Mohon tunggu...
Lina Utami
Lina Utami Mohon Tunggu... -

buah pikir dari karya tangan pada jalur horizontal,yaitu: memperhatikan, menyimak, membaca, dan mengamati.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Firasat

13 Agustus 2011   10:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:50 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Firasat

Pagi itu keadaan begitu cerah, kulihat jam dinding menjalankan tugasnya dengan sempurna, tanpa membohongi sedikitpun, Aku bergegas ke kampus. Hanna memanggilku dari kejauhan, "Ra..tunggu aku." "Eh,,,kamu Han!" Kami pu berjalan beriringan. Atas nama sahabat kami selalu seiya sekata, bergelut di dunia organisasi ataupun akademis. Dan itu sudah bertahan sejak lama.

Tetapi seiring berjalannya waktu, aku menangkap suatu keanehan dari diri Hanna. Hal yang tak biasa kulihat menjadi sebuah kejutan pada dirinya. Aku tak tau apa yang menimpanya. Mulai dari beberapa hari lalu, sewaktu di kampus Hanna terlihat tenang, dan pendiam. Sifat ceplas-ceplosnya hilang begitu saja. Dia lain dari biasanya. Kemudian sewaktu pulang dari kampus, kami banyak diam sepanjang jalan. Dan yang membuat aku tambah terkejut, dia memberi sedekah kepada pengemis sebanyak Rp.50.000, dan yang lebih anehnya lagi sewaktu di bis, dia memberikan tempat duduk kepada salah seorang ibu, yang menurutku beliau masih lumayan muda, dan tak apa lah kalau tak diberi duduk, tapi lain dengan Hanna, dia mempersilakan ibu itu untuk duduk.

Pekerjaan yang biasa ditekuninya mulai surut. Dia lebih sering menghabiskan waktu di rumah, walaupun acara bertengger di agenda hariannya, tapi dia tak peduli. Hal-hal yang bersifat keduniaan mulai dihindarinya. Dia lebih sering nongkrong dengan anak-anak rohis, daripada berkutat dengan urusan-urusan yang lain.

Ba'da zuhur, Hanna datang ke rumahku, dia terlihat lebih anggun dengan gamis birunya. "Ada apa, Han?" tanyaku. "Ra, aku mau minta tolong, besok temanin aku beli buku Tanbihul Ghafilin." "Oke!" kataku menjawab tanpa basi basi. Sepanjang perjalan Hanna lebih banyak diam. Jari-jari tangannya bergerak melintasi setiap ruas jari, seperti orang sedang bertasbih. Senyum dan salam mengalir bagaikan air yang tenang setiap bertemu dengan orang-orang yang dikenalnya. Bahkan tanah pun memujinya yang sedang berjalan penuh ketawadhuan. Aku begitu salut dengan sandiwara ini. Ada apa ini?

Dua hari lagi Hanna berulang tahun. Umurnya genap 20 tahun. Aku bingung apa yang kan kuberi untuknya di hari istimewanya. Tiba-tiba ha ku berdering, segera kuraih dan membaca satu pesan yang isinya Hanna membutuhkan pertolonganku lagi. Dia mengajakku untuk wisata rohani sehari, yaitu berkunjung ke setiap mesjid yang ada di Jakarta. Aku tergerak untuk melihat kondisi mesjid dan ingin masuk dalam setiap saf yang sangat memprihatinkan. Aku terharu dengan permintaan ini. Adakah ini pertanda Hanna akan meninggalkanku? Ah, firasatku semakin tak enak.

24 Maret 2010, aku memenuhi permintaan Hanna. Dengan senang hati Hanna memelukkku saat kami bertemu di perempatan jalan, untuk menjalani wisata rohani ini. Dia tampak berseri-seri. Satu persatu mesji kami kunjungi, dan setiap masuk waktu salat, aku dan Hanna ikut berjamaah. Sedangkan di luar waktu salat kami banyak bertanya dengan gharim mesjid bagaimana hal ihwal kondisi mesjid dan jamaahnya. Aku tersadar dengan semua ini. Adakah yang akan memperhatikan keadaan ini. Mesjid yang sama sekali tak terurus, padahal masyarakat sekitar begitu banyak, dan rumah mereka lumayan bagus. Jamaah yang bias dihitung dengan jari ketika sedang salat. Orang yang sibuk dengan urusan masing-masing saat panggilan allah berkumandang.Ah, betapa sombong mereka dengan seruan allah. Pilu hatiku melihat keadaan ini. Terima kasihku pada Hanna karena telah mengingatkanku dengan ide brilliant di hari ulang tahunnya.

Pukul menunjukkan angka 23.00, kami bertolak dari mesjid di utara daerah Bogor menuju rumah. Sepanjang jalan Hanna sering menesteskan air mata. Melihat keadaan nyata ini, anak-anak yang tak bisa bersekolah, duduk di sepanjang trotoar, mengais rezeki demi sesuap nasi. Ah,, Jakarta, gedung yang menjulang tiada arti karena dibawahnya kemiskinan menyeruak. Orang-orang berdasi tak peduli dengan sekitar mereka. Sibuk dengan urusan masing-masing. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin memprihatinkan. Tak kudapati oarng-orang dermawan, kemana mereka? Kenapa muncul saat ramadhan saja? Apakah dunia telah melalaikan mereka dengan kewajiban yang harus dipenuhi.

Esoknya ibu memberi kaba kepadaku bahwa Hanna sakit, dia demam. Mungkin karena kami terlalu kecapean dalam perjalanan kemarin. Aku segera dating kerumahnya. Kudapati Hanna sedang istirahat. Aku duduk di meja belajarnya, tiba-tiba, sebuah buku kecil berwarna biru membuatku tergerak untuk membacanya. Aku pun tak ragu dan langsung membuka lembaran demi lembaran. Mungkin di buku ini aku bias memecehkan rasa penasaranku terhadap perubahan yang terjadi pada diri Hanna. "Tuhan, adakaha Engkau menerima tobatku? Adakah Engkau mengampuni dosaku? Aku begitu takut dengan hidup ini, takut tak terlaksana tugasku sebagai khalifah, aku lemah, aku takut jika suatu hari nanti janjiMu dating, dan aku menjumpai dengan bekal yang sedikit,,,." Aku terkejut membaca beberapa kalimat itu, ah…firasatku? Akankah itu benar? "Allah, jangan ambil saudariku begitu cepat. Aku tak mau persahabatan kami segera berakhir. Tak terasa air mataku menetes, dan…"Ra,,,sejak kapan kamu disni?" Hanna mengejutkanku dengan sapaanya. "Eh,,dah bangun Han, baru beberapa menit lalu kok, aku sengaja datang untuk menjengukmu, tapi kamu tertidur pulas, gimana kondosimu? Sudah baikan?" tanyaku agak gugup, karena aku tak sengaja membuka buku kecil itu. "Oh, alhamdulillah, tapi masih sedikit pusing." Jawabnya. "Ra, kalau suatau saat nanti akau dipanggil allah, apakah kamu akan tetap menjaga persahabatan kita?" Tanya Hanna tiba-tiba. Bagaikan disengat lebah aku mendengar pertanyaan itu. "Insya allah, Han". jawabku. Hanna tersenyum dan berkata " ukhuwah ini dapat melindungi kita dari panasnya api neraka, tetap jaga hubungan antara kita dengan sesame ya Ra." Hannamemberiku nasehat seolah esok ia sudah tiada. Allah…jangan benarkan firasatku, lirihku dalam hati.

Pagi ini aku pergi ke kampus dalam keadaaantak menentu. Sejak firasat itu datang, selera makanku hilang, aku tak tau kenapa rasa itu semakin dekat. Seolah-olah sesuatu yang tak ingin terjadi akan terjadi. Aku lebih banyak focus dengan buku-buku tentang kematian. Dan sedikit banyaknya semua itu berpengaruh ke amalanku. Aku tambah rajin bertafakkur dan bermuhasabah diri. Hanna mengjarkanku secara tak sengaja dengan perubahannya. "Kebaikan yang datang pada waktunya, dan tak kan bisa diundur walau sedetik," ucapnya suatu hari.

Malamnya tiba-tiba rasa pusing menyerangku, entah kenapa terjadi, aku tak tau sebabnya. Aku segera menunaikan salat isya, dan langsung berbaring,, tak kuasa ku menahan sakit ini, tiba-tiba pandanganku kabur,, aku melihat bayang putih-putih menghampiriku,, kutahu sesutau akan datang padaku, tamu terhormat yang diperintahkan allah untuk menjemputku, aku berusaha melatih lidahku untuk mengucap suatau kata di akhir hayatku, mencoba sebisa mungkin, dan lafaz itu terucap segera, dipermudah oleh amalanku setelah bertaubat mengharap ampunanNya.

Diary Hanna." Ajal tak dapat ditunda, disaat dia kan datang menjelang, MalaikatIzrail mainkan peran, nyawa tercabut tubuhpun meregang, Allahuakbar janjiMu telah datang. Lidah pun kelu bibirpun membisu, serluruh tubuh kaku dan membeku, kenikmatan dunia pun berlalu, mohon ampunan sudah tak berlaku.

Allah, sahabatku telah Engkau jemput, tak kuasa aku menahan duka ini, rahasia hidup ini ada di tangan Mu, apapun sandiwara yang kami mainkan semunya hanyalah permainan belaka. Ampuni dosa sahabatku, lapangkan dia dalam kubur, berkahi umurnya pada waktu lalu, ya Rabbana ighfili wa lahu. Terima amalan kebaikannya ya Allah. Ah…meningglakan dunia ini di waktu muda merupakan suatu keindahan tersendiri, apalkagi ketika taubat telah kita lakukan dengan sebenarnya. Tak terlihat lagi dunia yang penuh dosa ini, tak ada lagi perbuatan-perbuatan yang mengecewakan Allah. Rabb.. jemput aku pada waktuku. Tak sabar aku ingin menemuiMu…

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun