadang anakku malas berangkat ke sekolah. Nah itulah yang harus aku lakukan saat ini, aku harus  menanamkan nilai tanggung jawab pada diri anakku sedini mungkin. Tadi saat menyaksikan lomba mengisi air ke dalam pipa dan anakku yang bertugas memegangi pipa malah memainkan pipa itu, aku merasa harus memahamkannya arti tanggung jawab kepadanya. Jangan sampai dia melupakan tanggung jawabnya. Itu PR-ku. Aku menulis ini sebagai pengingat akan apa yang terjadi pada hari ini dengan harapan suatu saat nanti anak-anakku membacanya. Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun