Mohon tunggu...
LINA MUSA
LINA MUSA Mohon Tunggu... Guru - Pengawas Sekolah Dasar
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pengawas Sekolah Dasar, Instruktur Nasional Kurikulum 2013, Fasilitator Daerah MGPBE, Fasilitator Kependidikan, Fasilitator SPMI Lahir di Paguyaman 12 Juni 1965, Pendidikan S1

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Tradisi Mohimelu

13 April 2022   16:30 Diperbarui: 13 April 2022   16:37 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ayam ini memiliki rasa yang khas, padahal suka jajan sembarangan; jagung, beras, rumput, serangga, sisa makanan basi bahkan kotoran sapi, semua dipatok habis, memenuhi pundi-pundi di bawah lehernya. Akan berbeda rasa dengan ayam sejenis yang dikandangkan, meski dirawat dengan pakan yang mahal.

Pada beberapa komunitas di pedesaan, ada kebiasaan berbagi ayam kepada sanak keluarga. Tidaklah mengherankan, detik-detik menjelang Ramadhan, terlihat hilir mudik warga membawa ayam terikat, terbalik, digantung di motor, bentor maupun di punggung angkot.  

Saya baru saja berkunjung ke rumah tante, pulangnya memboyong 4 ekor ayam. Tahun-tahun belakangan hanya dapat 2 ekor, tahun ini benar-benar dapat kejutan. Mungkin disesuaikan dengan jumlah anak saya (hehehe). Benar kata pepatah; banyak anak banyak rejeki.

Tradisi berbagi ayam untuk persiapan huwi lo yimelu menjadi ajang silaturrahim yang menyenangkan. Antar keluarga dan sanak famili, antar kelas-kelas sosial, antar orang kota dengan orang desa. 

Laksana zaman belum ada alat tukar, barteran. Orang kota membawa paket sembako, orang kampung menyambut dengan sepasang ayam. Resiprositas dilakukan berulang, penuh harmoni, seperti berbalas pantun.

Ada rasa tak enak hati bagi orang kampung untuk tidak memberi kepada keluarga dari jauh. Begitu sebaliknya. Ada perasaan penuh tanya ketika tiba-tiba sanak keluarga tidak datang berkunjung tahun ini. 

Ada rindu yang tak bertepi. Bukan karena sembako, tetapi nilai perjumpaan. Satu moment yang oleh orang kampung sudah dirawat selama 4-5 bulan yang lalu, hingga beberapa butir telur berangsur menjadi ayam remaja.

Ayam kampung menjadi icon ramadhan. Ramadhan dan ayam kampung, seperti 2 sisi mata uang, sulit terpisahkan. Tak mengherankan, banyak keluarga yang “wajib” berkumpul pada malam itu. Huwi lo yimelu.  Menyantap masakan “bermotif” ayam kampung. Masakan menggoda yang diracik ibu atau nenek. 

Racikannya bisa menghasilkan kuliner yang menggetarkan rasa; ada  iloni (ayam bakar plus dabu-dabu bara), pilitode (ayam santan), tilumiti (ayam tumis), tilinanga (ayam goreng) dan ilabulo (apa depe melayu ee?). Itu hanya beberapa contoh racikan yang nikmatnya tiada tara. Kenikmatan  yang  sulit ditemukan di resto-resto berkelas.  

Tradisi ini menjadi magnet penarik. Bak pusaran angin puting beliung. Menghimpun kembali anggota keluarga yang berserakan di mana-mana. 

Merekatkan individu-individu yang terpisah selama 11 bulan. Anak yang lagi kos di kota, atau tinggal di Bonbol, sudah punya rumah di Boalemo, Gorut dan Pohuwato. Bahkan di perantauan sekalipun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun